Minggu, 15 Agustus 2010

ABDULLAH BIN MAS'UD


 


PEMEGANG RAHASIA RASULULLAH SAW

Di sebuah hamparan padang tandus yang membentang di sepanjang perbukitan kota Mekkah al-Mukaramah, terlihat seorang anak kecil tengah asyik mengembalakan domba-domba milik seorang bangsawan Quraisy.
Sengatan matahari dan kucuran keringat yang membasahi
seluruh tubuhnya seakan-akan men jadi sahabat setia anak kecil itu dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang pengembala. Sang Penggembala itu biasa dipanggil Ibnu Ummi Abd, nama aslinya adalah Abdullah bin Masud atau Ibnu Masud.
Anak gembala itu tidak pernah mengenal lelah dalam menggembalakan domba-domba milik majikannya, hari-harinya ia habiskan untuk menelusuri padang-padang gersang yang terhampar di daratan kota Mekkah al-Mukarramah, sejak pagi sekali ia sudah berangkat dan kembali ke rumah setelah hari senja.
Berita tentang Nabi yang baru diutus sebenarnya sudah lama ia dengar dari bisik-bisik orang lewat di depannya, namun ketika itu ia tidak mempedulikannya. Usianya yang masih dini dan jarak antara rumahnya dengan tempat Nabi SAW melakukan dakwah (yang ketika itu masih sembunyi-sembunyi,-red) yang terlalu jauh merupakan salah satu faktor yang membuat anak gembala itu kurang peduli dengan berita baru itu.
Hari itu, Ibnu Mas'ud melihat dari kejauhan dua orang laki-laki sedang berjalan menuju ke arahnya. Kedua orang tersebut nampaknya sangat letih dan kehausan, bibir dan kerongkongan mereka tampak kering. Setelah keduanya berada di dekat anak "gembala itu, mereka memberi salam lalu berkata, "Wahai anak balk, berilah kami susu dombamu hanya sekedar untuk menghilang­kan haus!"
"Maaf Tuan, saya tidak bisa memenuhi permintaan Tuan karena domba ini bukan kepunyaan saya. Saya hanya sekedar pengembala," jawabnya.
Kedua lelaki tersebut tidak membantah jawaban anak gembala itu, bahkan di wajah keduanya jelas terlihat agak senang mendengar jawaban tersebut. Salah seorang di antara keduanya berkata, "Bawalah kemari seekor domba betina yang belum kawin!"
Tanga pikir panjang lagi, anak gembala itu membawakan seekor domba betina yang belum kawin kepada kedua orang itu. Kemudian orang itu memegang domba tersebut dan menyentuh tempat keluar susunya sambil membaca "Bismillah".
Anak gembala itu tidak mengerti apa yang akan dilakukan oleh orang itu, dalam hati ia berkata, "Mana mungkin anak domba itu dapat diperas air susunya!"
Namun apa yang dibayangkan anak gembala itu ternyata meleset, tiba-tiba tempat susu anak domba itu membengkak lalu mengeluarkan air susu yang berlimpah ruah. Sebuah batu cekung yang diambil dari hamparan padang tandus itu oleh mereka dijadikan sebagai tempat menampung susu tersebut.
Anak gembala itu juga mendapat mendapat jatah susu anak domba itu, mereka bertiga pun meminum susu bersama-sama hingga hilang rasa dahaga. Anak itu hampir tidak percaya dengan apa yang disaksikannya itu, "Sungguh menakjubkan!" batin gembala, itu.
Setelah hilang rasa dahaga mereka, orang yang penuh berkah itu berkata, "Berhenti!" Seketika itu juga air susu anak domba itu berhenti mengalir, kantong susunya pun mengempis seperti semula.
Anak gembala itu berkata kepada orang yang penuh berkah itu, "ajarkan kepada saya bacaan Tuan tadi!"
"Kamu anak pintar!" Jawab orang luar biasa yang penuh berkah itu.
Cerita di atas adalah permulaan kisah Abdullah bin Mas'ud. Orang yang penuh berkah itu tidak lain adalah Rasulullah SAW, sedangkan kawannya adalah sahabat Abu Bakar al-Shiddiq r.a.
Mereka pergi ke perbukitan Mekkah pada hari itu, menghindari kemungkinan buruk atas tindakan kaum kafir Quraisy yang sudah melampaui batas.
Sejak peristiwa itu, sang Gembala Abdullah bin Mas'ud sangat tertarik dengan keluhuran budi pekerti Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Rasulullah pun kagum dengan anak itu. sekalipun sebagai seorang anak gembala yang kesehari-hariannya jauh dari masyarakat ramai, tetapi ia cerdas, jujur, bertanggung jawab, sungguh-sungguh dan teliti.
Tidak beberapa setelah itu, Ibnu Mas'ud menyatakan dirinya tunduk kepada Islam dihadapan Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Kemudian ia memohon kepada Rasulullah untuk diterima menjadi salah satu pelayan beliau, tanpa pikir panjang lagi Rasulullah pun menerima permohonan itu.
Maka bertambahlah penghuni rumah orang mulia ini, dewi fortuna nampaknya masih berpihak kepada Ibnu Mas'ud, seorang pengembala domba yang melintangi bukit berbukit di bawah tajamnya sengata sang Mentari slang hingga akhirnya menjad pelayan seorang manusia agung.
Kemanapun Rasulullah pergi di situ pula ada Ibnu Mas'ud, bagaikan bayangan dengan bendanya. Mantan anak gembala itu selalu mendampingi kemanapun Rasulullah berada, ia selalu membangun kan Rasulullah untuk shalat ketika beliau tertidur, menyediakan air ketika beliau akan mandi, manutup pintu kamar apabila beliau hendak tidur di kamar, mengambilkan terompah apabila beliau akan pergi dan menyimpannya apabila beliau pulang.
Bahkan mantan anak gembala ini di izinkan masuk kamar Rasulullah jika ada suatu keperluan, tidak sesuatu pun yang dirahasiakan untuk Ibnu Mas'ud, dan Nabi SAW tidak khawatir jika rahasia itu aka terbuka. oleh karena Ibnu Mas'ud di juluki orang dengan "Shahibus Sirri Rasulullah" (Pemegang rahasia Rasulullah).
Ibnu Mas'ud dibesarkan dan dididik dengan sempurna dalam rumah tangga Rasulullah SAW. Karena itu tidak heran jika dia menjadi seorang yang berakhlak tinggi terpelajar, dan cerdas. Sampai-sampai ­orang-orang mengatakan bahwa karakter dan akhlak Abdullah bin Mas'ud paling mirip dengan akhlak Rasulullah SAW.
Tidak hanya mempunyai keluhuran dan ahlak, Ibnu Mas'ud juga seorang yang kaya
dengan ilmu agama, hapal Al-Qur'an, dan mempunyai suara yang indah dalam melafalkan ayat AI-Qur'an. Selain itu juga, banyak mengeluarkan ratusan hadits shahih.
Umar bin Khattab pernah bercerita, bahwa pada suatu malam Rasulullah SAW tengah berbincang-bincang di rumah Abu Bakar membicarakan permasalahan umat islam. Umar pun turut dalam pembicaraan tersebut.
Ketika malam sudah semakin larut, Rasulullah menutup pembicaraan dan bergegas kembali ke rumah. Kedua sahabat setia itu pun turut mengantarkan beliau hingga sampai depan masjid.
Tiba-tiba mereka melihat Ibnu Mas'ud sedang shalat di masjid Nabawi. Rasulullah SAW berhenti sejenak dan memperhatikan bacaan orang itu yang tidak lain adalah Ibnu Mas'ud. Kemudian beliau menoleh kepada kedua sahabat setia ini dan bersabda, "Siapa yang ingin membaca Al‑Quran dengan baik seperti yang diturunkan ALLAH, bacalah seperti bacaan Ibnu Ummi Abd (Abdullah bin Mas'ud)".
Ketika Abdullah bin mas'ud duduk dan berdo'a, Rasulullah mengamini do'anya tanpa sepengetahuan mantan anak gembala itu.
"Demi Allah, besok pagi saya akan datangi Ibnu Mas'ud untuk memmberikan kabar gembira padanya bahwa Rasulullah mengamini do'anya," kata Umar bin Khattab dalam hati.
Pagi harinya ketika sahabat yang mempunyai gelar al-Faruq ini bermaksud mewujudkan niat baiknya itu, ternyata Abu Bakar lebih dahulu menyampaikan kabar gembira itu. kepada Abdullah bin Mas'ud.
`Abu Bakar memang selalu lebih cepat daripada saya dalam masalah kebaikan," pengakuan Khalifah al-Rasyidin yang kedua ini.
Dalam riwayat lain diceritakan bahwa suatu hari ketika Umar bin Khattab beserta rombongan sedang melakukan perjalanan malam, mereka berpapasan dengan sebuah kabilah.
Malam itu rembulan tidak mau menam­pakkan diri, bintang-bintang yang bertaburan tak kuasa memberikan cahaya, gelap gulita pun menyelimuti pertemuan mereka.
Abdullah bin Mas'ud ternyata berada di dalam kabilah tersebut, akan tetapi karena suasana malam yang begitu kelam membuat pandangan mereka menjadi terhalang sehingga di antara mereka tidak saling mengenali. Kemudian Umar me­merintahkan seorang ajudan untuk menanyai kabilah itu.
"Hai kabilah, dari mana kalian?" Tanya ajudan Umar dengan suara lantang.
"Min fajjil `amiq (dari lembah yang dalam)", jawab Ibnu Mas'ud."Hendak kemana kalian?" "Ke Bait al-Atiq (rumah tua = Baitullah)", jawab Ibnu Mas'ud.
"Di antara mereka pasti ada orang yang sangat alim," komentar Umar.
Kemudian Umar memerintahkan ajudannya itu untuk mena­nyakan, "Ayat Al-Qur'an manakah yang paling ampuh?" Ibnu Mas'ud menjawab: "Allah, tiada Tuhan selain Dia, Yang Maha Hidup kekal terus menerus mengurusi (makhluk-Nya) tidak mengantuk dan tidak pula tidur... "(Q.S. al-Baqarah/2: 255)
"Tanyakan pula kepada mereka, ayat Al-Qur'an manakah yang lebih kuat hukum­nya?" perintah Umar kepada sang ajudan. Ibnu Mas'ud menjawab:
"Sesungguhnya Allah SWT rnemerintahkan kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah SWT melarang kamu dari perbuatan keji, kemunkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu mendapat pengajaran."( Q.S. al-Nahl/16: 90).
"Tanyakan kepada mereka, ayat Al-Qur'an manakah yang mencakup semuanya?" perintah Umar lagi.
Ibnu Mas'ud menjawab:
"Siapa saja yang mengerjakan kebaikan walapun seberat dzarrah, niscaya dia akan melihat balasannya. Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan walaupun sebesar dzarrah, niscaya dia akan melihat balasan­nya pula. " (Q.S. al-Zalzalah/99: 8).
"Tanyakan, ayat Al-Qur'an manakah yang memberi kabar takut?" Perintah Umar.
Ibnu Mas'ud menjawab:
"Pahala dari Allah SWT bukanlah menurut angan-angan yang kosong dan tidak pula menurut angan-angan ahli kitab. Siapa saja mengerjakan kejahatan niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak dapat pelindung dan tidak pula penolong dan baginya selain Allah. " (Q.S. an-Nisa/4: 123).
"Tanyakan pula, ayat Al-Qur'an manakah yang memberi harapan?" perintah  Umar.
Ibnu Mas'ud menjawab:
"Katakanlah! Hai hamba-hamba Allah SWT yang melampaui Batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah SWT : sesungguhnya Allah SWT mengampuni semua dosa. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi' 'Maha Penyayang," (Q.S. al-Zumar/39: 53)
"Tanyakan lagi, dalam kabilah kalian adakah seseorang yang Abdullah bin Mas'ud?" Ucap Umar.
"Ya, ada!" Jawab mereka.
Peristiwa ini menunjukkan bahwa pemahaman Ibnu Mas'ud tentang permasalahan Al-Qur'an mempunyai ciri khas tersendiri sehingga mampu dikenali. Ibnu Mas'ud bukan hanya sebagai sekedar alim dan Qari' terbaik, tetapi ia juga seorang pemberani, kuat dan teliti.
Suatu hari para sahabat Rasulullah SAW tengah berkumpul di Mekkah. Seorang di antara mereka berkata, "Demi Allah SWT, kaum kafir Quraisy belum pemah mendengar bacaan ayat-ayat Al-Qur'an dengan suara lantang. Siapa kira-kira yang berani membacanya di hadapan mereka?"
"Saya sanggup membacanya di hadapan mereka dengan suara yang lantang," jawab, Ibnu Mas'ud.
"Tidak jangan kamu! Kami sangat khawatir kalau kamu yang membacakan­nya. Hendaknya seseorang yang mempunyai famili, agar dapat dibela dan dilindungi dari penganiayaan kaum kafir Quraisy," jawab mereka.
"Biarlah saya saja! Allah SWT pasti melindungi saya!" Jawab Ibnu Mas'ud tak gentar.
Esok harinya kira-kira waktu dhuha ketika kaum Quraisy sedang duduk-duduk sekitar Ka'bah, Ibnu Mas'ud berdiri didepan makom Ibrahim, lalu dengan suara lantang dan merdu membaca surat al-Rahman/55 ayat 1-4.
Bacaan Ibnu Mas'ud yang begitu merdu dan lantang terdengar jelas di telinga, kaum kafir Quraisy yang berada di sekitar Ka'bah. Mereka sebenarnya terkesima mendengar bacaan tersebut, bahkan mereka sempat merenungkannya beberapa detik.
"Bacaan apakah yang dilantunkan oleh Ibnu Ummi 'Abd (Ibnu Mas'ud)? Tanya mereka kepada sesamanya.
"Ya ampun! Ibnu Ummi Abd membaca­k ayat-ayat yang dibawa Muhammad!" ucap mereka setelah sadar.
Kemudian mereka berdiri serentak dan memukuli Ibnu Mas'ud. Pemukulan tersebut tidak membuat Ibnu Mas'ud surut, ia terus membacanya sampai habis.
Dengan luka babak belur dan berdarah, Ibnu Mas'ud pulang menemui para sahabat.
"Inilah yang kami khawatirkan kepada­mu!" komentar para sahabat ketika melihat kondisi Ibnu Mas'ud.
Demi Allah SWT, bahkan musuh-musuh Allah itu semakin kecil di mata saya. Jika Anda menghendaki, besok pagi akan saya Baca lagi di hadapan mereka." Jawab Ibnu Mas'ud.
Ketika Utsman bin Affan diangkat menjadi khalifah, tidak beberapa lama kemudian Ibnu Mas'ud menderita sakit yang sangat parah. Khalifah Utsman bin Affan datang menjenguknya,"Sakit apakah yang kamu rasakan, Hai Abdullah?"
"Dosa-dosaku," jawab Ibnu Mas'ud
"Apa yang kamu inginkan?" Tanya Utsman
"Rahmat Tuhanku," jawab Ibnu Mas'ud
"Tidakkah kamu ingin supaya kusuruh orang membawa gaji-gajimu yang tidak pernah kamu ambil selama beberapa tahun?" Tanya Utsman.
"Saya tidak membutuhkannya," jawab Ibnu Mas'ud
"Bukankah kamu mempunyai anak-anak yang harus hidup layak sepeninggalan­mu?" Tanya Utsman.
"Saya tidak khawatir anak-anak saya Bakal hidup miskin. Saya perintahkan mereka membaca surat al-Waqi'ah setiap malam. Karena saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, Siapa yang membaca surat al-Waqi'ah setiap malam, dia tidak akan ditimpa kemiskinan selama-lamanya!" Jawab Ibnu Mas'ud
Pada suatu malam yang hening dan senyap, Abdullah bin Mas'ud menemui Tuhannya dengan tenang. Lidahnya basah dengan dzikrullah dan bacaan ayat suci Al-Qur'an. Ratusan sahabat yang menyaksikan kepergiannya tidak kuasa menahan linangan air mata.
Selamat jalan sahabat, suaramu yang lantang dan merdu telah meluluh lantakan kekerasan hati manusia. Semoga roh perjuanganmu tetap tertanam di hati umat Islam agar dapat memberikan suasana sejuk dimuka bumi ini.


(Ltf, dari Hepi Andi Bastomi dalam 101 Sahabat Nabi, Pustaka al-Kautsar)
sumber : Majalah Hikayah - EDISI 12 Oktober 2003


ABDULLAH BIN MAS'UD
PEMEGANG RAHASIA RASULULLAH SAW

Di sebuah hamparan padang tandus yang membentang di sepanjang perbukitan kota Mekkah al-Mukaramah, terlihat seorang anak kecil tengah asyik mengembalakan domba-domba milik seorang bangsawan Quraisy.
Sengatan matahari dan kucuran keringat yang membasahi
seluruh tubuhnya seakan-akan men jadi sahabat setia anak kecil itu dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang pengembala. Sang Penggembala itu biasa dipanggil Ibnu Ummi Abd, nama aslinya adalah Abdullah bin Masud atau Ibnu Masud.
Anak gembala itu tidak pernah mengenal lelah dalam menggembalakan domba-domba milik majikannya, hari-harinya ia habiskan untuk menelusuri padang-padang gersang yang terhampar di daratan kota Mekkah al-Mukarramah, sejak pagi sekali ia sudah berangkat dan kembali ke rumah setelah hari senja.
Berita tentang Nabi yang baru diutus sebenarnya sudah lama ia dengar dari bisik-bisik orang lewat di depannya, namun ketika itu ia tidak mempedulikannya. Usianya yang masih dini dan jarak antara rumahnya dengan tempat Nabi SAW melakukan dakwah (yang ketika itu masih sembunyi-sembunyi,-red) yang terlalu jauh merupakan salah satu faktor yang membuat anak gembala itu kurang peduli dengan berita baru itu.
Hari itu, Ibnu Mas'ud melihat dari kejauhan dua orang laki-laki sedang berjalan menuju ke arahnya. Kedua orang tersebut nampaknya sangat letih dan kehausan, bibir dan kerongkongan mereka tampak kering. Setelah keduanya berada di dekat anak "gembala itu, mereka memberi salam lalu berkata, "Wahai anak balk, berilah kami susu dombamu hanya sekedar untuk menghilang­kan haus!"
"Maaf Tuan, saya tidak bisa memenuhi permintaan Tuan karena domba ini bukan kepunyaan saya. Saya hanya sekedar pengembala," jawabnya.
Kedua lelaki tersebut tidak membantah jawaban anak gembala itu, bahkan di wajah keduanya jelas terlihat agak senang mendengar jawaban tersebut. Salah seorang di antara keduanya berkata, "Bawalah kemari seekor domba betina yang belum kawin!"
Tanga pikir panjang lagi, anak gembala itu membawakan seekor domba betina yang belum kawin kepada kedua orang itu. Kemudian orang itu memegang domba tersebut dan menyentuh tempat keluar susunya sambil membaca "Bismillah".
Anak gembala itu tidak mengerti apa yang akan dilakukan oleh orang itu, dalam hati ia berkata, "Mana mungkin anak domba itu dapat diperas air susunya!"
Namun apa yang dibayangkan anak gembala itu ternyata meleset, tiba-tiba tempat susu anak domba itu membengkak lalu mengeluarkan air susu yang berlimpah ruah. Sebuah batu cekung yang diambil dari hamparan padang tandus itu oleh mereka dijadikan sebagai tempat menampung susu tersebut.
Anak gembala itu juga mendapat mendapat jatah susu anak domba itu, mereka bertiga pun meminum susu bersama-sama hingga hilang rasa dahaga. Anak itu hampir tidak percaya dengan apa yang disaksikannya itu, "Sungguh menakjubkan!" batin gembala, itu.
Setelah hilang rasa dahaga mereka, orang yang penuh berkah itu berkata, "Berhenti!" Seketika itu juga air susu anak domba itu berhenti mengalir, kantong susunya pun mengempis seperti semula.
Anak gembala itu berkata kepada orang yang penuh berkah itu, "ajarkan kepada saya bacaan Tuan tadi!"
"Kamu anak pintar!" Jawab orang luar biasa yang penuh berkah itu.
Cerita di atas adalah permulaan kisah Abdullah bin Mas'ud. Orang yang penuh berkah itu tidak lain adalah Rasulullah SAW, sedangkan kawannya adalah sahabat Abu Bakar al-Shiddiq r.a.
Mereka pergi ke perbukitan Mekkah pada hari itu, menghindari kemungkinan buruk atas tindakan kaum kafir Quraisy yang sudah melampaui batas.
Sejak peristiwa itu, sang Gembala Abdullah bin Mas'ud sangat tertarik dengan keluhuran budi pekerti Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Rasulullah pun kagum dengan anak itu. sekalipun sebagai seorang anak gembala yang kesehari-hariannya jauh dari masyarakat ramai, tetapi ia cerdas, jujur, bertanggung jawab, sungguh-sungguh dan teliti.
Tidak beberapa setelah itu, Ibnu Mas'ud menyatakan dirinya tunduk kepada Islam dihadapan Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Kemudian ia memohon kepada Rasulullah untuk diterima menjadi salah satu pelayan beliau, tanpa pikir panjang lagi Rasulullah pun menerima permohonan itu.
Maka bertambahlah penghuni rumah orang mulia ini, dewi fortuna nampaknya masih berpihak kepada Ibnu Mas'ud, seorang pengembala domba yang melintangi bukit berbukit di bawah tajamnya sengata sang Mentari slang hingga akhirnya menjad pelayan seorang manusia agung.
Kemanapun Rasulullah pergi di situ pula ada Ibnu Mas'ud, bagaikan bayangan dengan bendanya. Mantan anak gembala itu selalu mendampingi kemanapun Rasulullah berada, ia selalu membangun kan Rasulullah untuk shalat ketika beliau tertidur, menyediakan air ketika beliau akan mandi, manutup pintu kamar apabila beliau hendak tidur di kamar, mengambilkan terompah apabila beliau akan pergi dan menyimpannya apabila beliau pulang.
Bahkan mantan anak gembala ini di izinkan masuk kamar Rasulullah jika ada suatu keperluan, tidak sesuatu pun yang dirahasiakan untuk Ibnu Mas'ud, dan Nabi SAW tidak khawatir jika rahasia itu aka terbuka. oleh karena Ibnu Mas'ud di juluki orang dengan "Shahibus Sirri Rasulullah" (Pemegang rahasia Rasulullah).
Ibnu Mas'ud dibesarkan dan dididik dengan sempurna dalam rumah tangga Rasulullah SAW. Karena itu tidak heran jika dia menjadi seorang yang berakhlak tinggi terpelajar, dan cerdas. Sampai-sampai ­orang-orang mengatakan bahwa karakter dan akhlak Abdullah bin Mas'ud paling mirip dengan akhlak Rasulullah SAW.
Tidak hanya mempunyai keluhuran dan ahlak, Ibnu Mas'ud juga seorang yang kaya
dengan ilmu agama, hapal Al-Qur'an, dan mempunyai suara yang indah dalam melafalkan ayat AI-Qur'an. Selain itu juga, banyak mengeluarkan ratusan hadits shahih.
Umar bin Khattab pernah bercerita, bahwa pada suatu malam Rasulullah SAW tengah berbincang-bincang di rumah Abu Bakar membicarakan permasalahan umat islam. Umar pun turut dalam pembicaraan tersebut.
Ketika malam sudah semakin larut, Rasulullah menutup pembicaraan dan bergegas kembali ke rumah. Kedua sahabat setia itu pun turut mengantarkan beliau hingga sampai depan masjid.
Tiba-tiba mereka melihat Ibnu Mas'ud sedang shalat di masjid Nabawi. Rasulullah SAW berhenti sejenak dan memperhatikan bacaan orang itu yang tidak lain adalah Ibnu Mas'ud. Kemudian beliau menoleh kepada kedua sahabat setia ini dan bersabda, "Siapa yang ingin membaca Al‑Quran dengan baik seperti yang diturunkan ALLAH, bacalah seperti bacaan Ibnu Ummi Abd (Abdullah bin Mas'ud)".
Ketika Abdullah bin mas'ud duduk dan berdo'a, Rasulullah mengamini do'anya tanpa sepengetahuan mantan anak gembala itu.
"Demi Allah, besok pagi saya akan datangi Ibnu Mas'ud untuk memmberikan kabar gembira padanya bahwa Rasulullah mengamini do'anya," kata Umar bin Khattab dalam hati.
Pagi harinya ketika sahabat yang mempunyai gelar al-Faruq ini bermaksud mewujudkan niat baiknya itu, ternyata Abu Bakar lebih dahulu menyampaikan kabar gembira itu. kepada Abdullah bin Mas'ud.
`Abu Bakar memang selalu lebih cepat daripada saya dalam masalah kebaikan," pengakuan Khalifah al-Rasyidin yang kedua ini.
Dalam riwayat lain diceritakan bahwa suatu hari ketika Umar bin Khattab beserta rombongan sedang melakukan perjalanan malam, mereka berpapasan dengan sebuah kabilah.
Malam itu rembulan tidak mau menam­pakkan diri, bintang-bintang yang bertaburan tak kuasa memberikan cahaya, gelap gulita pun menyelimuti pertemuan mereka.
Abdullah bin Mas'ud ternyata berada di dalam kabilah tersebut, akan tetapi karena suasana malam yang begitu kelam membuat pandangan mereka menjadi terhalang sehingga di antara mereka tidak saling mengenali. Kemudian Umar me­merintahkan seorang ajudan untuk menanyai kabilah itu.
"Hai kabilah, dari mana kalian?" Tanya ajudan Umar dengan suara lantang.
"Min fajjil `amiq (dari lembah yang dalam)", jawab Ibnu Mas'ud."Hendak kemana kalian?" "Ke Bait al-Atiq (rumah tua = Baitullah)", jawab Ibnu Mas'ud.
"Di antara mereka pasti ada orang yang sangat alim," komentar Umar.
Kemudian Umar memerintahkan ajudannya itu untuk mena­nyakan, "Ayat Al-Qur'an manakah yang paling ampuh?" Ibnu Mas'ud menjawab: "Allah, tiada Tuhan selain Dia, Yang Maha Hidup kekal terus menerus mengurusi (makhluk-Nya) tidak mengantuk dan tidak pula tidur... "(Q.S. al-Baqarah/2: 255)
"Tanyakan pula kepada mereka, ayat Al-Qur'an manakah yang lebih kuat hukum­nya?" perintah Umar kepada sang ajudan. Ibnu Mas'ud menjawab:
"Sesungguhnya Allah SWT rnemerintahkan kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah SWT melarang kamu dari perbuatan keji, kemunkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu mendapat pengajaran."( Q.S. al-Nahl/16: 90).
"Tanyakan kepada mereka, ayat Al-Qur'an manakah yang mencakup semuanya?" perintah Umar lagi.
Ibnu Mas'ud menjawab:
"Siapa saja yang mengerjakan kebaikan walapun seberat dzarrah, niscaya dia akan melihat balasannya. Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan walaupun sebesar dzarrah, niscaya dia akan melihat balasan­nya pula. " (Q.S. al-Zalzalah/99: 8).
"Tanyakan, ayat Al-Qur'an manakah yang memberi kabar takut?" Perintah Umar.
Ibnu Mas'ud menjawab:
"Pahala dari Allah SWT bukanlah menurut angan-angan yang kosong dan tidak pula menurut angan-angan ahli kitab. Siapa saja mengerjakan kejahatan niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak dapat pelindung dan tidak pula penolong dan baginya selain Allah. " (Q.S. an-Nisa/4: 123).
"Tanyakan pula, ayat Al-Qur'an manakah yang memberi harapan?" perintah  Umar.
Ibnu Mas'ud menjawab:
"Katakanlah! Hai hamba-hamba Allah SWT yang melampaui Batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah SWT : sesungguhnya Allah SWT mengampuni semua dosa. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi' 'Maha Penyayang," (Q.S. al-Zumar/39: 53)
"Tanyakan lagi, dalam kabilah kalian adakah seseorang yang Abdullah bin Mas'ud?" Ucap Umar.
"Ya, ada!" Jawab mereka.
Peristiwa ini menunjukkan bahwa pemahaman Ibnu Mas'ud tentang permasalahan Al-Qur'an mempunyai ciri khas tersendiri sehingga mampu dikenali. Ibnu Mas'ud bukan hanya sebagai sekedar alim dan Qari' terbaik, tetapi ia juga seorang pemberani, kuat dan teliti.
Suatu hari para sahabat Rasulullah SAW tengah berkumpul di Mekkah. Seorang di antara mereka berkata, "Demi Allah SWT, kaum kafir Quraisy belum pemah mendengar bacaan ayat-ayat Al-Qur'an dengan suara lantang. Siapa kira-kira yang berani membacanya di hadapan mereka?"
"Saya sanggup membacanya di hadapan mereka dengan suara yang lantang," jawab, Ibnu Mas'ud.
"Tidak jangan kamu! Kami sangat khawatir kalau kamu yang membacakan­nya. Hendaknya seseorang yang mempunyai famili, agar dapat dibela dan dilindungi dari penganiayaan kaum kafir Quraisy," jawab mereka.
"Biarlah saya saja! Allah SWT pasti melindungi saya!" Jawab Ibnu Mas'ud tak gentar.
Esok harinya kira-kira waktu dhuha ketika kaum Quraisy sedang duduk-duduk sekitar Ka'bah, Ibnu Mas'ud berdiri didepan makom Ibrahim, lalu dengan suara lantang dan merdu membaca surat al-Rahman/55 ayat 1-4.
Bacaan Ibnu Mas'ud yang begitu merdu dan lantang terdengar jelas di telinga, kaum kafir Quraisy yang berada di sekitar Ka'bah. Mereka sebenarnya terkesima mendengar bacaan tersebut, bahkan mereka sempat merenungkannya beberapa detik.
"Bacaan apakah yang dilantunkan oleh Ibnu Ummi 'Abd (Ibnu Mas'ud)? Tanya mereka kepada sesamanya.
"Ya ampun! Ibnu Ummi Abd membaca­k ayat-ayat yang dibawa Muhammad!" ucap mereka setelah sadar.
Kemudian mereka berdiri serentak dan memukuli Ibnu Mas'ud. Pemukulan tersebut tidak membuat Ibnu Mas'ud surut, ia terus membacanya sampai habis.
Dengan luka babak belur dan berdarah, Ibnu Mas'ud pulang menemui para sahabat.
"Inilah yang kami khawatirkan kepada­mu!" komentar para sahabat ketika melihat kondisi Ibnu Mas'ud.
Demi Allah SWT, bahkan musuh-musuh Allah itu semakin kecil di mata saya. Jika Anda menghendaki, besok pagi akan saya Baca lagi di hadapan mereka." Jawab Ibnu Mas'ud.
Ketika Utsman bin Affan diangkat menjadi khalifah, tidak beberapa lama kemudian Ibnu Mas'ud menderita sakit yang sangat parah. Khalifah Utsman bin Affan datang menjenguknya,"Sakit apakah yang kamu rasakan, Hai Abdullah?"
"Dosa-dosaku," jawab Ibnu Mas'ud
"Apa yang kamu inginkan?" Tanya Utsman
"Rahmat Tuhanku," jawab Ibnu Mas'ud
"Tidakkah kamu ingin supaya kusuruh orang membawa gaji-gajimu yang tidak pernah kamu ambil selama beberapa tahun?" Tanya Utsman.
"Saya tidak membutuhkannya," jawab Ibnu Mas'ud
"Bukankah kamu mempunyai anak-anak yang harus hidup layak sepeninggalan­mu?" Tanya Utsman.
"Saya tidak khawatir anak-anak saya Bakal hidup miskin. Saya perintahkan mereka membaca surat al-Waqi'ah setiap malam. Karena saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, Siapa yang membaca surat al-Waqi'ah setiap malam, dia tidak akan ditimpa kemiskinan selama-lamanya!" Jawab Ibnu Mas'ud
Pada suatu malam yang hening dan senyap, Abdullah bin Mas'ud menemui Tuhannya dengan tenang. Lidahnya basah dengan dzikrullah dan bacaan ayat suci Al-Qur'an. Ratusan sahabat yang menyaksikan kepergiannya tidak kuasa menahan linangan air mata.
Selamat jalan sahabat, suaramu yang lantang dan merdu telah meluluh lantakan kekerasan hati manusia. Semoga roh perjuanganmu tetap tertanam di hati umat Islam agar dapat memberikan suasana sejuk dimuka bumi ini.


(Ltf, dari Hepi Andi Bastomi dalam 101 Sahabat Nabi, Pustaka al-Kautsar)
sumber : Majalah Hikayah - EDISI 12 Oktober 2003


Tidak ada komentar:

Posting Komentar