Tuli, Bisu, dan Buta
Oleh Drs Fauzul Iman MA
Tuli, bisu, dan buta adalah tiga kata yang berulang-ulang disebut oleh Alquran. Kata tuli (summun) dengan segala bentuk kata jadiannya diulang sebanyak 15 kali, kata bisu (bukmun) diulang sebanyak
Pada umumnya ketiga kata ini digunakan Alquran dalam kontek pengecaman kepada orang-orang yang tidak menghiraukan ayat-ayat Allah yang disampaikan Nabi Muhammad saw. Ayat-ayat itu berisi pesan-pesan tentang pencapaian kualitas hidup umat manusia.
Di antara pesan itu adalah: mengajak umat manusia agar mematuhi undang-undang Allah yang menyeru ke jalan yang benar (QS 43:40) serta memerintahkan umat manusia agar mengubah hidup mereka yang terbelenggu oleh tradisi yang sesat dan gelap menuju kehidupan yang lebih maju dan terbuka (QS 49: 23).
Pesan-pesan itu ternyata tidak dipatuhi oleh umat yang hidup di zaman itu, sehingga Allah mengecam mereka dengan kata tuli, bisu, dan buta. Kata tuli digunakan Allah sebagai ancaman kepada mereka yang mempunyai telinga tapi tak mau mendengar ajaran dan petunjuk yang benar. Kata bisu digunakan Allah untuk mengecam mereka yang punya mulut, namun enggan merespon kebenaran (membisu). Dan kata buta ditujukan pada orang yang punya mata, tapi tak mau memperhatikan kebenaran.
Akibat dari pembangkangan terhadap pesan-pesan kebenaran itu, kehidupan mereka menjadi selalu terkutuk dan terpuruk dalam suasana kegelapan, kesesatan, dan kebodohan.
Tuli, bisu, dan buta tampaknya bukan hanya merupakan penyakit manusia zaman jahiliyah. Penyakit itu telah juga menimpa pada sebagian manusia yang hidup di abad modern. Kita boleh berbangga dengan abad moderen karena bangsa kita juga telah menangkap riak kemoderenan ini dengan ditandai oleh kemajuan peradaban bangsa di bidang teknologi, informasi, dan pendidikan. Sehingga seiring dengan itu muncul pula bangsa kuat, cerdik pandai, dan kaum kaya.
Namun apalah arti semua itu bila sifat tuli, bisu, dan buta masih menghinggapi sebagian kalangan kaum cerdik pandai dan kaum kaya. Sebagian dari mereka masih tuli mendengar peraturan, bisu merespon kebenaran, dan buta dengan tata etik. Mereka tak lagi mau mendengar jeritan dan penderitaan kaum lemah, mereka menutup mata dan mulutnya membisu dalam membela dan menegakkan kebenaran, dan mereka buta melihat keinginan perubahan dari alam yang acap kali menjadi objek kekejaman dan kesewenangan-wenangan orang kuat. Itulah rupanya sifat yang tidak diinginkan oleh Nabi saw sebagaimana dalam hadisnya, "Ya Allah kami berlindung kepada-Mu dari sifat tuli dan buta. "
Kita, tentu saja, berkeinginan agar gema ekses ketidakhirauan dan sikap menutup diri mereka perlahan-lahan menjadi hilang, sehingga kita akan terhindar dari kutukan Alquran yang lebih tegas: bahwa sesungguhnya binatang yang paling buruk menurut Allah ialah yang tuli, yang bisu, dan yang tak mengerti (QS 8: 22). Na'udzubillah!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar