Minggu, 01 Agustus 2010

Yahya Schroeder: Hidayah Datang Saat Kematian Begitu Dekatnya

Yahya Schroeder: Hidayah Datang Saat Kematian Begitu Dekatnya
Yahya Schroder
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--''Aku tak peduli lagi dengan cederaku. Aku bahagia karena Allah masih mengizinkanku untuk terus hidup. Bila Allah SWT berkehendak dan memberikan hidayah pada seseorang maka tak ada yang sanggup menghalanginya. Dan, rencana Allah pasti akan terlaksana.''

Begitulah kisah yang dialami Yahya Schroder, pemuda asal Jerman. Kecelakaan yang menimpanya saat akan berenang, membuatnya justru mendapatkan hidayah dari Allah SWT. ''Suatu hari, ketika aku ikut dengan kawan-kawan pergi berenang. Saat akan melompat ke kolam, aku terpeleset dan jatuh tidak sempurna. Akibatnya, kepalaku terbentur pinggir kolam dan punggungku retak parah. Ayahku segera membawaku ke rumah sakit,'' tutur Yahya Shcroeder, sebagaimana dikutip islamreading.com.

Selama di rumah sakit, dokter menyarankannya untuk tidak banyak bergerak. Sebab, cedera punggungnya cukup parah dan engkel tangan kanan bergeser. ''Nak, jangan banyak bergerak, ya. Sedikit saja salah bergerak, bisa menyebabkan cacat,'' kata dokter. Kalimat ini membuatnya makin tertekan.

Ia kemudian dibawa ke ruang operasi. Melihat kondisinya yang kritis, salah seorang temannya, Ahmir, berkata padanya, ''Yahya, hidupmu kini ada di tangan Allah. Ini mirip seperti perjudian, antara hidup dan mati. Kini, kamu berada di puncak kenikmatan dari sebuah pencarian. Bertahanlah, sabarlah sahabat. Allah pasti akan menolongmu.'' Kalimat sahabatnya itu ternyata begitu memotivasi Yahya untuk bangkit lagi dengan semangat hidup yang baru. Semangat untuk memulai lembara hidup yang betul-betul baru bagi dirinya.

Operasi punggung dan luka-luka lainnya berjalan selama lima jam lebih. Yahya baru siuman hingga tiga hari kemudian. Saat terjaga, ia kesulitan menggerakkan tangannya. ''Entah mengapa, saat itu aku merasa seperti orang yang sangat bahagia di muka bumi, kendati sedang dibalut luka. Aku tak peduli lagi dengan cederaku. Aku bahagia karena Allah masih mengizinkanku untuk terus hidup.''

Bahkan, ketika dokter memintanya untuk istirahat dulu di rumah sakit selama beberapa bulan, ia menolaknya. Semangat hidupnya mampu mengalahkan rasa sakit yang dideritanya. Tak lebih dari dua minggu, Yahya sudah boleh pulang, lantaran kerja keras yang penuh disiplin dan latihan rutin yang ia lakukan.

''Kecelakaan itu telah mengubah jalan hidupku. Aku jadi suka merenung. Jika Allah menginginkan sesuatu, kehidupan seorang bisa berubah hanya dalam hitungan detik. Aku pun mulai serius berpikir tentang hidup ini dan Islam tentunya. Keinginan untuk memeluk Islam makin menjadi-jadi,'' ujarnya mengenang.

Namun, jalan menuju Islam tidaklah mudah. Banyak risiko yang mesti dilalui. Terbayang di benak Yahya, dia harus meninggalkan rumah dan keluarga yang dicintainya. Dia mesti menanggalkan kemewahan hidup yang selama ini direguknya. Kedua orangtuanya telah berpisah, sehingga Yahya ikut dengan ibu dan ayah tirinya. Namun, tekadnya sudah bulat sehingga dia memilih untuk tinggal bersama ayah kandungnya di Postdam.

Kala pindah ke Potsdam, Yahya cuma membawa beberapa lembar pakaian, buku sekolah, dan beberapa CD kesayangannya. Ia tinggal sementara di apartemen ayahnya. ''Tempatnya sangat kecil hingga terpaksa aku harus tidur di dapur. Tapi, aku bahagia, persis seperti saat siuman dari rumah sakit akibat kecelakaan itu,'' paparnya.

Padahal sebelumnya, saat masih bersama ibunya, Yahya hidup mewah dan enak. Pakaian bagus, rumah luas, mobil, makan enak, dan berbagai kesenangan duniawi lainnya. Ia juga suka pesta minum alkohol bersama teman-temannya hingga mabuk. ''Entahlah, dengan semua itu, aku merasa hidup tidak tenang, selalu gelisah. Kala itu pun aku berpikir untuk mencari 'sesuatu' yang lain,'' ujarnya.

Pilihannya tidak keliru. Melalui ayah kandungnya yang sudah menjadi Muslim pada tahun 2001, Yahya kian menunjukkan ketertarikannya untuk mempelajari Islam. Ia pun suka bergaul dengan komunitas Muslim Postdam. Ayahnya secara diam-diam memperhatikan tingkah laku Yahya. Ia menginginkan, anaknya ini mempelajari Islam secara sungguh-sungguh dan bukan ikut-ikutan. Setelah dirasa cukup mantap, Yahya akhirnya memeluk agama Islam, saat usianya menginjak 17 tahun, tepatnya pada November 2006 silam.

Begitu teman-teman sekolahnya tahu, ia memeluk Islam, sumpah serapah, caci maki, dan penghinaan ia terima dari teman-temannya yang dahulu bersamanya. Namun demikian, Yahya tak khawatir. Ia merasa sudah mantap dengan agama yang dibawa oleh Nabi Muhamamd Saw ini.

''Saat teman-temanku tahu aku telah memeluk Islam, mereka menganggap aku gila, bodoh, dan main-main. Mereka menganggap, Islam itu agama teroris, Arabisasi, suka berbuat kekerasan, mendiskriminasikan perempuan, dan lain sebagainya. Namun, aku tak membalasnya. Saya tahu, mereka melakukan itu karena mereka tidak mengenal Islam dengan baik. Mereka hanya tahu dari media massa yang turut serta menyudutkan Islam,'' katanya.

Setelah 10 bulan berjalan sejak keislamannya, teman-temannya akhirnya berubah sikap. Mereka yang tadinya usil, mulai menunjukkan simpati bahkan bertanya tentang Islam padanya. ''Aku pun melakukan dakwah di kelas pada teman-temanku tentang Islam. Mereka akhirnya menyadari, Islam punya aturan dan moral yang sangat baik dan teratur. Tidak berjudi, mabuk-mabukan, dan lain sebagainya,'' ungkapnya.

Sikap simpati juga ditunjukkan pihak sekolah. Yahya diberikan sebuah ruangan khusus untuk melaksanakan shalat. ''Padahal, siswa Muslim cuma aku satu-satunya,'' kata dia. Sikapnya yang lebih santun, sopan, dan hormat, membuat teman-temannya makin suka bergaul dengan Yahya. Ia memosisikan dirinya sebagai seorang sahabat yang baik dan tidak memihak kelompok manapun di sekolahnya.

Kini, setelah memeluk Islam, kesibukan Yahya Schroeder makin bertambah. Ia menjadi produser film, YaYa Productions di Postdam. Produksinya terutama film-film dokumenter yang mengisahkan perjalanan hidup seorang mualaf, dan kebanyakan dalam bahasa Jerman dengan terjemahan bahasa Inggris. ''Tujuanku membuat film adalah untuk menunjukkan kepada kalangan non-Muslim bagaimana Islam yang sebenarnya. Jauh dari apa yang ditampilkan media selama ini. Mudah-mudahan film-film itu bisa mencerahkan pandangan mereka.''
Red: Budi Raharjo
Rep: Berbagai sumber


 http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/mualaf/10/08/02/127842-yahya-schroeder-hidayah-datang-saat-kematian-begitu-dekatnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar