Rabu, 26 Agustus 2009

UMMU SULAIM "Mas Kawinnya adalah Dua Kalimat Sahadat"

Tulisan ini terdapat pada buku dengan judul “35 SIRAH SHAHABIYAH (35 Sahabat Wanita Rasulullah SAW)” jilid 2 yang di tulis oleh Mahmud Al-Mishri. Buku ini bisa di dapatkan di toko buku islami di kota anda….. buat menambah pengetahuan mengenai sahabat wanita RASUL, yang mungkin sahabat zaameedhearts belum mengenalnya….. selamat membaca dan semoga bermanfaat…………….. AMIEN



UMMU SULAIM

Mas Kawinnya adalah Dua Kalimat Sahadat



Sekarang kita bersama wanita mulia yang pintar, cerdas, penuh keikhlasan, jernih pikiran, pemurah, dan pemberani. Dia-lah wanita penerima Islam secara langsung sejak pertama kali mendengar Al-Qur'an dan ajaran Rasulullah. Dia-lah wanita yang melindungi Nabi di medan perang. Dia-lah wanita yang penuh kekhusyu'an dan kesabaran, juga mulia. Ia juga telah banyak hafal hadits Nabi. Kiprahnya dalam perjuangan Islam tidak akan terlupakan. la wanita yang sangat dihormati. Nabi pun pernah melihatnya berada dalam surga.

Dia-lah Ummu Sulaim, wanita muslimah yang disebut oleh Abu Nu'aim sebagai "Wanita yang taat kepada Allah dan Rasulullah, turut mengangkat senjata di beberapa medan laga."

Perkenalan

Mari sejenak berkenalan dengan Ummu Sulaim. Beliau adalah Ummu Sulaim binti Malhan bin Khalid bin Zaid bin Hiram bin Jundub Al-­Anshariyah. Ibu dari Anas seorang pelayan Rasulullah. Ummu Sulaim adalah nama panggilannya, dari sebutan anaknya yang bernama Sulaim. Sedangkan nama aslinya, terdapat beberapa versi; Sahlah, Ramilah, Rumaishah, Makkah, Ghumaisha', atau Rumaisha'.

Awal mulanya

Ketika cahaya Islam mulai merambah Tanah Arab, Ummu Sulaim termasuk di antara wanita yang tidak ingin menunda-nunda waktu untuk masuk Islam. Ia langsung mencintai Islam dengan segenap jiwa raganya.

Ketika itu, suaminya yang bernama Malik bin Nadhr-ayahnya Anas-sedang bepergian. Ketika pulang dan mendapati istrinya masuk Islam, ia marah besar dan meminta istrinya untuk kembali ke agama nenek moyang mereka. Namun Ummu Sulaim tetap dalam pendiriannya. Ia sudah terlanjur mencintai Islam dan merasakan lezatnya hidup dalam naungan Islam.

Tanah yang subur itu telah menumbuhkan pohon dengan ijin Tuhan

Ummu Sulaim kemudian mengajari anaknya-Anas bin Malik­mengucapkan dua kalimat sahadat. Anas menurut dan mengucapkan, "La Ilaaha Illallaah, Muhammadur Rasulullaah." Mengetahui hal itu, Malik-ayah Anas-marah dan berkata kepada istrinya, "Jangan kau rusak putraku." Ummu Sulaim menjawab, "Aku tidak merusaknya."

Ketika Ummu Sulaim semakin lantang mengajari anaknya mengucap­kan dua kalimat sahadat, Malik keluar rumah dengan marah. Di luar rumah, Malik bertemu dengan musuhnya, lalu keduanya berkelahi, hingga Malik terbunuh.

Mengetahui kematian suaminya, Ummu Sulaim menghadapinya dengan tabah. Ia berjanji tidak akan menyapih Anas hingga Anas sendiri yang tidak lagi mau menyusu. Ia juga berjanji tidak akan menikah lagi sampai Anas merestuinya.

Dari rumah inilah, kemudian keluar tokoh penyebar hadits Nabi saw. yang tidak lain adalah Anas bin Malik. Sungguh, pahala besar baginya dan bagi ibunya yang telah mendidiknya dengan iman dan takwa sejak ia masih kecil.

Saat Kebahagiaan Tiba

Meskipun Anas tumbuh sebagai anak yatim, namun ibunya-Ummu Sulaim-adalah wanita muslimah yang sangat matang, sehingga Anas tidak pernah merasakan penderitaan layaknya anak yatim.

Ummu Sulaim mengajarinya mengucapkan dua kalimat sahadat, menanamkan rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, meskipun Anas sendiri belum pernah bertemu dengan Rasulullah. Hal itu membuat Anas sangat ingin bertemu Rasulullah. Bahkan jika sudah besar nanti ia bertekad akan pergi ke Makkah untuk menemui Rasulullah. Ketika itu, Rasulullah dan kaum muslimin di Makkah sedang menghadapi siksaan para tokoh kafir Quraisy yang semakin hari semakin memusuhi Islam dan kaum muslimin. Khawatir kaum muslimin tidak tahan dengan cobaan yang semakin berat, Nabi mengizinkan mereka hijrah ke Madinah.

Tidak lama setelah kaum muslimin hijrah ke Madinah, Allah mengizinkan Rasul-Nya hijrah ke Madinah. "Nabi sedang dalam perjalanan menuju Madinah." Berita inilah yang kemudian menyebar di Madinah. Kaum muslimin, termasuk juga Anas, sangat bahagia mendengar berita itu.

Setiap hari mereka menunggu kedatangan Nabi di pinggiran kota Madinah. Ketika sampai sore hari Nabi tidak juga muncul, mereka pun pulang dengan hari sedih. Suasana seperti ini pun tengah berlangsung beberapa hari.

Akhirnya, sampai juga Nabi di kota Madinah. Kaum muslimin pun menyambut dengan sangat gembira. jalan-jalan Madinah dipenuhi dengan kaum muslimin, tidak ketinggalan juga anak-anak dan orang tua, baik laki-laki maupun perempuan. Mereka ingin merayakan kemenangan ini, sekaligus ingin bertemu dengan manusia terbaik ciptaan Allah, yang selama ini mereka rindukan.

Bahkan, jika seluruh hari raya di dunia ini dijadikan satu, maka kegembiraannya tidak bisa menandingi kegembiraaan kaum muslimin ketika menyambut kedatangan Nabi mereka saat itu. Semoga shalawat dan salam tercurah kepada Nabi Muhammad saw."

Kebangaan di Dunia dan Kemuliaan di Akhirat

Sudah beberapa hari Rasulullah berada di Madinah. Hari itu, Ummu Sulaim dengan Anas bertemu beliau. la berkata, "Ya Rasul, Anakku ­Anas—yang masih kecil ini, biarlah menjadi pelayan anda. Sudilah kiranya, anda berdoa untuknya." Rasul lalu bersabda, "Ya Allah, perbanyaklah harta dan anaknya." Anas—ketika sudah tua—berkata, "Demi Allah, hartaku banyak, anak dan cucuku mencapai 100 orang.""

Anas berkata, "Rasulullah tiba di Madinah saat usiaku 10 tahun. Beliau kemudian wafat saat usiaku 20 tahun. Ibuku senantiasa memberiku dorongan untuk menjadi pelayan Rasulullah.""

Suatu kebanggaan yang tiada bandingannya jika seseorang bisa menjadi pelayan Rasulullah, karena ia akan selalu mendampingi beliau. Dengan begitu, ia bisa belajar akhlak, kebenaran, dan sifat-sifat baik yang dimiliki Rasulullah. Sungguh suatu kebanggaan di dunia dan kemuliaan di akhirat kelak.

Anas pun telah belajar banyak dari akhlak mulia Nabi. Setiap pulang, ia menceritakan semuanya kepada ibunya—Ummu Sulaim. Anas pernah berkata, "Demi Allah, aku menjadi pelayan Rasulullah selama Sembilan tahun. Tidak pernah sekali pun beliau mengomentari apa yang aku lakukan, 'Kenapa kamu lakukan ini?' Dan tidak pernah mengomentari sesuatu yang tidak aku kerjakan, 'Mengapa kamu tidak lakukan ini?'

Anas juga pernah berkata, "Rasulullah adalah orang yang paling baik akhlaknya. Suatu hari, beliau mengutusku untuk suatu keperluan. Aku berniat, "Demi Allah aku tidak pergi." Hanya saja dalam hatiku aku akan pergi jika Nabi menyuruhku. Aku berangkat dan melewati anak-anak yang sedang bermain di pasar. Aku merasakan Rasulullah sudah memegang leherku dari belakang. Aku memandang beliau, dan beliau tertawa lalu bersabda, "Anas, apakah kamu pergi ketika aku menyuruhmu tadi?" Aku menjawab, "Ya. Ya Rasul.

Anas pernah bercerita, "Jika Rasulullah disambut oleh seorang laki-­laki lain menjabat tangannya, beliau tidak melepaskan tangannya hingga laki-laki tersebut yang melepaskan tangannya. Beliau juga tidak memalingkan wajahnya dari wajah orang itu hingga orang itu yang memalingkan wajahnya terlebih dahulu. Beliau tidak pernah memajukan dua lututnya melebihi teman duduknya (tanda menyombongkan diri.

Anas juga pernah berkata, "Seorang anak perempuan kecil pernah menggandeng tangan Rasulullah lalu mengajak beliau kemana dia (anak itu) suka.""

Sangat Menjaga Rahasia Nabi SAW

Ummu Sulaim selalu berpesan kepada Anas supaya melakukan perbuatan yang diridhai Rasulullah dan menjauhi semua yang membuat beliau marah, terutama yang berkaitan dengan rahasia beliau.

Tsabit mengisahkan bahwa Anas pernah bercerita, "Rasulullah mendatangi saya ketika saya sedang bermain dengan anak-anak lainnya. Beliau mengucapkan salam kepada kami. Lalu beliau mengutusku untuk suatu keperluan, sehingga aku terlambat pulang ke rumah ibuku. Ketika sampai di rumah, ibu bertanya, "Kenapa pulang terlambat?" Aku menjawab, "Rasulullah mengutusku untuk suatu keperluan." Ibu berkata, "Keperluan apa?" Aku menjawab, "Ini rahasia, bu." Ibu berkata, "Jangan diceritakan kepada siapapun." Anas berkata kepada Tsabit, "Demi Allah, seandainya aku menceritakan kepada seseorang, tentu aku akan bercerita kepadarnu.

Iman yang Kuat

Ummu Sulaim sangat bersemangat untuk segera melaksanakan perintah Rasulullah dan meninggalkan larangannya.

Hafshah menceritakan bahwa Ummu 'Athiyah pernah berkata, "Kami berbai'at (mengambil sumpah setia) kepada Nabi. Beliau membacakan firman Allah ".. Apabila perempuan-perempuan mukmin datang kepadamu untuk mengadakan baiat (janji setia) bahwa mereka tidak akan memper­sekutukan sesuatu apapun dengan Allah...." (AI-Murntahanah: 12). Beliau melarang kami meratapi orang mati secara berlebihan. Seorang wanita di antara kami merapatkan tangannya lalu berkata, "Fulanah (seorang wanita) pernah membantuku ketika meratapi orang mati, dan saya ingin membalasnya." Nabi tidak mengomentari sama sekali. Wanita itu lalu pergi kemudian kembali lagi. Tiada yang menyambut wanita itu selain Ummu Sulaim, Ummu Ala', Putri Abu Syaibah dan Istri Muadz."

Masuk Islam Sebagai Mas kawinnya

Sebagian besar orang tidak henti-hentinya membicarakan tentang kemuliaan Anas dan ibunya. Mendengar hal itu, Abu Thalhah terpesona. Ia pun memberanikan diri meminang Ummu Sulaim dengan bersedia memberikan mas kawin yang sangat mahal. Hanya saja ia terkejut dan tidak bisa berkata-kata ketika Ummu Sulaim menolaknya. Mari kita dengarkan jawaban Ummu Sulaim, "Tidak patut saya menikah dengan laki-laki musyrik. Wahai Abu Thalhah, tidakkah engkau tahu bahwa tuhan-tuhan yang kalian sembah adalah hash pahatan seorang budak keluarga Fulan? Bukankah jika tuhan-tuhan itu engkau sulut dengan api, pasti terbakar?

Dada Abu Thalhah terasa sesak. Ia kemudian meninggalkan rumah Ummu Sulaim dengan lunglai dan masih tidak percaya jika lamarannya telah ditolak. Namun cintanya yang tulus membuatnya datang lagi pada hari berikutnya dengan memberikan janji kepada Ummu Sulaim bahwa ia akan memberikan mas kawin yang sangat mahal dan akan membaha­giakan-nya.

Akan tetapi Ummu Sulaim bukan wanita biasa. Ia seorang muslimah sejati ati dan cerdas. Dunia seisinya tidak berharga sama sekali di matanya. Tidak ada yang lebih mahal dari nikmat Islam yang sudah bersemayam dalam hatinya.

Dengan santun ia menjawab, "orang sepertimu tidak pantas ditolak. Akan tetapi kamu orang kafir. Sedangkan saya seorang muslimah. Tidak patut bagi saya menikahimu."

"Lihatlah mas kawinmu."

"Apa mas kawinku?"

"Emas dan perak."

"Aku tidak ingin emas dan perak. Aku ingin kamu masuk Islam." "Apa yang harus aku lakukan?"

"Temuilah Rasulullah."

Maka Abu Thalhah berpamitan untuk menemui Rasul. Ketika itu Rasul sedang bersama para sahabatnya. Melihat kedatangan Abu Thalhah, Rasul bersabda, "Abu Thalhah datang dengan semangat masuk Islam."

Di depan Rasul, Abu Thalhah menceritakan apa yang dikatakan Ummu Sulaim. Kemudian ia pun masuk Islam dan menikahi Ummu Sulaim dengan mahar keislamannya itu.

Riwayat lain menyebutkan, "Demi Allah, laki-laki sepertimu tidak pantas ditolak. Akan tetapi engkau kafir dan aku wanita muslimah. Aku tidak boleh menikah denganmu. jika engkau masuk Islam, maka itulah maharku dan aku tidak minta yang lainnya."

Jawaban inilah yang mampu mengguncang jalan pikiran Abu Thalhah. Ummu Sulaim sudah menaklukkan hati Abu Thalhah dengan menegaskan bahwa ia bukan wanita yang mudah tergiur oleh harta benda. Ummu Sulaim adalah wanita cerdas yang benar-benar tahu arti hidupnya. Wanita seperti inilah yang diyakini Abu Thalhah pantas untuk menjadi istri dan ibu dari anak-anaknya. Akhirnya ia memenuhi syarat yang ditentukan Ummu Sulaim dengan mengucapkan, "Ashadu Allaa Ilaha Ittallah, wa Ashadu Anna Muhammadan Rasulullah."

Ummu Sulaim menoleh ke arah anaknya, dengan wajah ceria penuh bahagia karena Allah telah memberi petunjuk kepada Abu Thalhah. Ia berkata kepada Anas, "Nikahkan ibu dengan Abu Thalhah." Lalu Anas menikahkan ibunya dengan Abu Thalhah dengan keislamannya sebagai mahar.

Tsabit berkata, "Aku tidak pernah mendengar mas kawin yang lebih mulia dari mas kawin yang ditentukan Ummu Sulaim, yaitu keislaman calon suaminya."

Ummu Sulaim adalah istri teladan yang telah melakukan tugasnya dengan sangat baik. Ia juga ibu, pendidik, dan wanita da'iah yang patut dicontoh.

Begitulah, Abu Thalhah masuk Islam melalui dakwah yang disampaikan oleh calon istrinya (Ummu Sulaim). Setelah itu ia mempelajari Islam dengan sungguh-sungguh."

Parfumnya adalah Keringat Nabi

Cintanya kepada Rasul telah mendarah daging dalam tubuh Ummu Sulaim, hingga ia menjadikan keringat beliau sebagai parfum, dengan harapan mendapat berkah.

Anas menuturkan, "Suatu waktu, Rasulullah mengunjungi kami. Beliau tidur Siang dan berkeringat. Maka ibuku memasukkan keringat beliau ke dalam botol. Nabi terbangun dan bertanya, 'Apa yang kau lakukan?' Ummu Sulaim menjawab, "Keringat anda akan kami campur dengan parfum kami. Ini adalah parfum paling bagus.

Anas juga pernah menuturkan, "Nabi pernah mengunjungi rumah Ummu Sulaim. Beliau tidur di tempat tidur Ummu Sulaim. Saat itu Ummu Sulaim tidak berada di tempat. Ketika pulang dan mengetahui Nabi sedang tidur dan berkeringat, Ummu Sulaim mengambil botol dan memasukkan keringat beliau ke dalam botol. Nabi terbangun dan bertanya, 'Apa yang kamu lakukan?' la menjawab, "Kami berharap berkah dari keringat ini untuk anak-anak kami." Beliau berkata, "Ya.

Berharap Berkah dari Rambut Rasul

Ummu Sulaim menyimpan rambut Nabi dengan sangat rapi, dengan harapan mendapat berkah dari rambut beliau.

Anas menuturkan, "Ketika Rasulullah mencukur rambutnya di Mina, Abu Thalhah mengambil sebagian rambut beliau dan memberikannya kepada Ummu Sulaim, lalu di simpannya rambut itu.

Ummu Sulaim juga menyimpan mulut geriba yang pernah tersentuh bibir Rasulullah. Anas menceritakan bahwa Nabi pernah mengunjungi Ummu Sulaim, lalu beliau minum langsung dari mulut geriba. Maka Ummu Sulaim memotong mulut geriba itu dan menyimpannya.

Imam Nawawi menyebutkan bahwa Ummu Sulaim menyimpan mulut geriba itu karena berharap berkah.

Kesabaran yang Tiada Dua

Ummu Sulaim menjalani hidup bersama Abu Thalhah dengan penuh kebahagiaan yang sulit untuk digambarkan, apalagi setelah lahirnya anak mereka yang diberi nama Abu Umair. Keceriaan dan kelincahan Abu Umair semakin menambah kebahagiaan mereka. Ia juga memelihara burung kecil (Nughair) untuk teman bermain. Ketika Rasul berkunjung, seringkali beliau menyapa Ubu Umair, "Hai Abu Umair, bagaimana kabar Nughair?"

Tibalah saatnya Allah menguji mereka berdua. Abu Umair yang masih kecil sakit parah dan akhirnya meninggal dunia. Saat itu Abu Thalhah sedang dalam bepergian. Ummu Sulaim menghadapi kematian anaknya dengan penuh kesabaran dan ketegaran. la pasrah dengan ketentuan Allah. Ia berucap, "Segala puji bagi Allah. Kami ini milik Allah dan kepada­Nya kami kembali."

Mari kita dengar kisah selengkapnya langsung dari Anas. "Adikku (Abu Umair) dari ayah Abu Thalhah meninggal dunia. Ummu Sulaim berkata kepada kerabatnya, 'Jangan bilang kepada Abu Thalhah. Biarkan saya sendiri yang memberitahunya."'

Saat adikku meninggal itu, Abu Thalhah sedang dalam bepergian. Ketika ia telah tiba, ibu menyuguhinya makan malam dan keduanya pun makan malam. Setelah itu ibu berdandan dan mengajaknya berhubungan.

Selesai makan malam dan berhubungan badan, barulah ibu berkata kepada Abu Thalhah, "Seandainya ada seseorang yang meminjamkan sesuatu lalu beberapa waktu kemudian mengambil pinjaman itu. Apakah akan kamu tolak?"

"Tidak."

"Kalau begitu, bersabarlah. Putra kita telah meningal dunia."

Abu Thalhah marah, "Kenapa kamu tidak memberitahu sejak kedatanganku?"

Pagi harinya, Abu Thalhah mengadukan peristiwa itu kepada Rasul. Beliau bersabda, "Allah memberkahi apa yang kalian lakukan kemarin malam."

Suatu ketika, Rasulullah dalam sebuah perjalanan pulang ke Madinah. Ummu Sulaim dan Abu Thalhah berada dalam rombongan Nabi. Dan sudah menjadi kebiasaan Nabi apabila pulang dari bepergian di malam hari, beliau tidak langsung menuju ke rumah istrinya, tetapi singgah terlebih dahulu di masjid, agar sang istri bersiap-siap menyambut kedatangan beliau.

Ketika rombongan ini sudah dekat dengan Madinah, Ummu Sulaim merasa akan segera melahirkan, maka ia ditemani Abu Thalhah dan Anas untuk tidak ikut melanjutkan perjalanan. Mereka pun singgah di perkampungan terdekat. Nabi dan rombongan yang lain melanjutkan perjalanan menuju Madinah.

Abu Thalhah berdoa, "Ya Rabb, saya ingin sekali berangkat bersama rasul-Mu, dan pulang juga bersama Rasul-Mu. Akan tetapi engkau tahu kami tertahan."

Beberapa saat kemudian Ummu Sulaim berkata, "Aku sudah tidak merasakan sakit lagi. Mari kita lanjutkan perjalanan."

Kami pun melanjutkan perjalanan menuju Madinah. Ketika sampai di Madinah, ibu melahirkan bayi laki-laki. Ibu berkata, 'Anas, tidak seorang pun menyusui adikmu ini, sebelum kamu bawa kepada Rasulullah.'

Pagi harinya, aku membawanya menemui Rasulullah. Saat itu beliau membawa stempel besi untuk menandai binatang. Melihat kedatanganku, beliau berkata, "Apakah ini bayi Ummu Sulaim?"

"Ya." Jawabku.

Beliau menaruh stempel besi tadi, lalu aku letakkan adikku di pangkuannya. Beliau minta diambilkan korma, lalu beliau mengunyahnya lalu menyuapkannya ke mulut bayi itu. Adikku memakan korma itu dengan lahap, hingga Rasulullah berkata, "Lihatlah bagaimana orang­-orang Anshar sangat menyukai korma." Lalu beliau mengusap wajahnya dan memberinya nama Abdullah.

Seorang laki-laki Anshar berkata, "Abu Thalhah dan Ummu Sulaim dikaruniai 9 anak dan semuanya hafal Al-Qur'an.

Alangkah berkahnya keturunan mereka. Alangkah besarnya pahala dunia bagi mereka yang mau bersabar terhadap cobaan yang diberikan. Terlebih kenikmatan yang akan di dapatkan kelak di surga di luar jangkauan pikiran manusia.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar