Minggu, 21 Maret 2010

Menyikapi Mimpi

Oleh Ainul Hads Lc


Ada tiga kelompok manusia dalam menyikapi mimpi. Pertama, mereka menjadikan mimpi sebagai petunjuk, bahkan lebih mengutamakannya daripada syariat. Kedua, mereka menganggap mimpi tak lebih dari bunga tidur, sehingga tidak menaruh perhatian sama sekali. Ketiga, mereka yang mengambil jalan tengah: mimpi bisa jadi petunjuk dan bias juga hanya sebagai bunga tidur.

Dalam bahasa Arab, mimpi biasa disebut dengan ruya atau hulm. Tetapi kata ruya lebih banyak digunakan untuk mimpi yang baik, sedang kata hulm untuk mimpi yang buruk. Barangkali, dibedakannya makna dua kata yang sebenarnya sinonim itu mengacu kepada sabda Rasul saw, "Mimpi yang baik dan benar adalah dari Allah, sedang mimpi yang buruk (hulm) adalah dari setan." (HR. Bukhari).

Dalam Islam, mimpi mempunyai kedudukan yang tinggi. Ini terbukti dengan banyaknya hadis Nabi saw dan ayat Alquran yang membicarakan tentang mimpi. Misalnya, Alquran mengisahkan tentang keinginan Nabi Ibrahim menyembelih putranya, Ismail, karena mimpi yang ia lihat. (Ash Shaffat: 102-105). Dalam surat Yusuf juga dikisahkan panjang lebar tentang mimpi seorang raja, mimpi Nabi Yusuf, serta kedua kawannya yang ada di penjara.

Menjelang Perang Badar, Nabi Muhammad saw mimpi melihat pasukan kaum kafir hanya berjumlah sedikit, sehing­ga memotivasi semangat jihad umat Islam (Al Anfal: 43). Sebelum penaklukan Kota Mekah, Nabi saw terlebih dahulu diperlihatkan kronologinya dalam mimpi, dan ternyata mimpi itu benar-benar menjadi kenyataan (Al Fath: 27).

Para ulama — berdasarkan teks wahyu — membagi orang yang mengalami mimpi menjadi tiga kelompok. Pertama, mimpi para nabi. Mimpi mereka semuanya adalah benar sekaligus wahyu, dan terkadang mimpi tersebut memerlukan takwil. Kedua, mimpi orang-orang saleh. Mayoritas mimpi mereka adalah benar dan biasanya memerlukan takwil. Ketiga, mimpi orang-orang selain dua golongan di atas.

Menurut ulama, mimpi kelompok yang terakhir itu juga terbagi menjadi tiga golongan. Pertama, mimpi yang dialami oleh mereka yang tak dikenal mana yang lebih banyak antara kebaikan atau keburukannya. Mimpi orang semacam ini terkadang benar dan terkadang sebaliknya. Kedua, mimpi orang-orang fasik. Mayoritas mimpi mereka adalah adhghats (mimpi yang kacau) dan sangat jarang mimpi benar. Ketiga, mimpi orang-orang kafir. Mereka sangat jarang sekali menda­patkan mimpi yang benar.

Dari sini, sesungguhnya mimpi bisa dijadikan salah satu barometer tentang keimanan kita. Apabila kita sering mimpi buruk, maka seharusnyalah kita berintrospeksi diri, mengevaluasi hubungan kita dengan Allah.

Ibnu Qayyim menasihatkan, "Siapa saja yang ingin mimpinya benar, hendaklah ia berlaku benar. Makan hanya dari yang halal serta menjaga semua perintah dan larangan Allah swt. la harus tidur dalam keadaan suci yang sempurna, menghadap kiblat lalu berzikir kepada Allah sampai tertidur. Jika demikian yang ia lakukan, sungguh mimpinya tak akan berdusta sama sekali.





Pemberdayaan Kekayaan


Oleh Syarqawi Dhofir


Walaupun kesenjangan masih dirasakan, namun pertumbuhan ekonomi telah menambah benar tetesan dan pembagian kue pembangunan kepada masyarakat luas. Sejalan dengan itu, kesejahteraan meningkat dan orang kaya pun semakin bertambah, baik jumlah orang maupun kekayaannya. Namun apakah pendidikan kesadaran mendayagunakan kekayaan secara benar telah Sejalan dengan pertumbuhan ltu?

Lembaga pendidikan kita masih terlalu memfokuskan perhatian pada bagaimana mengisi otak agar bisa melakukan usaha yang menguntungkan secara ekonomis. Masih jauh dari upaya bagaimana membersihkan jiwa agar menjadi orang yang tahu benar bagaimana memahami, memproporsionalkan, dan mendayagunakan kekayaan — bukan hanya menggunakan-nya.

Menurut Rasulullah saw lewat riwayat yang disampaikan oleh Abul Laits, setan itu selalu berusaha untuk menghiasi visi orang kaya agar enggan menjalankan kewajiban-kewajjlbannya. Kalau tidak, setan akan memotivasinya untuk membelanjakan dan menggunakan kekayaannya tidak pada hal yang semestinya. Atau mencintakan hati si kaya pada kegigihan usaha memperbesar keuntungan dan kekayaan dengan cara-cara yang tidak halal.

Kalau sabda Rasulullah itu diterjemah ke dalam bahasa psikologi, jiwa orang kaya sangat mudah dan peka untuk dijangkiti tiga jenis penyakit kejiwaan. Pertama, mispersepsi (salah pandang) tentang kekayaan dan kemiskinan, sehingga mudah lupa kewajiban. Banyak orang memandang kekayaan hanya sekadar sebagai hasil jerih payahnya sendiri. Mereka lupa bahwa kekayaan itu jugs berfungsi sebagai fitnah atau cobaan untuk mengukur kesetiaan dan ketaatannya kepada Allah (Al-Anfal:28).

Di antara orang kaya bahkan tak jarang memandang orang miskin sebagai yang dibenci Allah. Sikap ini sama dengan Sikap kafir tatkala diperintahkan oleh Allah untuk menafkahkan sebagian hartanya. Kata mereka, "Apakah kami akan memberi makan kepada orang-orang yang bila Allah menghendaki tentu Allah akan memberinya makan." (Yasin: 47).

Penyakit kedua, disfungsi, salah dalam memfungsikan dan memanfaatkan kekayaan. Kekayaannya memberi peluang untuk berbuat apa saja. Dapat melemahkan dan bahkan menghilangkan kemampuan pengendalian dirinya, sehingga menjadi orang yang konsumtif. Padahal kemampuan pengendalian itu sangat penting. Saking pentingnya, Rasulullah sampai berkata, "Siapa masuk pasar, lalu melihat barang yang diinginkan, tetapi ia menahan diri (bersabar) sambil mengharap pahala dari Allah, maka yang demikian lebih balk dari sedekah seratus ribu dinar di jalan Allah."

Penyakit ketiga, takatsur, lomba adu kekayaan. Dan untuk memenangkannya, orang-orang kaya berusaha dengan semua kiat bisnis, termasuk kiat yang tidak halal. Mereka yang demikian tak terbiasa dengan fair bisnis, dan karenanya tak pernah bisa menjadi pedagang jujur yang mampu berkompetisi dalam Skala internasional. Lalu,... terserah Anda! n



Rabu, 17 Maret 2010

yang mempesona dari benteng solahudin al ayubi

posisinya di kairo










http://www.kaskus.us/showthread.php?t=3622585

kumpulan foto keajaiban Allah.. Subhanallah..

Spoiler for keajaiban Allah:
Batu Gantung

Bukti kebesaran Allah SWT batu tempat duduk Nabi Muhammad SAW saat Isra Mi'raj sampai kini masih tetap melayang di udara. Pada saat Nabi Muhammad mau Mi'raj batu tsb ikut, tetapi Nabi SAW menghentakan kakinya pada batu tsb, maksudnya agar batu tsb tak usah ikut. Kisah Isra Mi'raj Nabi Muhammad SAW tentang batu gantung tsb yang berada dalam masjid Umar (Dome of the Rock) di Lingkungan Masjidil AQSHA di Yarusalem ini foto dari rekan saya , riska sewaktu melawat Al Aqsa (yg sebenarnya) di Jerusalem, Subhanallah ... foto ini bisa lolos karena tidak diketahui oleh pihak israel yg menjaga tempatnya dengan sangat ketat.

Spoiler for keajaiban Allah:
air zam-zam yang tak pernah kering walau diminum jutaan orang selama ratusan tahun

Spoiler for keajaiban Allah:
Kepiting

Aneh. Kepiting ini memiliki cangkang yang bertuliskan huruf Arab. "Setelah disiram air panas, kemudian disiram lagi dengan air dingin, ternyata dari cangkang kepiting ini muncul tulisan. Seperti huruf Arab," ujar Serka ARMADA HENDRAWAN anggota POMDAM V Brawijaya, yang pertama kali melihat kepiting itu, Selasa (31/07). [surabaya.net]

Spoiler for keajaiban Allah:
Kucing

Seekor kucing bernama si Belang menjadi perhatian warga Ampera Poncol, Tangerang, Banten, Rabu (28/3). Pemicunya adalah bulu lembut di tubuh si Belang membentuk lafal Allah.

Si Belang, kucing manis yang bertuliskan lafal Allah ini menjadi perhatian banyak orang bahkan pernah ada orang yang menawar kucing itu Rp 500 ribu.


Bulu pada si Belang yang membentuk lafal Allah


Deni Maulana (10) pemilik si Belang. Dia tidak mau menjual atau memberikan peliharaan kesayangannya itu pada orang lain.


Eti ibunda Deni Maulana mengatakan bila sampai si Belang dijual, dirinya takut kualat. "Pamali. Orang sih jual ayam atau burung, bukan jual kucing". [detik..com]

Spoiler for keajaiban Allah:
The Name of ALLAH "di daun jambu air"

Spoiler for keajaiban Allah:

Spoiler for keajaiban Allah:

Spoiler for keajaiban Allah:


sumber http://galeri.myquran.org/main.php?g2_itemId=1019

http://www.kaskus.us/showthread.php?t=3616504

Kebahagiaan Bersama Rasulullah

Oleh A Ilyas Ismail

Kebahagiaan bersama Nabi Muhammad SAW sesungguhnya tak hanya milik para sahabat dan kaum Muslimin yang hidup di awal periode Islam. Kebahagiaan itu juga milik semua orang yang beriman kepada beliau, meskipun mereka tidak pernah bertemu dan melihatnya secara langsung.

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Rasul SAW memberikan penghormatan lebih besar justru kepada orang-orang Islam generasi belakangan. Katanya, ''Berbahagialah orang yang melihatku dan beriman kepadaku, lalu berbahagialah (Rasul mengulang tiga kali) orang yang tidak melihatku, tetapi beriman kepadaku.'' (HR Ahmad dari Abi Sa`id al-Khudri).

Dalam hadis Ahmad yang lain dari Abi Umamah, juga dari Anas Ibn Malik, diterangkan bahwa penghormatan Nabi itu diungkapkan bukan tiga kali, melainkan tujuh kali. Pertanyaannya, mengapa Rasul memberikan penghargaan begitu besar justru kepada orang-orang yang beriman dari generasi belakangan? Apakah penghormatan itu pantas buat mereka?
Jawabannya, penghargaan itu tentu saja tepat dan pantas buat mereka karena tiga alasan berikut ini.

Pertama, mereka beriman kepada Rasul meski tak pernah melihat dan bertemu beliau secara langsung. Mereka tetap beriman meski tidak menyaksikan wibawa dan mukjizat Rasul dalam kehidupan sehari-hari. Ini merupakan suatu keutamaan. Di sini, menurut al-Manawi, pengarang Faydh al-Qadir, terkandung 'kekuatan iman' yang sangat kuat pada kaum Muslim generasi belakangan.

Kedua, bila kaum Muslim generasi awal mendapat kemuliaan karena fitnah dan ujian berat yang mereka derita, maka fitnah dan ujian yang sama juga bisa menimpa kaum Muslim generasi belakangan, bahkan bisa lebih berat lagi. Ingat sabda Nabi, ''Islam datang sebagai sesuatu yang asing, dan akan kembali menjadi asing, maka berbahagialah orang-orang yang asing.'' (HR Muslim dari Abu Hurairah).

Ketiga, penghormatan itu berkenaan dengan peluang dan kesempatan dakwah yang dimiliki kaum Muslim generasi sekarang. Dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, kaum Muslim sekarang bisa berdakwah dan mengembangkan Islam secara lebih luas, tak hanya pada tataran nasional, tapi juga regional dan global.

Dengan begitu, kaum Muslim sekarang bisa memperoleh keutamaan, seperti kaum Muslim generasi awal, bahkan keutamaan yang lebih besar, asalkan mereka teguh beriman kepada Rasul, mengikuti ajaran dan sunahnya, serta berjihad dan mendakwahkan Islam dengan segala kemampuan dan kekuatan yang dimiliki di tengah-tengah masyarakat yang makin rusak dan jauh dari petunjuk Islam.


http://www.republika.co.id/berita/106140/kebahagiaan-bersama-rasulullah

Selasa, 16 Maret 2010

Introspeksi


Oleh Alwil Shahab


Banyak ayat Alquran maupun hadis Nabi Muhammad saw yang memerintahkan kepada kita untuk mere­nungkan apa yang telah kita perbuat untuk hari esok (akhirat) kelak. Kita diperintah untuk memperhatikan dan menghitung diri menghadapi hari kemudian itu. Orang-orang bijak mengatakan bahwa amal perbuatan manusia dapat diumpamakan dengan barang bawaan yang terlebih dahulu dikirim untuk kemudian dijemput oleh pemiliknya.

Imam Ghazali telah mengingatkan kepada kita agar jangan merasa aman oleh kerasnya hati kita yang disebabkan oleh dosa-dosa. Lalu beliau memerintahkan agar kita mere­nungkan diri (menghitung diri). Jika merasa berdosa hendaknya kita bertobat, dan jika selamat dari dosa bersyukurlah kepada Allah dengan memperbanyak ibadah.

Kita harus sadar bahwa akhirat adalah semata-mata rumah yang dibangun dengan bahan baku amal perbuatan. Dengan kata lain, amal perbuatan yang kita lakukan di dunia ini -jika itu amal baik - di di hari yang langgeng di akhirat kelak kita akan memperoleh keuntungan. Sebaliknya kecelakaan akan menimpa kita, apabila amal perbuatan kita berupa dosa-dosa. Nabi saw pernah mengatakan bahwa orang yang pailit (merugi) adalah orang yang menghadap Allah dengan amalan dan perbuatan yang tidak terpuji.

Sahabat Ali bin Abu Thalib mengatakan, hitunglah dirimu sebelum Allah menghitungmu. Kita juga sering mendengar ungkapan yang menyatakan, "Salatlah kamu, sebelum kamu di disalatkan orang." Tentu saja yang dimaksudkan salat di sini termasuk melakukan amal-amal perbuatan baik.

Dengan demikian, siapa saja yang percaya akan keadilan Allah (Hari Pembalasan) — di mana segala amal kebaikan dan keburukan manusia diperhitungkan kelak — dia harus mem­'perhitungkan diri. Karena sudah merupakan hukum alam bahwa setiap benih amal — baik ataupun burukbi dunia ini —niscaya akan kita petik hasilnya di akhirat kelak. Nabi sendiri telah menegaskan bahwa dunia adalah ladang akhirat.

Kita sendiri diwajibkan untuk percaya akan hari akhirat atau kebangkitan, karena ia merupakan salah satu prinsip pokok atau dasar agama Islam. Dan melalui perenungan diri, dimaksudkan agar manusia mampu merenungi segala kesalahan-kesalahannya untuk tidak diperbuatnya lagi. Tentu saja manusia tidak pernah luput dari kesalahan. Karena, sebagai dikatakan oleh Murtadha Muttahari dalam kitab Orang-orang Bijak, perbedaan antara orang mukmin dan bukan mukmin bukan terletak pada orang mukmin tidak pernah melakukan kesalahan dan orang yang bukan mukmin melakukan kesalahan.

Namun perbedaanya ialah, seorang mukmin tidak melakukan dua kali kesalahan pada hal yang sama, sedang­kan orang-orang bukan mukmin melakukan berkali-kali kesalahan yang sama, karena nuraninya buta.

Allah berfirman, "Patutkah Kami memperlakukan orang-­orang beriman dan mengerjakan amal saleh sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi? Patutkah (pula) Kami memberlakukan orang-orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang berbuat maksiat?" (QS Shaad - 28). n



Keberkahan


Oleh A.M. Fatwa


"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Tetapi mereka mendustakan ayat-ayat Kami. Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. " (QS. Al-A'rof 96).


Berkah atau "barokah" maknanya adalah karunia Allah yang luas.. Dan paduan ayat di atas lahirlah istilah "Imtaq" yang sudah sangat populer sekarang ini sebagai wacana pembangunan kita. Tidak lain agar pembangunan yang kita laksanakan tetap serasi dengan hukum Allah yang terdapat dalam alam semesta, kehidupan masyarakat, dan sejarah. Dalam hal ini Bung Hatta, salah seorang proklamator kita, pernah menjelaskan bahwa percaya kepada Tuhan Yang Mahaesa (iman) merupakan dasar yang memimpin cita-cita kenegaraan untuk menyelenggarakan yang balk bagi rakyat.

Alquran meletakkan persyaratan iman dan taqwa bagi turunnya berkah Allah tidak lain karena ajaran ini akan mengajak manusia melaksanakan harmoni di dalam alam dan persaudaraan antar manusia, memperkuat pembentukan karakter bangsa, dan rnelahirkan manusia yang punya rasa tanggungjawab.

Kebalikan dari berkah adalah laknat atau la'nah yang artinya terkutuk — suatu keadaan di luar kelaziman yang diwarnai bencana demi bencana. Dalam menguraikan fenomena tentang berkah dan bencana, Imam Ghazali mengatakan, "Apabila manusia telah takut menyebut yang benar, orang-orang tidak mampu berbicara yang bersifat nasehat, pemuda-pemuda diam bungkam, atau ada ulama yang berusaha menutup-nutupi kesalahan umaro' (penguasa), atau apabila para umaro' tidak lagi mempunyai rasa takut berbuat munkar, atau orang-orang kaya telah diperintah oleh gundik-gundiknya, maka janganlah mengharapkan ada keberkahan dan tunggulah bencana demi bencana." (Ihya' I, 68)

Apa yang dikemukakan Imam Ghazali tersebut berintikan masalah akhlak sosial. Sejalan dengan ini, beberapa waktu yang lalu Menteri Penerangan R. Hartono pernah menyampaikan keprihatinannya terhadap kemerosotan akhlak bangsa kita sampai perlu mendorong.para ulama, melalui MUI khususnya, agar lebih berani meme-rankan fungsinya sebagai pembimbing urnat, tidak perlu takut melakukan kritik terhadap penyimpangan.

Semua itu adalah bagian dari kesadaran tersembunyi kita terhadap keinginan memelihara berkah Allah atas negeri kita ini. Sebab setelah Allah tidak lagi menurunkan para Nabi dan Rasul, maka fungsi perbaikan umat itu memang terpikul pada pundak para ulama.

Sejauh ini para ulama sangat menghargai berbagai gerakan perbaikan oleh pemerintah dalam menangani pembangunan. Namun, meskipun perbaikan di, sana sini itu penting, para ulama tetap berpendapat bahwa yang terpenting haruslah rnenyentuh sisi akhlak manusianya.

Maka pada momen sekarang ini ada baiknya pembangunan akhlak yang luhur, di masa agama adalah unsur mutlaknya itu, memperoleh perhatian semestinya pada perumusan GBHN mendatang. Sebab, hanya dengan cara demikian kita tidak melupakan ikhtiar kita terhadap pemenuhan persyaratan iman dan taqwa bagi terpeliharanya berkah Allah atas negeri tercinta ini. n



keislaman seorang Napoleon Bonaparte

Quote:
Siapa yang tidak mengenal Napoleon Bonaparte, seorang Jendral dan Kaisar Prancis yang tenar kelahiran Ajaccio, Corsica 1769. Namanya terdapat dalam urutan ke-34 dari Seratus tokoh yang paling berpengaruh dalam sejarah yang ditulis oleh Michael H. Hart.


Sebagai seorang yang berkuasa dan berdaulat penuh terhadap negara Prancis sejak Agustus 1793, seharusnya ia merasa puas dengan segala apa yang telah diperolehnya itu.

Tapi rupanya kemegahan dunia belum bisa memuaskan batinnya, agama yang dianutnya waktu itu ternyata tidak bisa membuat Napoleon Bonaparte merasa tenang dan damai.

Akhirnya pada tanggal 02 Juli 1798, 23 tahun sebelum kematiannya ditahun 1821, Napoleon Bonaparte menyatakan ke-Islamannya dihadapan dunia Internasional.

Apa yang membuat Napoleon ini lebih memilih Islam daripada agama lamanya, Kristen ?

Berikut penuturannya sendiri yang pernah dimuat dimajalah Genuine Islam, edisi Oktober 1936 terbitan Singapura.
Quote:

"I read the Bible; Moses was an able man, the Jews are villains, cowardly and cruel. Is there anything more horrible than the story of Lot and his daughters ?"


"The science which proves to us that the earth is not the centre of the celestial movements has struck a great blow at religion. Joshua stops the sun ! One shall see the stars falling into the sea... I say that of all the suns and planets,..."

Spoiler for terjemahan:
[b]"Saya membaca Bible; Musa adalah orang yang cakap, sedang orang Yahudi adalah ** SENSOR **, pengecut dan jahat. Adakah sesuatu yang lebih dahsyat daripada kisah Lut beserta kedua puterinya ?" (Lihat Kejadian 19:30-38)

"Sains telah menunjukkan bukti kepada kita, bahwa bumi bukanlah pusat tata surya, dan ini merupakan pukulan hebat terhadap agama Kristen. Yosua menghentikan matahari (Yosua 10: 12-13). Orang akan melihat bintang-bintang berjatuhan kedalam laut.... saya katakan, semua matahari dan planet-planet ...."
Quote:
Selanjutnya Napoleon Bonaparte berkata :
"Religions are always based on miracles, on such things than nobody listens to like Trinity. Yesus called himself the son of God and he was a descendant of David. I prefer the religion of Muhammad. It has less ridiculous things than ours; the turks also call us idolaters."

Spoiler for arti:
"Agama-agama itu selalu didasarkan pada hal-hal yang ajaib, seperti halnya Trinitas yang sulit dipahami. Yesus memanggil dirinya sebagai anak Tuhan, padahal ia keturunan Daud. Saya lebih meyakini agama yang dibawa oleh Muhammad. Islam terhindar jauh dari kelucuan-kelucuan ritual seperti yang terdapat didalam agama kita (Kristen); Bangsa Turki juga menyebut kita sebagai orang-orang penyembah berhala dan dewa."
Quote:
Selanjutnya :
"Surely, I have told you on different occations and I have intimated to you by various discourses that I am a Unitarian Musselman and I glorify the prophet Muhammad and that I love the Musselmans."
Spoiler for arti:

"Dengan penuh kepastian saya telah mengatakan kepada anda semua pada kesempatan yang berbeda, dan saya harus memperjelas lagi kepada anda disetiap ceramah, bahwa saya adalah seorang Muslim, dan saya memuliakan nabi Muhammad serta mencintai orang-orang Islam."
Quote:
Akhirnya ia berkata :
"In the name of God the Merciful, the Compassionate. There is no god but God, He has no son and He reigns without a partner."
Spoiler for arti:

"Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Tiada Tuhan selain Allah. Ia tidak beranak dan Ia mengatur segala makhlukNya tanpa pendamping."
Quote:
Napoleon Bonaparte mengagumi AlQuran setelah membandingkan dengan kitab sucinya, Alkitab. Akhirnya ia menemukan keunggulan-keunggulan AlQuran daripada Alkitab, juga semua cerita yang melatar belakanginya.
Quote:
sumber? ini dia: sumber

http://www.kaskus.us/showthread.php?t=3333078

Kekayaan



Oleh Idris Thaha


Suatu hari, Nabi Muhammad saw ditanya oleh seorang sahabat tentang harta kekayaan. Beliau menjelaskan, "Barangsiapa menumpuk harta melebihi kebutuhannya berarti dia telah mengambil kematiannya sendiri tanpa disadari."

Hadis Rasulullah di atas mengingatkan agar kita selalu hati-hati terhadap harta yang kita miliki. Islam memang menganjurkan kepada kita untuk memperbanyak harta kekayaan, namun dengan syarat harus digunakan untuk jalan yang benar dan balk. Misalnya untuk kesejahteraan keluarga, untuk membantu saudara-saudara kita yang kekurangan, dan seterusnya.

Khalid Muhammad Khalid, dalam bukunya Ahlullah, menyebutkan bahwa Maimun bin Mahran pernah berkata, "Harta itu mempunyai tiga tuntutan. Jika seseorang selamat dari yang pertama, masih dikhawatirkan dari yang kedua. Jika selamat dari yang kedua, dikhawatirkan pula dari yang ketiga. Pertama, hendaknya harta itu bersih (halal dan tidak pula tercampur yang syubhat). Kedua, hendaknya hak Allah (zakat) dipenuhi (dikeluarkan). Ketiga, hendaknya dibelanjakan secara wajar (tidak dihambur-hamburkan dan tidak pula kikir dalam pengeluaran)."

Dalam kehidupan sehari-hari, tak jarang kita melihat sekelompok orang berfoya-foya dan membelanjakan harta melebihi yang dibutuhkan. Mereka tidak lagi mempedulikan nasib orang-orang di sekitarnya yang serba kekurangan. Padahal jauh hari Allah sudah mengingatkan, "Sesungguhnya harta dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu)..." (QS 64:15), "Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah." (QS 63:9), dan "Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur" (QS 102:1).

Dalam buku Teosofia Alquran, Imam Al-Ghazali menegaskan bahwa menumpuk harta melebihi kebutuhan dapat membinasakan diri sendiri. Itu, katanya, kalau ditinjau dari tiga hal. Pertama, menumpuk harta cenderung menyeret kita ke tebing maksiat dan kezaliman. Ujian atau cobaan dengan kemewahan jauh lebih berat ketimbang kesengsaraan. Dalam keadaan kaya, kita biasanya sulit untuk bersikap sabar.

Kedua, menumpuk harta cenderung mendorong kita untuk hidup melebihi yang kita butuhkan. Nabi saw mengingatkan, "Cinta dunia itu pangkal segala kesalahan." Ketiga, menumpuk harta cenderung alpa berzikir kepada Allah. Padahal, kata Al-Ghazali, mengingat Allah adalah asas kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Mengejar dan memperbanyak harta kekayaan sering merisaukan hati dan pikiran, sehingga kita lalai mengingat Allah. Nabi saw menegaskan, "Suka dunia itu menyebabkan susah dan risau, dan zuhud terhadap dunia menenangkan hati pikiran dan badan. Bukan kemiskinan yang aku khawatirkan, tapi kekayaan. Jika dunia terbuka luas bagimu sebagaimana terbuka luas bagi umat sebelumnya, maka kamu berebut sebagaimana mereka berebut. Dan, itu membinasakan kamu, sebagaimana membinasakan mereka."

Hidup akan sia-sia dan rugi, bila kita masuk ke golongan orang yang menumpuk harta dan lupa kepada Allah. Mudah-mudahan, harta yang kita kejar setiap hari di jalan Allah mela-pangkan kita masuk pintu surga. n