Kamis, 30 Juli 2009

Apa Keuntungan Memiliki Rumah yang Besar dan Mewah?

Kisah ini terdapat pada buku “PESAN INDAH DARI MAKKAH & MADINAH” yang diterbitkan oleh mizania dan di tulis Ahmad Rofi’ Usmani. Kisah ini bagiku sangat menyentuh….. karena banyak orang saat ini berlomba-lomba punya rumah besar dan mewah……………. Yang dibelinya dengan cara HALAL atau HARAM. Semoga sahabat zaameedhearts membelinya dengan cara yang halal….. AMIEN YA ROBBBB. Semoga kisah ini bisa bermanfaar buat kita semua……………………….



Apa Keuntungan Memiliki Rumah yang Besar dan Mewah?

HARI itu 'Ali bin Abu Thalib sebagai khalifah, selepas terjadi­nya Perang Unta, berkunjung ke Kota Bashrah. Kota pertama yang dibangun kaum Muslim atas perintah 'Umar bin Al­Khaththab ini terletak di Irak. Batu pertama kota ini dipancangkan `Utbah bin Ghazwan Al-Mazini pada 16 H/635 M. Semula, kota ini dimaksudkan sebagai kamp militer. Namun, Bashrah kemudian berkembang menjadi kota yang terbuka bagi seluruh lapisan masyarakat. Kota yang namanya teram­bil dari nama batu yang dipakai untuk membangun kota ini, yakni batu "Bashrah", pada awalnya dirancang sesuai dengan aneka ragam suku yang bermukim di kota ini. Tidak aneh jika bentuk kota ini dibuat memanjang. Setiap suku mendapat satu blok khusus. Letak kota ini cukup strategis dari segi perdagangan, yakni antara Suriah dan Iran, mem­buat kota yang terletak tidak jauh dari lokasi terjadinya Perang Unta pada Jumada Al-Tsaniyah 35/desember 656 M, yang melibatkan Ali bin Abu Thalib ini cepat berkembang menjadi kota besar. Di sisi lain, karena letaknya yang stra­tegis tersebut, kota ini acap menjadi pusat revolusi politik dan intelektual.

Di Kota Bashrah itu sang khalifah, antara lain, berkun­jung ke rumah Ala' bin Ziyad Al-Haritsi. Ketika tiba di rumah Ala' yang besar dan mewah, dan bertemu dengan tuan ru­mah, sang khalifah berkata, "Saudaraku! Sejatinya, apa keuntungan yang dapat engkau raih dengan memiliki rumah besar nan mewah ini? Padahal, engkau di akhirat kelak me­merlukan rumah yang lebih luas dan mewah daripada ru­mah ini? Namun, kalau engkau mau, sebenarnya engkau bisa menjadikan rumah ini sebagai prasarana untuk menda­patkan rumah yang lebih besar dan mewah di akhirat kelak. Caranya adalah: terimalah para tamu di rumah ini, perkuat­lah silaturahmi, tunjukkanlah hak-hak kaum Muslim di rumah ini, jadikanlah rumah ini sebagai prasarana untuk memenuhi hak-hak orang-orang yang memerlukannya, dan janganlah rumahmu ini engkau batasi hanya sebagai tempat untuk kepentingan dan kerakusan pribadi semata!"

`Amirul Mukminin! Ada yang akan saya katakan kepa­damu tentang saudara saya, 'Ashim bin Ziyad," ucap Ala' bin Ziyad Al-Haritsi.

"Katakanlah!" jawab sang khalifah.

... Ashim telah meninggalkan kehidupan dunia, berpakai­an dengan pakaian yang sangat lusuh, duduk menyendiri dan meninggalkan segala sesuatu." papar'Ala'.

"Pergilah, panggil 'Ashim!" perintah sang khalifah.

Ketika Ashim datang, 'Ali bin Abu Thalib pun berkata kepadanya, "Hai musuh dirinya sendiri! Setan telah meram­pas akalmu! Kenapa engkau tidak mengasihani anak istri­mu? Apakah engkau pikir Allah yang telah menciptakan semua nikmat yang suci dan halal ini tidak akan rela jika kau gunakan pada tempatnya? Demi Allah, engkau lebih rendah daripada apa yang kau duga!"

"Wahai Amirul Mukminin," jawab `Ashim. "Engkau pun serupa denganku. Engkau menyengsarakan dirimu sendiri dan kehidupanmu. Engkau pun tidak mengenakan pakaian yang halus, dan tidak juga menyantap makanan yang lezat. Karena itulah, aku mengikutimu sebagai teladan, melang­kah sebagaimana engkau melangkah!"

"Kau keliru, Ashim! Aku berbeda denganmu. Aku mem­punyai suatu kedudukan yang tidak kau miliki. Aku berjubah­kan seorang pemimpin. Kewajiban seorang pemimpin adalah kewajiban lain. Allah Swt. mewajibkan kepada setiap pemim­pin untuk berlaku adil, ketika rakyatnya yang paling rendah merupakan ukuran bagi kehidupan pribadinya. Pemimpin selayaknya hidup seperti kalangan rakyatnya yang paling miskin, agar penderitaan mereka tidak lebih memperparah keadaan mereka. Karena itu, dipundakku ada kewajiban dan di pundakmu ada kewajiban lain!”



Tidak ada komentar:

Posting Komentar