Artikel pernah diterbitkan oleh harian REPUBLIKA dimana saya lupa tanggalnya pada beberapa tahun yang lalu, kebetulan kita
BELAJAR DARI LAPAR
Oleh : Dr Ahmad Hatta MA
Suatu ketika Muawiyah bin Abu Sofyan mengirimkan uang 80.000 dirham kepada Aisah r.a. Setelah diterimanya, uang itu segera dibagi-bagikannya kepada fakir-miskin sehingga tidak sedikit pun tersisa untuk Aisyah sendiri, padahal ia ketika itu sedang berpuasa dan pakaian yang lekat di badannya sangat usang. Melihat kondisi Aisyah, pembantunya berkata kepadanya, "Hai Ummul Mukminin, alangkah baik seandainya engkau menyisakan sedikit dari uang tadi untuk kita membeli daging buat berbuka puasa".
Aisyah r.a. baru sadar bahwa ia tidak mempunyai makanan apapun untuk berbuka had itu. Maka beliau berkata pada pembantunya itu, "Seandainya engkau mengingatkanku tadi, maka akan aku tinggalkan sedikit untuk kita berbuka."
Pada kesempatan puasa lainnya, Aisyah r.a. pernah didatangi seorang fakir-miskin yang kelaparan meminta sedekah. Aisyah r.a. lalu bertanya kepada pembantunya, "Apakah kita mempunyai makanan untuk diberikan kepada orang ini?"
"Kita hanya mempunyai sepotong roti kering untuk kita berbuka puasa nanti, " jawab pembantunya.
"Berikan roti itu kepada orang ini," perintah Aisyah. Pembantunya lalu melaksanakan perintah itu. Sekilas mungkin kita akan menganggap sikap Aisah ini aneh atau berlebihan. Tetapi kalau kita mendalami makna puasa yang sedang kita lakukan saat ini, maka sikap ini bukan saja wajar tetapi bahkan seharusnya ada pada setiap orang yang berpuasa.
Salah satu hikmah puasa adalah agar kita dapat merasakan perasaan orang miskin yang kelaparan karena tidak mempunyai makanan. Mereka tidak tahu kapan akan mendapatkan makanan dan kapan lapar ini akan berakhir, bukan seperti kita yang lapar karena puasa.
Sayangnya, dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter seperti sekarang ini kita masih banyak melihat sikap orang-orang Muslim yang semestinya tidak pantas dilakukan oleh orang yang sedang berpuasa. Sebagai misal, selama bulan Ramadhan ini kita memborong bahan kebutuhan pokok sebanyak-banyaknya karena kita takut lapar, tanpa pernah menyadarin bahwa puasa yang sedang kita lakukan memang bertujuan untuk mendidik kita merasakan lapar sehingga dapat menyayangi orang-orang yang lapar.
Penyerbuan pasar yang kita lakukan adalah sangat kontradiktif dengan puasa kita. Karena penyerbuan ini telah membuat orang lapar bertambah lapar. Orang sulit bertambah terjepit. Orang miskin bertambah sengsara. Sebab dengan memborong bahan kebutuhan pokok sebanyak-banyaknya itu telah menyebabkan harga barangbarang itu naik.
Krisis moneter dan ekonomi yang kita hadapi memang telah mempersulit kehidupan kita. Tetapi kesulitan ini belum seberapa bila dibandingkan dengan kesulitan pekerja kecil yang di PHK atau orang miskin yang tidak mempunyai pekerjaan.
Karena itu, mari kaji kembali puasa kita. Sudahkah meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT ? Sudahkah puasa itu mengubah sikap kita kepada sesama manusia, terutama fakir-miskin ? Sudahkah puasa kita dapat mengekang nafsu ammarah dan nafsu lawwamah yang melahirkan sifat serakah, rakus, bakhil, dan egois? Sebaliknya sudahkah puasa kita menyuburkan nafsu mutmainnah yang menghidupkan sikap tenang, tawakal, rendah hati, pemurah, dan penuh tanggungjawab.
Seharusnya puasa dalam krisis seperti saat ini membuatnya lebih bermakna dan berpengaruh dalam membentuk kepribadian muslim kita. Karena kita —walaupun sedikit— dalam kondisi ini dapat merasakan bagaimana perasaan orang lapar yang sulit untuk mendapatkan makanan. n
Tidak ada komentar:
Posting Komentar