Jumat, 31 Juli 2009

Kesombongan Intelektual

Artikel kolom Hikmah pernah diterbitkan harian REPUBLIKA sekitar tahun 1990 ke atas, isinya mengenai sifat sombong manusia…… akibat kepintarannya/ genius, kecantikannya, kekayaannya, banyaknya pengikut …DLL….. ALHAMDULILAH nya, I am not a genius, but rich man… to be, if ALLAH wants……AMIEN YAAA ROB. Semoga aku bisa mengamalkan apa yang ditulis dalam kehidupanku sehari-hari demi mencari RIDHO ALLAH…….. semoga bacaan ini bisa berguna untuk sahabat zaameedhearts……………….



Kesombongan Intelektual

Oleh A Ilyas Ismail MA

Sebagai suatu penyakit, sikap sombong, dan congkak (al-kibr), menurut Imam Ghazali, lebih mudah menyerang para ilmuwan dan kaum cerdik pandai daripada orang awam.

Mengapa demikian? Jawabnya, menurut Ghazali, berakar dari dua sebab. Pertama, para ilmuwan dan kaum cerdik pan­dai, dengan ilmu dan kepandaian yang dipunyai, sangat sukar untuk tidak membanggakan diri. Kedua, mereka sering merasa pakar dalam bidang tertentu; dan karena kepakarannya, me­reka lantas merasa superior. Perasaan superioritas inilah yang sering membuat mereka bersikap sombong dan arogan. (Kitab lhya 'Ulum al-Din, 3/367).

Kesombongan intelektual ini, lanjut Ghazali, akan semakin bertambah manakala ilmu yang digeluti sang pakar bukan ilmu yang hakiki. Yang dimaksud ilmu hakiki ialah ilmu yang dengannya seorang dapat mengenal dirinya dan mengenal Tuhannya. Ilmu yang disebut terakhir ini, tidak saja dapat mem­bebaskan seorang dari kesombongan, tetapi juga dapat mem­pertinggi rasa takut dan rasa kekagumannya kepada Allah swt. Inilah, menurut Ghazali, makna firman Allah, "Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hambanya adalah ulama (ilmuwan)." (QS Fathir: 28).

Di samping ilmu pengetahuan, sebenamya banyak faktor lain yang mendorong orang menjadi sombong dan arogan. Misalnya, prestasi kerja (al-amal), kecantikan (al-jama), harta kekayaan (al-mal), serta anak buah dan pengikut (al-atba' wa al­anshat). Namun di banding semua itu, ilmu pengetahuan, menurut Ghazali, merupakan faktor paling dominan.

Hal ini, lanjut Ghazali, karena ilmu merupakan sesuatu yang amat dihargai baik di mata manusia maupun di mata Tuhan. Agama sendiri memberikan penghargaan yang begitu besar kepada ilmu dan ilmuwan. Namun justru karena adanya penghargaan dan legitimasi keagamaan ini, para ilmuwan dan cerdik pandai sangat potensial dan rentan terhadap kesombongan. Menurut imam Ghazali, hanya ada dua jalan bagi para ilmuwan untuk menangkal penyakit ini.

Pertama, mereka harus belajar bersikap rendah hati dengan tidak mengklaim paling tahu dan paling benar. Klaim seperti ini, selain bermakna menuhankan diri sendiri, juga sangat berlawanan dengan doa yang diajarkan Tuhan kepada para nabi: Rabbi Zidni'llman (Ya Tuhan;tambahkan kepadaku ilmu pengetahuan). Juga sangat kontradiksi dengan firman Allah: Dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi Yang Maha Mengetahui. (QS Yusuf: 76).

Kedua, mereka harus menyadari bahwa di pundak mereka terdapat tugas dan tanggung jawab yang tidak ringan. Sebagai ilmuwan mereka harus selalu konsisten dan memiliki komitmen untuk selalu berpihak kepada kebenaran, dan mempergunakan semua pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki untuk memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi oleh umat dan bangsa.

Akhimya, kita semua harus berusaha melepaskan diri dari berbagai kesombongan, termasuk kesombongan intelektual. Sifat sombong itu, besar maupun kecil, tak layak bagi manusia. lbarat pakaian, !a hanya pantas sebagal 'selendang' kebesaran ...,dan keagungan Tuhan semata. Lain tidak! •



Kamis, 30 Juli 2009

Apa Keuntungan Memiliki Rumah yang Besar dan Mewah?

Kisah ini terdapat pada buku “PESAN INDAH DARI MAKKAH & MADINAH” yang diterbitkan oleh mizania dan di tulis Ahmad Rofi’ Usmani. Kisah ini bagiku sangat menyentuh….. karena banyak orang saat ini berlomba-lomba punya rumah besar dan mewah……………. Yang dibelinya dengan cara HALAL atau HARAM. Semoga sahabat zaameedhearts membelinya dengan cara yang halal….. AMIEN YA ROBBBB. Semoga kisah ini bisa bermanfaar buat kita semua……………………….



Apa Keuntungan Memiliki Rumah yang Besar dan Mewah?

HARI itu 'Ali bin Abu Thalib sebagai khalifah, selepas terjadi­nya Perang Unta, berkunjung ke Kota Bashrah. Kota pertama yang dibangun kaum Muslim atas perintah 'Umar bin Al­Khaththab ini terletak di Irak. Batu pertama kota ini dipancangkan `Utbah bin Ghazwan Al-Mazini pada 16 H/635 M. Semula, kota ini dimaksudkan sebagai kamp militer. Namun, Bashrah kemudian berkembang menjadi kota yang terbuka bagi seluruh lapisan masyarakat. Kota yang namanya teram­bil dari nama batu yang dipakai untuk membangun kota ini, yakni batu "Bashrah", pada awalnya dirancang sesuai dengan aneka ragam suku yang bermukim di kota ini. Tidak aneh jika bentuk kota ini dibuat memanjang. Setiap suku mendapat satu blok khusus. Letak kota ini cukup strategis dari segi perdagangan, yakni antara Suriah dan Iran, mem­buat kota yang terletak tidak jauh dari lokasi terjadinya Perang Unta pada Jumada Al-Tsaniyah 35/desember 656 M, yang melibatkan Ali bin Abu Thalib ini cepat berkembang menjadi kota besar. Di sisi lain, karena letaknya yang stra­tegis tersebut, kota ini acap menjadi pusat revolusi politik dan intelektual.

Di Kota Bashrah itu sang khalifah, antara lain, berkun­jung ke rumah Ala' bin Ziyad Al-Haritsi. Ketika tiba di rumah Ala' yang besar dan mewah, dan bertemu dengan tuan ru­mah, sang khalifah berkata, "Saudaraku! Sejatinya, apa keuntungan yang dapat engkau raih dengan memiliki rumah besar nan mewah ini? Padahal, engkau di akhirat kelak me­merlukan rumah yang lebih luas dan mewah daripada ru­mah ini? Namun, kalau engkau mau, sebenarnya engkau bisa menjadikan rumah ini sebagai prasarana untuk menda­patkan rumah yang lebih besar dan mewah di akhirat kelak. Caranya adalah: terimalah para tamu di rumah ini, perkuat­lah silaturahmi, tunjukkanlah hak-hak kaum Muslim di rumah ini, jadikanlah rumah ini sebagai prasarana untuk memenuhi hak-hak orang-orang yang memerlukannya, dan janganlah rumahmu ini engkau batasi hanya sebagai tempat untuk kepentingan dan kerakusan pribadi semata!"

`Amirul Mukminin! Ada yang akan saya katakan kepa­damu tentang saudara saya, 'Ashim bin Ziyad," ucap Ala' bin Ziyad Al-Haritsi.

"Katakanlah!" jawab sang khalifah.

... Ashim telah meninggalkan kehidupan dunia, berpakai­an dengan pakaian yang sangat lusuh, duduk menyendiri dan meninggalkan segala sesuatu." papar'Ala'.

"Pergilah, panggil 'Ashim!" perintah sang khalifah.

Ketika Ashim datang, 'Ali bin Abu Thalib pun berkata kepadanya, "Hai musuh dirinya sendiri! Setan telah meram­pas akalmu! Kenapa engkau tidak mengasihani anak istri­mu? Apakah engkau pikir Allah yang telah menciptakan semua nikmat yang suci dan halal ini tidak akan rela jika kau gunakan pada tempatnya? Demi Allah, engkau lebih rendah daripada apa yang kau duga!"

"Wahai Amirul Mukminin," jawab `Ashim. "Engkau pun serupa denganku. Engkau menyengsarakan dirimu sendiri dan kehidupanmu. Engkau pun tidak mengenakan pakaian yang halus, dan tidak juga menyantap makanan yang lezat. Karena itulah, aku mengikutimu sebagai teladan, melang­kah sebagaimana engkau melangkah!"

"Kau keliru, Ashim! Aku berbeda denganmu. Aku mem­punyai suatu kedudukan yang tidak kau miliki. Aku berjubah­kan seorang pemimpin. Kewajiban seorang pemimpin adalah kewajiban lain. Allah Swt. mewajibkan kepada setiap pemim­pin untuk berlaku adil, ketika rakyatnya yang paling rendah merupakan ukuran bagi kehidupan pribadinya. Pemimpin selayaknya hidup seperti kalangan rakyatnya yang paling miskin, agar penderitaan mereka tidak lebih memperparah keadaan mereka. Karena itu, dipundakku ada kewajiban dan di pundakmu ada kewajiban lain!”



Rabu, 29 Juli 2009

DIA MEMBUAT IBUNYA MENGEMIS DI DEPAN MASJID

Cerita nyata ini mengisahkan mengenai istri yang jahat (seperti di banyak sinetron INDONESIA) yang disebut ular betina……. Semoga para sahabat MUSLIMAH zaameedhearts tidak seperti itu, yang memberi banyak tuntuntan kepada pasangannya dan orangtua nya. Kisah ini terdapat pada buku”Malam pertama, setelah itu air mata” yang disusun oleh Ahmad Salim baduwailan. Di dalamnya banyak kisah yang mengharukan yang penuh pelajaran keimanan dan pelembut hati. Zaameedhearts sarankan agar para sahabat membeli buku itu, karena top abisssssskisahnya ………………….. semoga bermanfaat yaaa……………...


DIA MEMBUAT IBUNYA MENGEMIS DI DEPAN MASJID

Beberapa bulan lamanya wanita itu bertanya tentang putranya kepada para tetangganya. Dia ingin tahu apakah putranya baik-baik saja? Apakah dia sakit? Apakah dia sudah punya anak?

Wanita itu berpindah-pindah dari tetangga yang satu ke tetangga lainnya. Dia tinggal di rumah tetangga yang satu selama beberapa hari, lalu di rumah tetangga yang lain selama satu bulan, dan di rumah yang lain lagi lebih lama. Dia mulai merasa malu sekali dengan sedekah yang mereka berikan kepadanya. Dia merasa seperti menelan bara api yang merah menyala.

Ibu itu mendengar bahwa anak laki-lakinya masuk rumah sakit. la pun langsung naik taksi untuk melihat keadaan anaknya di rumah sakit itu. Tapi, di depan pintu kamar inap anaknya, dia malah bertemu dengan ular betina. Ular betina itu memprovokasi para dokter dan perawat agar mengusir wanita tersebut. Dia mengatakan bahwa wanita tersebut adalah orang gila yang dapat membahayakan peralatan medis. Akhirnya, mereka mengusirnya. Dia terus menangis dengan histeris, "Aku ingin melihat keadaannya. Dia anakku... Sayangku... Belahan jiwaku. Semoga Allah memelihara kalian. Jangan halangi aku untuk melihat keadaannya."

Sampai laki-laki itu keluar dari rumah sakit, ia tidak diberitahu bahwa ibunya sempat mengunjunginya. Dia menghabiskan sebagian besar hartanya untuk pengobatannya, bahkan seluruh hartanya. Dia juga menjual sebagian perabotan rumahnya.

Suatu hari ular betina berbintik-bintik itu berdiri di hadapan laki-­laki tersebut. Mereka bertengkar karena terlalu banyak tuntutan yang dibebankan kepadanya. Ketika tuntutannya tidak terpenuhi, maka dengan ketus ular betina itu berkata, "Aku sudah bersabar terhadapmu dan terhadap ibumu sebelumnya. Kamu sekarang -dan sangat disayangkan- bukan lagi seorang laki-laki. Aku tidak sanggup lagi hidup bersama orang melarat seperti kamu. Ceraikan aku! Apakah kau dengar! Ceraikan aku!"

Laki-laki itu mengatakan, "Seolah-olah dia menampar wajahku dengan tangan besi. Dia membuangku di tengah padang pasir yang luas dalam keadaan telanjang."

Laki-laki itu pun menceraikannya dan pergi mencari kenangan lama yang hilang. Yakni, "Ibunya yang tercinta, terhormat dan teraniaya".

Dia ketuk setiap pintu rumah di kampungnya yang lama. Dia menanyakan tentang keberadaan ibunya, tapi hasilnya nihil.

Dia mencari ibunya di kamar mayat rumah sakit, juga di kantor polisi tapi, hasilnya tetap nihil.

Dia merasa sangat lelah, hingga mengira bahwa ibunya telah tiada. Dia pergi tak tentu arah untuk mencari ibunya. Tanpa hasil.

Suatu hari, dalam perjalanan pulang, dia singgah di masjid kampungnya untuk melaksanakan shalat Maghrib. Dan dia berpikir, siapa tahu dia akan memperoleh kabar tentang ibunya dari tetangga-­tetangganya. Tiba-tiba dia melihat sebuah pemandangan yang bisa membuat orang kafir menjadi mukmin dan membuat orang yang maksiat menjadi taubat. sebuah pemandangan yang bisa memotong tali-tali jantung, mencabik-cabik usus, dan mengucurkan air mata dengan kuat.

Apa yang anda bayangkan?!

la melihat ibunya yang tercinta dan terhormat sedang meminta-­minta di atas trotoar masjid. Dahulu di masa kecilnya sang ibu memberinya 1 real, 5 real dan 10 real. Dan, sekarang hal yang sama terjadi. Ibunya menerima 1 real, 5 real dari orang-orang yang shalat. Dahulu di masa kecilnya sang ibu sangat menyayanginya dan sangat bersedih karena jauh darinya saat dirinya sudah dewasa, tetapi kini ia melihat ibunya mengemis untuk mempertahankan hidup. Ibu itu sudah bosan dengan pemberian dan sedekah paratetangga.

Dia merasa jadi beban bagi mereka. Dia juga merasa telah menistakan diri terlalu banyak, sehingga dia memutuskan untuk meminta belas kasih Allah di dekat rumah Allah.

Laki-laki itu bersimpuh di hadapan ibunya sambil mencium kaki dan tangannya, sambil meletakkan kedua kaki ibunya di pipinya. Tangisnya memecah langit Nejed.

Sebuah pemandangan yang bisa membuat seorang penyantun merasa kebingungan.

Dia menggendong ibunya di hadapan orang-orang yang hendak shalat. Dia membawa ibunya berjalan kaki menuju rumahnya. Dan dengan suara gemetar dan tersedu-sedu, dengan air mata dan penyesalan, dan dengan dialog yang memenuhi jalan, dia terus bergumam, "Semoga Allah mengutuk istri yang jahat, dokter, rumah gedongan, gaji, harta dan sernua orang yang memisahkan aku dan ibuku."

Dia pergi sambil menggendong ibunya dengan kedua tangan­ma, sementara ujung surbannya menggaris di tanah. lqal'(lingkaran yang mengikat surban di keapala)-nya berada di tangan kirinya, dan dia memberikan punggungnya kepada dunia.


Selasa, 28 Juli 2009

MEMBERI NAMA YANG BAIK

Kolom tanya jawab ini pernah diterbitkan pada harian REPUBLIKA sekitar tanggal 07 Maret 1997…. Mudah-mudahan isinya kolom ini bisa menambah wawasan kita sebagai pengikut NABI MUHAMMAD SAW… selamat membaca dan semoga bermanfaat bagi kita semua……………………amien


MEMBERI NAMA YANG BAIK

Bapak Quraish Shihab.

Mohon penjelasan tentang pemberian nama kepada anak. Benarkah ada hadis yang menyatakan bahwa nama yang terbaik adalah nama yang mengisyaratkan penghambaan diri kepada Allah? Saya harap Bapak dapat memberikan empat pilihan nama yang islami untuk anak wanita saya. Semoga nama-nama itu dapat memberi semangat bagi mereka. Terima kasih.

Ahmad Karim, Biringkanaya Ujung Pandang,

dan Ridhwan Usman, Wates Yogyakarta

Nabi SAW menjelaskan bahwa,”Anak berhak memperoleh nama yang baik dari meluhurkan budi pekerti dari orangtua­nya." Karena itu pula tidak jarang Rasul mengubah nama-nama yang buruk menja­di nama baik, untuk kota maupun manu­sia.

Salah satu contoh nama kota yang diganti Rasul adalah Yasrib. Yasrib mak­nanya mengecam. Nama itu kemudian diganti menjadi Madinah yang bermakna harfiah tempat peradaban.

Ali bin Abhi Thalib menamai putranya Hareb (perang). Nama itu diubah oleh Rasullullah dengan Alhasan (yang baik). Sedangkan Umar bin Khatab RA menamai anak perempuannya Ashiyah (durhaka atau pembangkang) dan Nabi Muhammad SAW menggantinya menjadi Jamilah, yang artinya cantik.

seorang wanita bernama Barrah, dina­mai oleh Nabi SAW, Zainab. Nama tersebut diberikan kepadanya antara lain agar nama tersebut menjadi doa untuknya, atau mengingatkan sang anak kepada sesuatu yang berkaitan dengan namanya atau agar ia meneladani tokoh yang berna­ma seperti itu.

Ketika seorang memberi nama anaknya Muhammad, Sudirman, Aisyah, Khadijah, atau Kartini, maka yang diharapkan dari nama ini adalah agar sang anak meneladani sifat tokoh-tokoh tersebut.

Ketika seorang anak dinamai Hasan, Budiman atau Syifa (kesehatan kesempur­naan) Halimah (kelapangan dada), Aminah (yang selalu merasa aman), maka itu semua bisa merupakan doa agar sang anak menyandang sifat-sifat yang terkan­dung dalam namanya.

Rasul SAW kerap memperoleh kesan dari nama sesuatu. Misalnya, saat berlangsung perundingan Hudaibiyah yang alot. Pimpinan delegasi musyrik pun silih berganti berunding.

Tetapi ketika Sahel (mudah), tampil sebagai pimpinan delegasi musyrik, Nabi SAW berkomentar, "Telah dipermudah perundingan kita.'' Dan ternyata perun­dingan, yang menghasilkan perjanjian Hudaibiyah itu, berhasil dengan amat baik.

Sebelum berkecamuknya perang Badar, terjadi duel, tiga lawan tiga. Ali (yang ting­gi) putra Abu Thalib melawan Alwalid (si anak kecil) putra Utbah. Dan paman Nabi SAW Hamzah (singa) melawan Syaibah (si orang tua) putra Rabiah. Ali dan Hamzah berhasil membunuh kedua lawannya, tetapi Ubaidillah (si kecil hamba Allah) yang melawan 'Utbah (yang dikecam perbuatannya) imbang dalam duel. Memang akhirnya atas bantuan Ali dan Hamzah, tokoh musyrik ketiga ini juga terbunuh. Sementara kaum shufi menilai, nama-­nama yang mereka sandang itu di sam­ping menggambarkan sifat mereka, juga menjadi doa hingga wajar jika hasil duel itu seperti di atas.

Kita boleh setuju atau tidak dengan kesan di atas. Namun yang jelas nama dapat memberi kesan baik hingga menim­bulkan percaya diri atau kesan buruk yang menimbulkan rasa rendah diri — paling tidak kepada anak yang diberi nama.

Ada yang meriwayatkan bahwa Nabi SAW. menyatakan: Nama yang paling disukai Allah adalah apa yang dengan Dia disembah, diriwayatkan oleh At-thabrani. Juga ada riwayat lain yang menambahkan setelah "Dia disembah" kata "dia dipuji".

Kedua hadis ini dinilai dhaif (lemah), seperti dijelaskan oleh AI-Albany dalam bukunya Silsilah Al-Ahadist Ad-dhaifah jilid 1-586. Hadis yang dinilai sahih adalah yang menyatakan "Nama yang paling disukai di sisi Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman" Diriwayatkan oleh Muslim, Abu Daud, dan Attirmizyd Ibnu Majah. n



Senin, 27 Juli 2009

BOLEHKAH BERWUDHU DENGAN BEKAS AIR LIMBAH ?

Artikel ini pernah terbit di harian REPUBLIKA pada hari Jumat, 2 Desember 1994, isinya masih up to date mengenai air yang saat ini makin sukar dan mahal. Apalagi dengan adanya issue Global Warming……. Semoga sahabat zaameedhearts bisa bijak dalam menggunakan air……… selamat membaca, dan semoga bermanfaat


BOLEHKAH BERWUDHU DENGAN BEKAS AIR LIMBAH ?

Berwudlu dengan air limbah, apalagi yang mengandung najis, Ulama sepakat untuk menghukuminya seba­gai tidak sah. Namun bagaimana bila ber­wudlu dengan air limbah yang telah diproses menjadi air bersih? Itulah isu me­narik yang banyak dipertanyakan oleh Para peserta seminar "Teknologi Air Bersih­ yang digelar ICMI Orsat Puspiptek Ser­pong bekerja sama dengan Majelis Usa­hawan Indonesia Untuk Pembangunan Berkelanjutan (MUIPB) di Jakarta, pekan lalu.

Menurut Dr. Nilyardi Kahar, peneliti se­nior dari Puslitbang Fisika Terapan UPI, pencemaran'air oleh limbah semakin hari akan semakin meluas, dan itu terjadi di mana-mana. Sementara persediaan sum­ber-sumber air bersih semakin langka. Ka­rena itu perlu segera dicari jalan keluarya. "Dengan teknologi yang jumlah dan ma­camnya sudah lumayan banyak, kini sudah dimungkinkan mengolah air limbah men­jadi air bersih menurut standar kualitas kesehatan," ujarnya.

Dilihat dari segi teknologi dan kesehat­an, lanjut Nilyardi, proses pengolahan lim­bah menjadi air bersih memang tidak men­jadi masalah. Namun nenurut syariah, bisakah hal itu dibenarkan? Dalam arti, apa­kah air limbah yang telah diproses menjadi air bersih itu bisa dipakai buat berwudlu?

Karena itu, menurut Ketua lCMI Orsat Puspiptek Dr. In Bambang, justifikasi fikih tentang suci tidaknya air olahan dari lim­bah ini perlu segera dilakukan. Ini, lanjut­nya, karena betapapun hebatnya sebuah teknologi pengolahan air bersih, pada akhimya harus dikembalikan kepada kon­sumen sebagai pengguna air bersih. Dan di Indonesia masyarakat konsumen itu ham­pir 90 persennya adalah umat Islam, yang tentu saja sangat peduli dengan status ke­bersihan air.

Menurut K.H. Ali Yafie yang bersama­sama dengan ahli lingkungan dari ITB Prof. Dr. Soemarwoto menjadi pembicara utama pada seminar sehari itu, ajaran Islam menjelaskan bahwa air pada dasarnya ada­lah bersih, yakni ketika pertama kali keluar dari sumbernya, seperti air hujan, laut, sungai, sumur, mata air, air beku (es), dan embun. Menurut syariat. macam-macam air ini disebut ma' muthlaq (air murni), da­lam arti air itu bisa dipakai untuk bersuci (thaharah).

Namun karena air yang sampai pada kita seringkah sudah terkena oleh pengaruh unsur lain atau mengalami proses, menurut Kyai Ali, fikih (hukum Islam) lalu mem­baginya menjadi empat jenis. Pertama, air bersih yang layak digunakan untuk ibadah, yang dalam istilah fikihnya thahir, mut­hahhir, ghairu makruh, seperti air sumur, hujan, sungai, laut, dan seterusnya. Kedua, air bersih yang kurang layak digunakan untuk ibadah (thahir, muthahhir, makruh), misalnya, air yang dimasak. Ketiga, air be­kas, tidak dapat digunakan untuk ibadah (ma' musta’mal). Dan keempat, air kotor yang tercemar najis, tidak dapat digunakan untuk ibadah (ma'mutanajjis).

Dari adanya kalisifikasi air tersebut, lan­jut Ali Yafie, dapat disimpulkan bahwa kualitas air yang dapat digunakan untuk ibadah adalah air murni yang bersih, tidak tercemar kotoran, bukan bekas pakai dan tidak bermasalah (kemungkinan mengan­cam kesehatan). "Ini menandai betapa ke­cermatan yang harus kita lakukan dalam hal memilih jenis air yang akan kita pakai untuk ibadah, termasuk di dalam-nya air yang kita gunakan untuk minum, karena makan dan minum adalah prasarana iba­dah, - ujar salah seorang ketua MUT, ini, sembari mengutip sebuah kaidah Ushul Fiqh: Maa laa yatimmul wajibu illa bihi fahuwa wajib (Sesuatu yang menjadi sya­rat wajibnya sesuatu, maka hal itu menjadi wajib).

Lalu, bagaimana hukum air bekas atau air tercemar yang diproses menjadi air ber­sih dan digunakan untuk ibadah? Menurut Ali Yafie, penalaran hukum Islam (fikih) mengenal suatu istilah istihalah (perubah­an — Red). Yang dimaksud dengan istiha­lah adalah perubahan suatu benda menjadi benda lain yang berdampak pada perubah­an hukumnya. Air sari buah anggur segar yang manis, misalnya, adalah minuman bersih yang halal. Tetapi bila suatu ketika air sari buah anggur itu berubah menjadi minuman keras yang memabukkan, maka air itu menjadi najis yang terlarang. Na­mun, bila ia berubah lagi menjadi cuka, maka cairan itu menjadi benda yang bersih dan halal hukumnya untuk disantap.

Proses perubahan suatu benda (padat, cair atau gas), jelas mantan pejabat Rais Aam Syuriah NU ini, dapat berlangsung secara alamiah atau dengan rekayasa. Dan hasil dari kedua bentuk istihalah (perubah­an) ini adalah sama, yakni benda pertama dengan nama dan sifat-sifatnya yang khas, berubah nama dengan sifat yang lain yang membedakannya dengan benda pertama asalnya, sehingga mengakibatkan perubah­an status hukumnya. "Analog dengan itu, air bekas atau air kotor yang diproses men­jadi air bersih, murni, dan sehat, dapat menjadi sarana ibadah seperti air murni yang alamiah yang berstatus thahur (ber­sih)," tutumya.

Diakuinya, para ulama berbeda penda­pat mengenal istihalah. "Namun, demi ke­maslahatan umat manusia dewasa ini yang sangat berkepentingan pada tersedianya air bersih yang cukup, kiranya perlu dipertim­bangkan penerapan teori istihalah ini untuk memenuhi suatu kebutuhan nyata dari ke­hidupan umat manusia yang populasinya kian bertambah," jelas Ali Yafie. "Di samping itu memang sumber daya alam yang namanya air bersih jumlahnya kian berkurang karena tercemar limbah dan kotoran. Untuk ini air tercemar tersebut bisa diperbarui dengan teknologi air bersih.”

Menyinggung pengolahan air laut, me­nurut Ali Yafie, pada dasamya adalah suci, tidak bermasalah untuk digunakan sebagai sarana ibadah. Air laut secara langsung da­pat digunakan untuk berwudlu dan mandi. "Hanya untuk digunakan sebagai air mi­num dan dipakai memasak, tidak menjadi kebiasaan umumnya manusia. Maka, per­ubahan air laut menjadi air tawar, jelas ti­dak tersangkut masalah hukum fikih ini," tambahnya.

Sementara itu, pakar lingkungan Prof. Dr. Otto Soemarwoto dalam pengantar ce­ramahnya menguraikan, betapa pentingnya penguasaan iptek di kalangan umat Islam. Menurut Otto, umat Islam masa kini terlalu mengutamakan masalah pengkajian ilmu agama, tapi kurang memperhatikan pe­nguasaan dan pengembangan iptek atau ilmu-ilmu umum. “Pemisahan antara ilmu agama dan ilmu umum, mestinya sudah la­ma kita tinggalkan. Ini bila kita semua me­mang menginginkan adanya kebangkitan kembali Islam," katanya. n dam/jun