Kamis, 18 Juni 2009

KAMERA ILAHI 10000000000000 PIXEL

Kliping ini menarik, apakah selama ini ALLAH tidak mempunyai gadget untuk melihat perilaku kita di dunia……… Kamera ILAHI bermega-mega pixel bahkan tera pixel atau mungkin lebih tinggi lagi yang sebutannya sendiri belum ditemukan, bahkan dapat di zoom bermilyar-milyar kalipun gambarnya tidak akan pecah. Ini tidak dapat di delete, ,menarik untuk di miliki oleh ummat manusia, agar berpikir 1000000000000 kali bahkan lebih bila untuk bertindak maksiat……………….. semoga bermanfaat bro…..


KAMERA ILAHI

Oleh : Toto Tasmara

Dalam sebuah dialog dengan Malaikat Jibril, Rasulullah Muhammad saw menjawab tentang arti ih­san, dan bersabda: Hendaknya kita beribadah se­akan-akan melihat Allah. Dan karena kita tidak melihatNya, maka ketahuilah bahwa Allah melihatmu.

Ucapan Rasulullah itu mempunyai dimensi akhlak yang sangat mendalam dan bernilai luhur. Artinya, dalam situasi apapun harus ada semacam kesadaran bahwa "kita dilihat Allah", ada sirkuit kamera yang dengan ta­jam menyorot dan merekam perbuatan kita.

Pada suatu saat seorang pemuda yang kaya mencoba menggoda wanita. Pada saat nafsu membara memenuhi pikirannya, dan sang wanita hampir hanyut dalam rayuan pemuda tersebut, wanita itu berkata, "Inni akhofullah (Aku takut Allah)." Demi mendengar ucapan wanita tersebut, sang pemuda bergetar jiwanya, kemudian mereka berdua beristighfar seraya membatalkan niat durjananya. Di dalam hadis Bukhari diriwayatkan bahwa kedua pemuda pemudi itu akhirnya menjadi penghuni sorga.

Umar bin Khatab menguji bocah penggembala agar domba-dombanya dijual karena tidak akan ada yang meli­hatnya, dan anak kecil itu menjawab, "Fa ainallah?(Lan­tas, dimanakah gerangan Allah?)." Dan anak gembala itu tetap istiqomah tidak mengkhianati pekerjaannya.

Kalau saja kita mampu berbuat ihsan, merasakan diri bahwasanya di manapun dan dalam situasi apapun Allah memandang perbuatan kita, niscaya kita akan terhindar dari segala kemaksiatan.

Kesadaran ini hanya capat terwujud apabila kita mem­punyai lima yakin. Pertama, yakin bahwa Allah Maha Me­lihat dan Maha Mengetahui, sehingga dia sadar di mana­pun dia berada Allah memperhatikannya. Kedua, yakin tentang makna kematian bahwa kelak akan ada hidup yang sebenarnya, yakni akhirat yang abadi, sedangkan kehidupan dunia hanyalah sementara. Ketiga, yakin bah­wa berbuat kebajikan akan berpahala dan berbuat mun­kar adalah nista. Keempat, yakin bahwa dengan beramal saleh, shalat, dan mendatangi majelis-majelis dzikir, iman, dan takwa akan terpelihara. Mendapatkan kete­duhan hati dan beningnya kaca-kaca jiwa. Kelima, yakin bahwa belajar menangis dan sedikit tertawa, mendekat­kan diri dengan orang-orang saleh, dan menumpahkan air mata di ujung sajacah, akan menyebabkan berbinar­nya cahaya batin dan rohani kita.

Pada saat Anda mempunyai kekuasaan dan wibawa, kemudian dorongan hawa nafsu menggelegak menggoda berbuat munkar, lalu nurani yang putih mengetuk hati An­da untuk menyesali diri dan beristighfar, insya Allah sorga balasannya.

Kamera Ilahi terus bekerja setiap detik. Dia menyorob hati umat manusia tanpa memandang status. Mereka yang munkar dicatat kemunkarannya, dan mereka yang berbuat baik walau sebesar biji sawi sekalipun dicatat pula kebaikannya.

Kesadaran bahwa diri merasa disaksikan atau disorot oleh Kamera Ilahi yang kelak akan diputar di akhirat, ada­lah tingkat kesadaran moral yang amat luhur. Sebuah ikatan akidah yang akan mampu menjadi kendali dari segala kendala.

Hidup seperti seorang aktor yang membawakan peran sesuai skenarionya masing-masing. Dan setelah diedit adegannya diputar ulang (rewind) untuk disaksikan mela­lui layar kaca atau pita selulose. Begitu juga di akhirat nanti, seluruh perbuatan kita secara utuh akan ditayang­kan di hadapan kita.

Inilah kamera Ilahiyah, yang rekamannya sangat tajam dan menembus nurani manusia. Jangankan di tempat te­rang, di tempat yang gulita sekalipun dia mampu mere­kamnya dengan pasti. Dan sadarkah kita, saat ini pun kamera itu sedang menyoroti hati kita. n




Tidak ada komentar:

Posting Komentar