Artikel pernah diterbitkan oleh harian REPUBLIKA dimana saya lupa tanggalnya pada beberapa tahun yang lalu, isinya masih up to date ……. Untuk dipratekkan……………….. semoga bermanfaat
JANGAN MEMBOHONGI GUSTI ALLAH
Oleh : Omar Faisal
Awal 1987, itulah hari pertama saya menginjak lantai masjid. "Kenapa saudara masuk Islam?" sebuah suara bergetar, menggoyang tembok ruangan yang hening itu. Pertanyaan itu ditujukan kepada seorang pemuda yang duduk di samping saya. Kala itu, bersama beberapa orang, saya sedang menghadapi petugas di sebuah ruangan masjid Al Azhar, Kebayoran, Jakarta Selatan.
Pemuda yang ditanya tadi terdiam. Mungkin dia tidak menduga akan mendapat pertanyaan seperti itu. Boleh jadi sejak dari rumah, yang tersemat dalam benaknya hanya ingin menyatakan masuk Islam, lalu membaca dua kalimah syahadat, dan beres! Ternyata dugaannya meleset. Dia tidak langsung disuruh membaca dua kalimah syahadat, tapi diberikan dulu pengertian tentang akidah Islam.
"Apa karena pacar saudara beragama Islam, dan saudara mau kawin dengan dia lalu saudara harus masuk Islam?" Pemuda yang ditanya kembali diam. Bingung. petugas senyum-senyum.
"Jadi saudara tidak tahu, untuk apa saudara ke Mari?" Seorang gadis berjilbab di sebelahnya, membisikkan sesuatu. Tampaknya dialah pacar tercinta yang mengajaknya pindah agama.
Beberapa orang yang duduk bersama saya pun ditanya satu persatu. "Kenapa masuk Islam?" Jawaban yang diperoleh berupa seribu satu macam alasan. Kita tidak tahu apakah jawaban itu benar-benar keluar dari lubuk hati yang paling dalam, ataukah sengaja direka-reka saat itu juga sambil menunggu giliran. Kebanyakan jawaban mereka memuji-muji kebesaran Islam.
Kita sering mendengar berbagai kasus-kasus tentang orang yang masuk Islam untuk sesaat. Artinya: semata-mata masuk Islam untuk mencapai tujuan. setelah itu mereka murtad lagi! Terbanyak keislaman mereka dijadikan dalih untuk bisa menikahi wanita muslimat. Singkatnya saudara masuk Islam hanya untuk bisa kawin, setelah itu keluar.
"Toh orang lain tidak tahu," barangkali itulah jawaban mereka dalam hati. Saya, dan semua orang lain, memang tidak tahu. Siapa saja di luar dirinya memang tidak tahu juga. Pasti mereka lupa, ada zat yang lebih tahu, bahkan maha tahu, yaitu Gusti Allah.
"Aku mengetahui yang kalian tidak tahu," kata Gusti Allah, yang dalam Al Quran berbunyi, "Inni a'lamu mala ta'lamuna"
Ketika saya sempat bercerita tentang kasus Islam sesaat kepada seorang teman yang dulunya seagama sebagai pemeluk Budha, ia berkata, "Tuhan kok diapusi. Kalau kepada Tuhan saja sudah berani mengapusi, bagaimana kepada sesama manusia?"
Saya pun tidak tahu, bagaimana kualitas manusia yang sudah berani mengapusi Gusti Allah dalam kehidupan sehari-hari. Mungkin dia menganggap, apa yang dilakukannya itu hanya seperti orang minum air di kala haus. Dia tidak kenal akan kelemahan dirinya, tidak tahu manfaat air yang telah memberinya kesejukan dan kehidupan. Bukan mustahil karena itu pula para sufi sering berkata, "Barangsiapa mengetahui dirinya, pasti akan mengenal Tuhannya." Atau bunyi aslinya, "Man 'arafa nafsahu taqad 'arafa rabbahu. "
Jadi saran saya, kalau Anda sudah punya niat akan memeluk Islam seperti saya, marilah kita hayati dan amalkan ajarannya dengan seksama. Walaupun sedikit demi sedikit, kalau terus kita jalankan, niscaya Allah pun tahu bahwa kita tidak main-main. Syaratnya, harus dikerjakan dengan khusuk dan takwa. Menurut saya, yang mula-mula harus kita dahulukan adalah shalat dan puasa. Seperti dinyatakan oleh Gusti Allah melalui
Kalau Anda, sebagaimana saya juga, masih belum fasih benar dalam menjalankan syariat. Gusti Allah pasti maklum dan berkenan mengampuni kita, asalkan kita terus belajar, dan tak putus mencari-Nya. Gusti Allah selalu menunggu kita, mencintai kita, dan memaafkan kita, seperti yang tersirat dalam hadis Qudsi, "Barangsiapa mencari Aku, Aku akan cari dia. Barangsiapa mencintai Aku, Aku akan cintai dia. Dan barangsiapa meminta ampun kepadaKu, Aku akan ampuni dia." Walaupun Gusti Allah dengan mudah mau memaafkan kita, tidak berarti dengan semena-mena kita boleh menggampangkan-Nya. Tuhan pun mempunyai hak untuk menjatuhkan hukum kalau kita salah. Sebab percayalah, kemahatahuan Gusti Allah berada di manamana, seperti tersirat dalam Al Baqarah ayat 115: "Ke mana pun engkau memalingkan muka, di
Maka itu janganlah coba-coba mengapusi Gusti Allah. Termasuk dalam mengganti nama. Sebab kini makin banyak orang yang pandai mencantumkan nama yang bagus-bagus, tanpa meningkatkan kualitas agar sesuai dengan nama-nama itu. Ketika saya ingin mengganti nama yang lama dengan Omar Faisal, saya ditanya, mampukah saya menyandang nama dua orang besar itu? Omar adalah sahabat Nabi yang setia,dan Faisal adalah raja yang bijaksana.
Saya tercenung sejenak. Dengan niat mengharap kebaikan, saya pertimbangkan beberapa saat. Mampukah saya, mampukah saya? Kemudian saya menerima bisikan dalam hati, seharusnya dengan bersedia menyandang amanat sebagai Muslim secara sadar dan sukarela, lebih-lebih setelah melaksanakan ajaran Islam, tidak perlu ragu-ragu untuk memakai nama yang baik. Sebab keislaman saya bukan sekadar keturunan, tetapi betul-betul atas keyakinan akan keagungannya. Jadi seraya mengucapkan basmalah saya bubuhkan tanda tangan untuk memakai nama tersebut selama-lamanya.
Dengan demikian saya terbebas dari menipu atau mengapusi Gusti Allah. Mudah-mudahan.
Artikel yang bagus, menyentuh, dan mengingatkan.. Dulu di Republika juga pernah ada artikel di kolom Hikmah tentang 'Amal yang Didustakan'. Isinya dahsyat, intinya hampir sama dengan artikel 'Jangan Membohongi Allah' ini; ada pengingat untuk ikhlas, tidak riya' dalam melakukan segala sesuatu, tidak berniat melakukan segala sesuatu dengan niat kecuali Allah, dan jangan bohongi Allah 'walau' hanya dalam pikiran dan hati kita..
BalasHapusSemoga kita semua selalu terhindarkan dari niat dan tingkah laku yang tidak diridhoi Allah.. Aamiin..
Artikel yang bagus, menyentuh, dan mengingatkan.. Dulu di Republika juga pernah ada artikel di kolom Hikmah tentang 'Amal yang Didustakan'. Isinya dahsyat, intinya hampir sama dengan artikel 'Jangan Membohongi Allah' ini; ada pengingat untuk ikhlas, tidak riya' dalam melakukan segala sesuatu, tidak berniat melakukan segala sesuatu dengan niat kecuali Allah, dan jangan bohongi Allah 'walau' hanya dalam pikiran dan hati kita..
BalasHapusSemoga kita semua selalu terhindarkan dari niat dan tingkah laku yang tidak diridhoi Allah.. Aamiin..
Artikel yang bagus, menyentuh, dan mengingatkan.. Dulu di Republika juga pernah ada artikel di kolom Hikmah tentang 'Amal yang Didustakan'. Isinya dahsyat, intinya hampir sama dengan artikel 'Jangan Membohongi Allah' ini; ada pengingat untuk ikhlas, tidak riya' dalam melakukan segala sesuatu, tidak berniat melakukan segala sesuatu dengan niat kecuali Allah, dan jangan bohongi Allah 'walau' hanya dalam pikiran dan hati kita..
BalasHapusSemoga kita semua selalu terhindarkan dari niat dan tingkah laku yang tidak diridhoi Allah.. Aamiin..