Pelajaran menarik ini aku dapatkan dari buku KUN FAYAKUUN yang di tulis oleh Ust. Yusuf Mansur, bahwa uang bukanlah merupakan tujuan kita hidup, mungkin hal ini aneh bagi orang-orang yang bersifat hedonis dan konsumtif yang di otaknya hanya ada UANG… UANG …. Dan UANG, yang cara mendapatkannya halal atau haram pun mereka tidak peduli. Saya berharap kita semua terhindar dari sifat yang demikian, karena kehidupan di akherat lebih penting daripada di dunia yang penuh kepalsuan. Semoga ALLAH memberikan hidayah dan ketabahan hati ……. Kepada saya pada khususnya dan kaum muslimin dan muslimah pada umumnya. Sebaiknya sahabat zaameedhearts membeli buku ini di toko buku terkenal…. Buat di baca saat ramadhan sambil menunggu bedug buka atau sahur, pasti akan lebih berkesan. Selamat membaca ………………………………………………………
Uang Tidal Selalu
Mendatangkan Ketenangan
Ridha menerima ketetapan-Nya, akan membuat segala hal
di sekeliling kita menjadi indah dan menyenangkan.
Karyono kecewa betul dengan keadaannya. Dua belas tahun dia bekerja di salah satu kelurahan, di wilayah Tangerang, Banten, tapi hingga kini dia belum mendapatkan status yang jelas. pegawai honorer tidak, apalagi pegawai tetap. Bahkan, sekedar kabar akan mendapatkan SK pun tidak.
Kali ini kekecewaan Karyono berubah menjadi keputusasaan. Entah setan apa yang merasuk ke dalam pikirannya, Siang itu, ia menerima tawaran Bang Joni, mafia tanah di kampung seberang. Bang Joni menawarkan kepadanya untuk `membereskan' 1 (satu) buah sertifikat palsu. Untuk keperluan bisnis, katanya. la ditawari iming-iming uang Rp. 20 juta kalau pekerjaannya ini beres. Sebagai uang muka, amplop berisi uang Rp. 1 juta diberikan kepadanya. Sebagai tanda jadi.
Dalam keputusasaannya ini, ia terima tawaran Bang Joni tanpa banyak pikir panjang.
Karyono lupa, meski ia hanya pegawai lepas dan `tanpa status', tapi Pak Lurah -termasuk lurah sebelumnya- cukup perhatian sama dia.
la juga lupa, walaupun penghasilannya sebagai 'pegawai tidak jelas' di kelurahan tidak menentu, tapi mertuanya cukup berada, istrinya cantik, anak sehat, dan ia dibuatkan warung kelontong sebagai tambahan penghasilan dari mertuanya. Hanya sekedar sebab status kepegawaiannya yang tidak jelas ia melupakan limpahan nikmat Allah yang lain.
Mestinya, kalau bentuk kekecewaannya itu ia luapkan dengan terus menerus menambah kualitas sumber daya manusia dan kemampuan yang dimilikinya, maka bisa dipastikan ia akan mengalami peningkatan kualitas hidup. Tapi Karyono terlanjur terfokus dengan kekurangannya ini, ia tidak mau dan tidak mampu melihat kelebihan yang sudah dianugerahi Tuhan di sisi kehidupannya yang lain.
Singkat cerita, persengkokolannya dengan Bang Joni berujung kepada kepahitan. Bang Joni kebetulan ditangkap. Terseret juga Karyono. la ikut ditangkap. Alih-alih dapat obyekan kelas kakap, kini ia malah mendekam di tahanan MAPOLRES Tangerang, dipersamakan dengan penjahat kelas kakap.
Perkembangan kasusnya tergantung basil penyelidikan lebih lanjut. Tapi yang jelas, nasib Karyono sudah menggantung di kaki langit.
Hhhh... nasib!
Jangan sampai permasalahan kehidupan membuat kita mempertanyakan keadilan Tuhan. Apalagi membuat kita kemudian buta, tidak sanggup melihat keindahan di sisi kehidupan kita yang lain.
Biasa, orang kalau sudah tersudut barulah menghargai nikmat Allah yang sebelumnya tidak terlibat. Dan biasa pula, orang kalau lagi jatuh barulah bisa melihat bahwa sebelumnya Tuhan begitu baik kepadanya. Begitu juga Karyono. Kini ia tahu, bahwa selama ini ia hanya mengeluh dan mengeluh tanpa melakukan suatu upaya perbaikan yang berarti. Ia juga sadar, bahwa selama ini ia hanya manusia yang tidak tahu diuntung, tak pandai berterima kasih atas anugerah Allah berupa mertua yang perhatian, istri yang cantik, anak yang sehat, dan warung yang menghasilkan.
Sebab di penjara juga, Karyono menjadi tahu, bahwa tidak selamanya uang akan membawa kepada ketenangan dan ketenangan. Utamanya bila dicari lewat cara-cara yang tidak disukai Tuhan. Kesenangan dan ketenangan ternyata harganya relatif murah. Ia bisa dibeli hanya dengan sikap 'nerima'. Yakni menerima pemberian Tuhan apa adanya, mensyukuri-Nya.
Ah, nasi sudah menjadi bubur. Tapi tidak ada penyesalan yang tidak berguna, selama penyesalan tersebut membawa kepada perbaikan. Penyesalan baru tidak bermanfaat manakala penyesalan itu menjadi. penyesalan omong kosong. Penyesalan yang tidak membawa perubahan apapun setelahnya. Penyesalan juga menjadi tidak berguna, ketika menyesal, tapi nyawa sudah berpisah dari badan.
Ikhlas menerima keputusan-Nya, akan membuat segala kekurangan takkan menyesakkan dada.
"Dan kalau mereka sungguh-sungguh ridha dengan apa yang diberikan oleh Allah dan Rasul-Nya kepada mereka, dan berkata, 'cukuplah Allah bagi kami, Allah akan memberikan kepada kami sebagian dari karunia-Nya, dan demikian pula Rasul-Nya, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berharap kepada Allah," (tentulah yang demikian itu lebih baik bagi mereka)." (At-Taubah: 59)-*4•
Wahai Zat yang telah menciptakan kami, selama ini Engkau melihat kami hanya menjadi manusia pengeluh yang lupa akan keindahan nikmat-Mu. Wahai Zat yang telah menciptakan kami, selama ini pula mata hati kami tertutup dari melihat kasih dan sayang-Mu, hanya lantaran kehidupan kami yang selalu dirasa kurang. Hidupkanlah kami dengan hati yang merasa cukup dengan pemberian-Mu, dan hidupkanlah kami dengan hati yang lapang ketika menerima ujian, atau bahkan azab sekalipun.
Wahai Zat yang begitu bijaksana, kami yakin tidak ada rencana-Mu yang berakhir dengan keburukan, tidak ada juga kehendak-Mu yang bersifat membinasakan. Perbuatan dan langkah sesat kamilah yang memaksa Engkau mewujudkan kehidupan yang buruk bagi kami. Dan boleh jadi juga Engkau kecewa, lantaran maksiat dan dosa kami membuat Engkau menjadi terhalang untuk mengulurkan kasih dan sayang-Mu Yang Mahasempurna. Duh Gusti Allah, kami memohon kebaikan dan ampunan-Mu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar