Makkah - Ini sudah 9 hari Hajah Nurmian bersabar di Makkah. Tahun 2010 ini Hajah Nurmian naik haji untuk yang kedua kali. Tapi haji yang kedua ini, ibu hajah benar-benar harus sabar.
Soal bersabar tentu Hajah Nurmian sudah sangat paham. Jamaah kloter 9 Batam ini tahu melaksanakan ibadah haji akan menemui banyak ujian termasuk dalam hal kesabaran.
Maka ketika Sabtu (6/11/2010) siang, kloter 9 embarkasi Batam, berdemo di Kantor Haji Indonesia Makkah, Hajah Nurmian tampak tenang meski tidak bisa menyembunyikan kekecewaan yang sudah dipendam satu minggu lebih.
Jamaah asal Riau termasuk Hajah Nurmian datang ke Daker Makkah untuk memprotes kondisi pemondokan mereka yang buruk. Di Daker, sebagian dari mereka duduk di lantai, di kursi dan beberapa tempat ruang kerja staf PPIH Daker Mekkah. Mereka kembali datang karena sudah sepekan keluhan mereka tidak ditanggapi.
Sejumlah jamaah laki-laki marah dan berteriak-teriak memprotes Kepala Daerah Kerja Mekkah Cepy Supriyatna. Tapi Hajah Nurmian memilih tidak emosional.
Saat ditanya wartawan, baru dengan suara yang tenang, Hajah Nurmian menuturkan kondisi buruk pemondokannya. Ia juga menceritakan, perjalanan dari pemondokan menuju Masjidil Haram sungguh tidak ringan terlebih bagi nenek seusia Nurmian.
Hajah Nurmian tinggal di rumah 313 Aziziah Samaliah, yang jaraknya sekitar 6 kilometer dari Masjidil Haram. Rumah itu dihuni sekitar 2.000 jamaah. Kondisi pemondokan menyedihkan, air sering macet dan fasilitas MCK tidak memadai. Satu kamar dihuni 7-9 jamaah. Sementara fasilitas kamar mandi hanya ada dua untuk 30 jamaah.
"Kami harus bangun jam satu pagi untuk antre mandi. Subuh air sudah mati, nak," tutur Hajah Nurmian dengan suara datar.
Setelah bersabar mengantre mandi sekitar satu jam, nenek 69 tahun ini pun harus kembali sabar mendapatkan angkutan. Nenek kurus ini berjalan sekitar 200 meter dari pemondokan untuk mendapatkan bus.
"Bus tidak mau masuk karena pemondokan kami ada di dalam gang. Kami naik bus dua kali dan berdesak-desakan dan sering harus berdiri," curhat Ibu Hajah ini.
Turun dari bus, nenek-nenek ini berjalan lagi 1 kilometer lebih untuk sampai di Masjidil Haram.
Selain perjalanan yang berat dari pemondokan ke Masjidil Haram, Hajah Nurmian juga mengeluhkan tentang kesulitan makanan. Di pemondokan memang disediakan dapur dengan kompor gas, tapi gasnya tidak ada dan ia tidak tahu harus kemana bila ingin membelinya.
"Yang kami sedihkan ada orang Indonesia jualan nasi, tapi kemarin saat datang diburu polisi. Bagaimana kami bisa makan?" kata Nurmian.
Menurut Katua Rombongan (Karom) 2 kloter 9 Batam, Jamal, separuh dari jamaah di kloternya merupakan jamaah usia lanjut. Jamal meminta kloternya bisa dipindah ke pemondokan yang lebih dekat.
Sementara Cepy berjanji akan meninjau pemondokan jamaah dan meminta pemilik pemondokan agar memperbaiki fasilitasnya terutama air.
"Kami akan panggil pemilik rumahnya agar memperbaiki fasilitas," kata Cepy.
Para jamaah laki-laki tetap tidak terima dengan penjelasan Cepy. Mereka meminta agar mendapat pengembalian uang untuk ganti transportasi.
"Selesaikan hari ini. Atau kalau tidak bisa kembalikan uang kami. 1.200 riyal per jamaah. Pondok di sekitar situ harganya 2.200 riyal, sementara pondok 313 yang kami tempati harga yang harus dibayar 3.400 riyal," kata Jamal.
Hajah Nurmian menyatakan ia ikut datang memprotes Daker Mekkah bukan berarti ia tidak bersabar. Ia mengaku ingin tahu kenapa jamaah Indonesia yang jumlahnya besar mendapatkan pemondokan yang jauh dan buruk dibandingkan jamaah negara lain.
"Kenapa jamaah Indonesia mendapatkan pemondokan yang paling jauh? Jamaah Iran dan Irak yang jumlahnya sedikit bisa mendapat pemondokan di tengah," ujar Hajah Nurmian.
(iy/rdf)
Soal bersabar tentu Hajah Nurmian sudah sangat paham. Jamaah kloter 9 Batam ini tahu melaksanakan ibadah haji akan menemui banyak ujian termasuk dalam hal kesabaran.
Maka ketika Sabtu (6/11/2010) siang, kloter 9 embarkasi Batam, berdemo di Kantor Haji Indonesia Makkah, Hajah Nurmian tampak tenang meski tidak bisa menyembunyikan kekecewaan yang sudah dipendam satu minggu lebih.
Jamaah asal Riau termasuk Hajah Nurmian datang ke Daker Makkah untuk memprotes kondisi pemondokan mereka yang buruk. Di Daker, sebagian dari mereka duduk di lantai, di kursi dan beberapa tempat ruang kerja staf PPIH Daker Mekkah. Mereka kembali datang karena sudah sepekan keluhan mereka tidak ditanggapi.
Sejumlah jamaah laki-laki marah dan berteriak-teriak memprotes Kepala Daerah Kerja Mekkah Cepy Supriyatna. Tapi Hajah Nurmian memilih tidak emosional.
Saat ditanya wartawan, baru dengan suara yang tenang, Hajah Nurmian menuturkan kondisi buruk pemondokannya. Ia juga menceritakan, perjalanan dari pemondokan menuju Masjidil Haram sungguh tidak ringan terlebih bagi nenek seusia Nurmian.
Hajah Nurmian tinggal di rumah 313 Aziziah Samaliah, yang jaraknya sekitar 6 kilometer dari Masjidil Haram. Rumah itu dihuni sekitar 2.000 jamaah. Kondisi pemondokan menyedihkan, air sering macet dan fasilitas MCK tidak memadai. Satu kamar dihuni 7-9 jamaah. Sementara fasilitas kamar mandi hanya ada dua untuk 30 jamaah.
"Kami harus bangun jam satu pagi untuk antre mandi. Subuh air sudah mati, nak," tutur Hajah Nurmian dengan suara datar.
Setelah bersabar mengantre mandi sekitar satu jam, nenek 69 tahun ini pun harus kembali sabar mendapatkan angkutan. Nenek kurus ini berjalan sekitar 200 meter dari pemondokan untuk mendapatkan bus.
"Bus tidak mau masuk karena pemondokan kami ada di dalam gang. Kami naik bus dua kali dan berdesak-desakan dan sering harus berdiri," curhat Ibu Hajah ini.
Turun dari bus, nenek-nenek ini berjalan lagi 1 kilometer lebih untuk sampai di Masjidil Haram.
Selain perjalanan yang berat dari pemondokan ke Masjidil Haram, Hajah Nurmian juga mengeluhkan tentang kesulitan makanan. Di pemondokan memang disediakan dapur dengan kompor gas, tapi gasnya tidak ada dan ia tidak tahu harus kemana bila ingin membelinya.
"Yang kami sedihkan ada orang Indonesia jualan nasi, tapi kemarin saat datang diburu polisi. Bagaimana kami bisa makan?" kata Nurmian.
Menurut Katua Rombongan (Karom) 2 kloter 9 Batam, Jamal, separuh dari jamaah di kloternya merupakan jamaah usia lanjut. Jamal meminta kloternya bisa dipindah ke pemondokan yang lebih dekat.
Sementara Cepy berjanji akan meninjau pemondokan jamaah dan meminta pemilik pemondokan agar memperbaiki fasilitasnya terutama air.
"Kami akan panggil pemilik rumahnya agar memperbaiki fasilitas," kata Cepy.
Para jamaah laki-laki tetap tidak terima dengan penjelasan Cepy. Mereka meminta agar mendapat pengembalian uang untuk ganti transportasi.
"Selesaikan hari ini. Atau kalau tidak bisa kembalikan uang kami. 1.200 riyal per jamaah. Pondok di sekitar situ harganya 2.200 riyal, sementara pondok 313 yang kami tempati harga yang harus dibayar 3.400 riyal," kata Jamal.
Hajah Nurmian menyatakan ia ikut datang memprotes Daker Mekkah bukan berarti ia tidak bersabar. Ia mengaku ingin tahu kenapa jamaah Indonesia yang jumlahnya besar mendapatkan pemondokan yang jauh dan buruk dibandingkan jamaah negara lain.
"Kenapa jamaah Indonesia mendapatkan pemondokan yang paling jauh? Jamaah Iran dan Irak yang jumlahnya sedikit bisa mendapat pemondokan di tengah," ujar Hajah Nurmian.
(iy/rdf)
http://www.detiknews.com/read/2010/11/07/080653/1488442/10/ibu-hajah-harus-antre-mandi-dari-jam-satu-pagi?n991102605
Tidak ada komentar:
Posting Komentar