Kliping yang menarik ini pernah terbit di harian REPUBLIKA, tanggal dan tahunnya saya lupa…… tetapi isinya masih up to date, kadang bila keinginan kita tidak tercapai dan waktunya sudah mepet…… kita akan berdoa dengan kondisi marah, seakan-akan ALLAH tidak sayang lagi kepada kita. Mungkin bukan berdoa, tapi bisa dikatakan kita “menodong / memaksa” ALLAH untuk mengikuti apa yang kita mau……. Seperti pada cerpen dengan judul “DOA YANG MENGANCAM” yang aku posting pada edisi sebelumnya. Aku mungkin termasuk yang kadang melakukan doa dalam kemarahan…… manusiawilah, aku hanya berharap semoga aku dapat menjadi hambaNYA yang lebih baik lagi………………. AMIE YAA ROBBB, semoga bermanfaat bagi sahabat zaameedhearts ……………………………………………………
Doa dalam Kemarahan
Oleh Fuad Rumi
Dan janganlah kamu (ya Muhammad) seperti orang (Nabi Yunus) yang berada dalam perut ikan ketika la berdoa, sedang ia dalam keadaan marah. (Al Qalam: 48)
Setelah sekian lama berdakwah, bahkan telah menyampaikan ancaman akan datangnya azab Allah, Nabi Yunus tetap dilecehkan oleh kaumnya. Malahan kaumnya menantang, kapan azab itu datang. Nabi Yunus khawatir bahwa seruannya akan semakin dilecehkan apabila azab tidak datang. Beliau lalu berdoa, mohon segera diturunkan azab.
Singkat cerita, sebelum azab turun, Nabi Yunus meninggalkan kaumnya dan kemudian menumpang sebuah kapal tanpa sepengetahuan pemiliknya. Di tengah pelayaran, kapal dihantam badai dan terancam tenggelam karena kelebihan muatan.
Ayat tersebut di atas diturunkan kepaca Nabi Muhammad saw, berkenaan dengan kisah Nabi Yunus. Intl pelajaran yang dapat diambil dari ayat tersebut adalah jangan berdoa karena marah. Berdoa dalam keadaan marah adalah berlawanan dengan hakikat makna doa itu sendiri. Sebab doa yang disertai kemarahan, tanpa disadari, mengandung pemaksaan kehendak dari diri sendiri, dan menghendaki sesuatu yang buruk terjadi pada orang lain.
sebagai seorang utusan Allah, apa yang dialami oleh Nabi Yunus sebenarnya berkaitan langsung dengan tugas yang beliau emban, yaitu menyampaikan seruan Allah. Namun demikian, ketika seruan itu ditampik oleh kaumnya, Allah tetap tidak menghendaki Nabi Yunus dalam keadaan marah, lalu menginginkan azab turun pada kaumnya. Ini adalah pelajaran lebih lanjut yang bisa dipetik dari kisah tersebut. Khususnya oleh mereka yang menempatkan diri sebagai penyeru, kejalan Allah.
Menyeru kejalan Allah memang perlu dilakukan sebagai suatu tugas mulia. Namun sebagai penyeru atau dai, tidaklah berarti karena yang ingin ditegakkannya adalah ajaran agama, lalu ia harus benci, marah, atau mengharapkan bencana menimpa orang yang tidak mengindahkan seruannya. Apalagi segera mengambil tindakan sendiri untuk melahirkan bencana itu.
Keberhasilan seorang dai tidak hanya dan tidak pertama-tama diukur pada ikut tidaknya orang lain memenuhi dakwahnya. Yang justru pertama kali harus menjadi ukuran ialah keikhlasan dai itu sendiri dalam menjalankan tugas dakwahnya.
Karena itu, tantangan paling berat bagi seorang dai, sebenarnya pertama-tama ada pada dirinya sendiri. Yaitu Bagaimana ia bisa membedakan antara keikhlasannya - menjalankan tugas dakwah dan keinginan agar seruannya dipenuhi orang. Kemarahan karena seruan tidak diikuti, bisa mengaburkan kedua hal itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar