Minggu, 13 Desember 2009

KEKAYAAN

KEKAYAAN

OLEH : Idris Thaha



Suatu hari, Nabi Muhammad saw ditanya oleh seorang sahabat tentang harta kekayaan. Beliau menjelaskan, "Barangsiapa menumpuk harta melebihi kebutuhan­nya berarti dia telah mengambil kematiannya sendiri tanpa disadari."

Hadis Rasulullah di atas mengingatkan agar kita selalu hati-hati terhadap harta yang kita miliki. Islam memang meng­anjurkan kepada kita untuk memperbanyak harta kekayaan, namun dengan syarat harus digunakan untuk jalan yang benar dan baik. Misalnya untuk kesejahteraan keluarga, untuk membantu saudara-saudara kita yang kekurangan, dan seterusnya.

Khalid Muhammad Khalid, dalam bukunya Ahlullah, menyebutkan bahwa Maimun bin Mahran pernah berkata, "Harta itu mempunyai tiga tuntutan. Jika seseorang selamat dari yang pertama, masih dikhawatirkan dari yang kedua. Jika selamat dari yang kedua, dikhawatirkan pula dari yang ketiga. Pertama, hendaknya harta itu bersih (halal dan tidak pula ter­campur yang syubhat). Kedua, hendaknya hak Allah (zakat) dipenuhi (dikeluarkan). Ketiga, hendaknya dibelanjakan secara wajar (tidak dihambur-hamburkan dan tidak pula kikir dalam pengeluaran)."

Dalam kehidupan sehari-hari, tak jarang kita melihat sekelompok orang berfoya-foya dan membelanjakan harta melebihi yang dibutuhkan. Mereka tidak lagi mempedulikan nasib orang-orang di sekitarnya yang serba kekurangan. Padahal jauh hari Allah sudah mengingatkan.

Sesungguhnya harta dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu)..." (QS 64:15), "Hai orang-orang yang beriman, ja­nganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah." (QS 63:9), dan "Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur" (QS 102:1).

Dalam buku Teosofia Alquran, Imam Al-Ghazali menegas­kan bahwa menumpuk harta melebihi kebutuhan dapat mem­binasakan diri sendiri. Itu, katanya, kalau ditinjau dari tiga hal. Pertama, menumpuk harta cenderung menyeret kita ke tebing maksiat dan kezaliman. Ujian atau cobaan dengan kemewahan jauh lebih berat ketimbang kesengsaraan. Dalam keadaan kaya, kita biasanya sulit untuk bersikap sabar.

Kedua, menumpuk harta cenderung mendorong kita untuk hidup melebihi yang kita butuhkan. Nabi saw mengingatkan, "Cinta dunia itu pangkal segala kesalahan." Ketiga, menumpuk harta cenderung alpa berzikir kepada Allah. Padahal, kata Al-Ghazali, mengingat Allah adalah asas keba­hagiaan di dunia dan akhirat.

Mengejar dan memperbanyak harta kekayaan sering merisaukan hati dan pikiran, sehingga kita lalai mengingat Allah. Nabi saw menegaskan, "Suka dunia itu menyebabkan susah dan risau, dan zuhud terhadap dunia menenangkan hati pikiran dan badan. Bukan kemiskinan yang aku khawatirkan, tapi kekayaan. Jika dunia terbuka luas bagimu sebagaimana terbuka luas bagi umat sebelumnya, maka kamu berebut sebagaimana mereka berebut. Dan, itu mem­binasakan kamu, sebagaimana membinasakan mereka."

Hidup akan sia-sia dan rugi, bila kita masuk ke golongan orang yang menumpuk harta dan lupa kepada Allah. Mudah­-mudahan, harta yang kita kejar setiap hari di jalan Allah mela­pangkan kita masuk pintu surga. n

Tidak ada komentar:

Posting Komentar