Selasa, 16 Maret 2010

Keberkahan


Oleh A.M. Fatwa


"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Tetapi mereka mendustakan ayat-ayat Kami. Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. " (QS. Al-A'rof 96).


Berkah atau "barokah" maknanya adalah karunia Allah yang luas.. Dan paduan ayat di atas lahirlah istilah "Imtaq" yang sudah sangat populer sekarang ini sebagai wacana pembangunan kita. Tidak lain agar pembangunan yang kita laksanakan tetap serasi dengan hukum Allah yang terdapat dalam alam semesta, kehidupan masyarakat, dan sejarah. Dalam hal ini Bung Hatta, salah seorang proklamator kita, pernah menjelaskan bahwa percaya kepada Tuhan Yang Mahaesa (iman) merupakan dasar yang memimpin cita-cita kenegaraan untuk menyelenggarakan yang balk bagi rakyat.

Alquran meletakkan persyaratan iman dan taqwa bagi turunnya berkah Allah tidak lain karena ajaran ini akan mengajak manusia melaksanakan harmoni di dalam alam dan persaudaraan antar manusia, memperkuat pembentukan karakter bangsa, dan rnelahirkan manusia yang punya rasa tanggungjawab.

Kebalikan dari berkah adalah laknat atau la'nah yang artinya terkutuk — suatu keadaan di luar kelaziman yang diwarnai bencana demi bencana. Dalam menguraikan fenomena tentang berkah dan bencana, Imam Ghazali mengatakan, "Apabila manusia telah takut menyebut yang benar, orang-orang tidak mampu berbicara yang bersifat nasehat, pemuda-pemuda diam bungkam, atau ada ulama yang berusaha menutup-nutupi kesalahan umaro' (penguasa), atau apabila para umaro' tidak lagi mempunyai rasa takut berbuat munkar, atau orang-orang kaya telah diperintah oleh gundik-gundiknya, maka janganlah mengharapkan ada keberkahan dan tunggulah bencana demi bencana." (Ihya' I, 68)

Apa yang dikemukakan Imam Ghazali tersebut berintikan masalah akhlak sosial. Sejalan dengan ini, beberapa waktu yang lalu Menteri Penerangan R. Hartono pernah menyampaikan keprihatinannya terhadap kemerosotan akhlak bangsa kita sampai perlu mendorong.para ulama, melalui MUI khususnya, agar lebih berani meme-rankan fungsinya sebagai pembimbing urnat, tidak perlu takut melakukan kritik terhadap penyimpangan.

Semua itu adalah bagian dari kesadaran tersembunyi kita terhadap keinginan memelihara berkah Allah atas negeri kita ini. Sebab setelah Allah tidak lagi menurunkan para Nabi dan Rasul, maka fungsi perbaikan umat itu memang terpikul pada pundak para ulama.

Sejauh ini para ulama sangat menghargai berbagai gerakan perbaikan oleh pemerintah dalam menangani pembangunan. Namun, meskipun perbaikan di, sana sini itu penting, para ulama tetap berpendapat bahwa yang terpenting haruslah rnenyentuh sisi akhlak manusianya.

Maka pada momen sekarang ini ada baiknya pembangunan akhlak yang luhur, di masa agama adalah unsur mutlaknya itu, memperoleh perhatian semestinya pada perumusan GBHN mendatang. Sebab, hanya dengan cara demikian kita tidak melupakan ikhtiar kita terhadap pemenuhan persyaratan iman dan taqwa bagi terpeliharanya berkah Allah atas negeri tercinta ini. n



Tidak ada komentar:

Posting Komentar