Kamis, 25 Juni 2009

BELAJAR DARI LAPAR

Artikel pernah diterbitkan oleh harian REPUBLIKA dimana saya lupa tanggalnya pada beberapa tahun yang lalu, kebetulan kita kan sebentar lagi memasuki bulan RAMADHAN, semoga isi artikel ini dapat dipraktekkan oleh sahabat-sahabat ZAAMEEDHEARTS, agar puasanya bisa lebih baik dari tahun lalu, syukur-syukur bisa mendapatkan malam seribu bulan (lailatul Qadar)…..amiennnnnn


BELAJAR DARI LAPAR

Oleh : Dr Ahmad Hatta MA

Suatu ketika Muawiyah bin Abu Sofyan mengirim­kan uang 80.000 dirham kepada Aisah r.a. Sete­lah diterimanya, uang itu segera dibagi-bagikan­nya kepada fakir-miskin sehingga tidak sedikit pun tersi­sa untuk Aisyah sendiri, padahal ia ketika itu sedang ber­puasa dan pakaian yang lekat di badannya sangat usang. Melihat kondisi Aisyah, pembantunya berkata kepadanya, "Hai Ummul Mukminin, alangkah baik sean­dainya engkau menyisakan sedikit dari uang tadi untuk kita membeli daging buat berbuka puasa".

Aisyah r.a. baru sadar bahwa ia tidak mempunyai ma­kanan apapun untuk berbuka had itu. Maka beliau ber­kata pada pembantunya itu, "Seandainya engkau meng­ingatkanku tadi, maka akan aku tinggalkan sedikit untuk kita berbuka."

Pada kesempatan puasa lainnya, Aisyah r.a. pernah didatangi seorang fakir-miskin yang kelaparan meminta sedekah. Aisyah r.a. lalu bertanya kepada pembantunya, "Apakah kita mempunyai makanan untuk diberikan kepa­da orang ini?"

"Kita hanya mempunyai sepotong roti kering untuk kita berbuka puasa nanti, " jawab pembantunya.

"Berikan roti itu kepada orang ini," perintah Aisyah. Pembantunya lalu melaksanakan perintah itu. Sekilas mungkin kita akan menganggap sikap Aisah ini aneh atau berlebihan. Tetapi kalau kita mendalami makna puasa yang sedang kita lakukan saat ini, maka sikap ini bukan saja wajar tetapi bahkan seharusnya ada pada setiap orang yang berpuasa.

Salah satu hikmah puasa adalah agar kita dapat me­rasakan perasaan orang miskin yang kelaparan karena ti­dak mempunyai makanan. Mereka tidak tahu kapan akan mendapatkan makanan dan kapan lapar ini akan berakhir, bukan seperti kita yang lapar karena puasa.

Sayangnya, dalam keadaan krisis ekonomi dan mone­ter seperti sekarang ini kita masih banyak melihat sikap orang-orang Muslim yang semestinya tidak pantas dilaku­kan oleh orang yang sedang berpuasa. Sebagai misal, selama bulan Ramadhan ini kita memborong bahan ke­butuhan pokok sebanyak-banyaknya karena kita takut lapar, tanpa pernah menyadarin bahwa puasa yang se­dang kita lakukan memang bertujuan untuk mendidik kita merasakan lapar sehingga dapat menyayangi orang-­orang yang lapar.

Penyerbuan pasar yang kita lakukan adalah sangat kontradiktif dengan puasa kita. Karena penyerbuan ini te­lah membuat orang lapar bertambah lapar. Orang sulit bertambah terjepit. Orang miskin bertambah sengsara. Sebab dengan memborong bahan kebutuhan pokok se­banyak-banyaknya itu telah menyebabkan harga barang­barang itu naik.

Krisis moneter dan ekonomi yang kita hadapi memang telah mempersulit kehidupan kita. Tetapi kesulitan ini be­lum seberapa bila dibandingkan dengan kesulitan peker­ja kecil yang di PHK atau orang miskin yang tidak mempu­nyai pekerjaan.

Karena itu, mari kaji kembali puasa kita. Sudah­kah meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT ? Sudahkah puasa itu mengubah sikap kita ke­pada sesama manusia, terutama fakir-miskin ? Sudah­kah puasa kita dapat mengekang nafsu ammarah dan nafsu lawwamah yang melahirkan sifat serakah, rakus, bakhil, dan egois? Sebaliknya sudahkah puasa kita me­nyuburkan nafsu mutmainnah yang menghidupkan sikap tenang, tawakal, rendah hati, pemurah, dan penuh tang­gungjawab.

Seharusnya puasa dalam krisis seperti saat ini mem­buatnya lebih bermakna dan berpengaruh dalam mem­bentuk kepribadian muslim kita. Karena kita —walaupun sedikit— dalam kondisi ini dapat merasakan bagaimana perasaan orang lapar yang sulit untuk mendapatkan ma­kanan. n



Tidak ada komentar:

Posting Komentar