- Kita belum siap menerima karunia ALLAH yang sangat besar, jika dikabulkan pada saat itu, mungkin karunia ALLAH itu akan kita salah gunakan
- ALLAH mengabulkan doa tersebut untuk keturunan kita nantinya yang membutuhkan proses dan kesabaran
- ALLAH akan memudahkan jalan rezeki, hal ini juga butuh proses dan kesabaran
- Apakah anda sudah merasa beramal sadaqoh, berzakat, qurban DLL, bagaimana ALLAH mau mempercayakan rezeki kepada kita, kalau kita sendiri kikir
- masih banyak lagi kemungkinan nya
doa yang sering aku baca sebagai berikut :
"Ya ALLAH semoga Engkau merelakan saya dengan ketetapan Mu, berkahilah saya pada apa yang Engkau tahdirkan, sehingga saya tidak senang menyegerakan apa yang Engkau akhirkan, dan mengakhirkan apa yang Engkau segerakan"
DOA YANG MENGANCAM
Oleh Jujur Prananto
"YA TUHAN, bertahun-tahun aku berdoa pada-Mu, memohon agar Kau lepaskan aku dari kemiskinan yang sekian lama menjerat kehidupanku, tapi nyatanya sampai kini aku tetap miskin dan bahkan bertambah miskin, hingga aku menganggap bahwa Engkau tak pernah mendengar doaku, apalagi mengabulkannya. Karena saat ini aku sudah tak punya apa-apa lagi selain badan dan sepasang pakaian yang kukenakan, aku ingin memohon padaMu untuk yang terakhir kali. Kalau sampai Matahari terbit esok hari Engkau tak juga mengabulkan doaku, aku mohon ampun padaMu untuk yang terakhir pula, sebab setelah itu aku akan meninggalkanMu."
ITULAH doa terakhir Monsera, seorang penduduk miskin yang tinggal di pinggiran
"Suatu saat saya akan kembali untuk membayar hutangku," Si empunya rumah cuma tersenyum sinis dan membiarkan Monsera pergi.
Monsera lalu berpamitan pada para tetangga, pemilik warung makan, pemilik toko kelontong, penjual minyak tanah, ialah semua yang berpiutang padanya dengan ucapan sama, "Suatu saat saya akan kembali untuk membayar hutangku." Dan semua juga membiarkannya pergi tanpa berharap Monsera akan menepati janjinya.
Lelaki berbadan kurus itu lalu meninggalkan ibu
Monsera terbangun oleh tetesan embun yang membasahi mukanya, dan setelah itu tak bisa tidur lagi sampai ufuk timur memerah. Ia berdebar-debar menunggu terbitnya Matahari, berharap-harap cemas membayangkan apa yang akan terjadi nanti.
"Apakah Tuhan mendengar doaku? Apakah Tuhan terusik oleh ancamanku?"
Sampai Matahari terbit dan Monsera meneruskan perjalanannya yang tanpa tujuan ini, tak ada kejadian istimewa terjadi. Monsera mulai kesal dan putus asa, tapi terus berjalan meninggalkan hutan dan memasuki
Seperti ingin, bunuh diri, Monsera menantang teriknya Matahari tanpa berbekal setetes pun air dan menantang dinginnya malam tanpa berbekal selembar pun selimut. Pada hari ke tujuh, Monsera tergeletak tanpa daya di atas permukaan rumput. Saat itu hujan turun deras. Kilat berkerjap-kerjap menerangi malam yang gelap.
Paginya, seorang saudagar kuda bernama Sinaro menemukan tubuh Monsera yang hangus dan mengiranya sudah jadi mayat. Sinaro menggali liang kubur, mendoakan Monsera dan menguburnya. Tapi begitu gumpalan tanah mengenai muka Monsera, mulutnya sedikit bergerak. Ternyata Monsera cuma mati suri. Sinaro kaget sekali dan membawa Monsera pulang ke rumahnya di negeri Salaban.
Setelah sebulan lebih dirawat keluarga Sinaro, luka bakar yang diderita Monsera berangsur sembuh. Kesadarannya berangsur pulih. Monsera mulai bisa bicara sepatah dua patah kata, tapi masih menderita amnesia. Masuk bulan ke tiga barulah ingatannya kembali normal, dan bisa berbincang secara wajar dengan orang-orang di sekitarnya.
Suatu hari Monsera tertarik pada foto lama keluarga ayah Sinaro yang ditaruh di atas almari pakaian. Lama Monsera mengamati foto itu, lalu menunjuk seorang bocah yang ada di situ dan menanyakannya pada Sinaro. "Ini saudaramu?"
Sinaro agak kaget, lalu bercerita dengan perasaan sedih. "Ya, namanya Sridar. Ia hilang waktu ikut perang saudara sepuluh tahun yang lalu. Sampai sekarang tak pernah ada kepastian dia masih hidup, atau sudah meninggal."
"Dia masih hidup," kata Monsera penuh kepastian. "Belum lama saya bertemu dia di Rodamar." Sinaro terperanjat. "Kamu yakin?" "Saya yakin."
"Tapi itu foto dua puluh
"Sebaiknya kita sama-sama ke Rodamar. Sridar tinggal di salah-satu perumahan rakyat di pinggiran
Antara percaya dan tidak, Sinaro berangkat ke Rodamar bersama sanak-saudara yang lain, mengikuti petunjuk Monsera. Tiga hari dua malam mereka berkuda menyeberangi
Tak terkira betapa gembira Sinaro dan sanak-saudara lainnya, bisa berjumpa lagi dengan Sridar yang sudah sepuluh tahun mereka anggap hilang ini. Dan tak terkira pula rasa terima kasih mereka pada Monsera yang telah membantu menemukan Sridar.
Belakangan Monsera merasa takut dan heran pada dirinya sendiri, setelah sadar bahwa sebelum ini ia sama-sekali belum pernah pergi ke Rodamar. Jadi bagaimana ia bisa tahu seorang bernama Sridar yang belum pernah dikenalnya tinggal di sebuah
Sekembali ke rumah Sinaro, Monsera meminjam foto-foto yang lain, mengamati wajah-wajah dalam foto itu. Dalam waktu singkat ia ternyata bisa melihat perjalanan kehidupan orang yang diamatinya bagaikan sebuah film panjang. Melihat Sinaro waktu masih berpacaran. Melihat Sinaro melamar calon istrinya. Melihat istrinya melahirkan anak pertama. Dan melihat saat ini istrinya sedang berbelanja di pasar.
Tak ayal, kemampuan lebih yang dimiliki Monsera cepat diketahui orang-orang. Mereka berbondong-bondong mendatangi Monsera, menanyakan anak atau ayah atau suami atau sanak saudara mereka yang hilang pada waktu perang saudara. Banyak yang sedih setelah Monsera mengatakan yang mereka cari sudah meninggal.
Monsera pun menjadi orang yang kaya-raya. Dan di tengah-tengah kekayaannya yang melimpah itu, ia merasa dirinya telah berhasil mengancam Tuhan lewat doanya.
Setelah cukup lama berbakti bagi rakyat dan pemerintahan Salaban, Monsera pulang ke negerinya. Yang pertama dilakukannya ialah menemui para mantan tetangga, dan membayar semua piutang mereka. Setelah itu Monsera meninggalkan Kota Ampari, pergi ke sebuah dusun termiskin di negeri Kalyana, menemui ibunya yang selama ini ditinggalkannya begitu saja.
Si ibu yang tua dan renta nyaris tak mengenali Monsera yang gemuk dan bersih.
"Tuhan akhirnya mengabulkan doa saya, ibu! Bahkan lebih dari sekedar terbebas dari kemiskinan, saya sekarang jadi kaya-raya!"
Monsera lalu membawa ibunya pindah ke
Monsera tersenyum sendiri melihat sebuah foto ibunya waktu masih muda.
"Cantik sekali," gumam Monsera. Lalu, di luar kehendaknya, kilasan-kilasan gambaran masalalu mulai berkelebat secara bening dan meyakinkan.
Seorang wanita bernama Lastina berdandan di muka cermin... Malam hari dia berjalan di kaki-lima mengenakan pakaian seronok, melambailambaikan tangan pada setiap kereta kuda yang lewat, sampai salah satu berhenti dan membawanya pergi... Sekilas nampak Lastina digauli seorang pria... Lalu digauli pria lain di tempat lain pula... Lastina hamil, gagal menggugurkan kandungan, merayu seorang preman jalanan untuk minta dinikahi Lastina menikah dengan preman itu... Si preman kaget setelah tahu Lastina sudah hamil... Si preman meninggalkan Lastina begitu saja... Lastina melahirkan anaknya... Dan diberi nama Monsera.
"INI pasti salah! tak mungkin ibuku seorang pelacur!" Monsera berteriak dalam hati sambil membuang foto-foto di tangannya. Perasaannya terguncang hebat, merasa begitu takut kalau pandangannya benar belaka. "Katakanlah padaku ya Tuhan, bahwa pandanganku kali ini keliru. "
Namun jawaban dari Tuhan dalam bentuk apa pun tak pernah diterimanya. Dan tetap saja setiap ia melihat foto ibunya, gambaran masa lalu yang kelam itu kembali berkerjap-kerjap. Bahkan kian lama kian benderang sekaligus menjijikkan.
Sampai akhimya Monsera tak kuat bertahan dan memohon lagi kepada Tuhan. "Aku sungguh bersyukur Engkau telah memberiku rezeki yang melimpah, ya, Tuhan, tapi sekarang tolong bebaskan aku dari keahlianku melihat masa lalu, dan kembalikan aku sebagai manusia biasa."
Setelah sehari, dua hari, seminggu, sebulan Monsera terus berdoa dan berdoa, kemampuan supra-naturalnya tak kunjung menghilang. ia mulai tak sabar dan terucaplah ancaman seperti yang dulu pernah dilakukannya. "Kalau Kau tak juga mengabulkan doaku, ya, Tuhan, aku akan segera meninggalkanMu."
Kali ini ia merasa ancamannya pada Tuhan sama sekali tak mempan. Sedikit pun tidak ada perubahan terjadi dalam dirinya. Lama-lama Monsera berpikir, jangan-jangan dengan ancamannya yang pertama dulu. Tuhan marah dan lebih dulu meninggalkannya. Kalau memang begitu, segala mukjizat yang diterimanya selama ini bisa jadi bukan anugerah dari Tuhan,... melainkan pemberian dari Setan.
Maka Monsera pun berkata, "Hai, Setan! Jangan kausiksa aku dengan pemberianmu yang justru membuatku menderita. Kembalikan aku seperti manusia biasa! Kalau kau tidak man melakukannya, aku akan kembali mengabdi pada Tuhan!"
Seketika hujan turun deras. Kilat berkerjap-kerjap menerangi malam yang gelap.
Paginya, orang-orang menemukan tubuh Monsera yang hangus dan mati suri. Mereka berebut membawa Monsera ke rumah sakit terbaik. Pemerintah pusat menginstruksikan Departemen Kesehatan agar mengerahkan semua dokter ahli di seluruh negeri untuk menyelamatkan aset negara berupa manusia bernama Monsera ini.
Tak lebih dari sebulan Monsera tersadar dari mati surinya. Yang pertama dia lihat adalah seorang perawat jaga bernama Datim yang berwajah sedih. Monsera mengajaknya berkenalan dan bertanya kenapa Datim nampak sangat bersedih.
"Suami saya memohon ijin pada saya untuk menikah lagi karena setelah delapan tahun menikah saya tak bisa memberinya anak," jawab Datim.
Monsera terdiam menatap Datim. Tiba-tiba, di luar kehendaknya, kilasan-kilasan adegan berkelebatan seperti biasa dia alami. Kali ini ia melihat Datim muntah-muntah di kamar mandi, lalu bicara dengan dokter yang mengucap selamat atas kehamilannya.
"Kenapa tuan Monsera menatap saya seperti itu?" "Aku lihat engkau hamil, Datim."
"Ah. Tuan pandai menyenang-nyenangkan perasaan wanita. Kalau dalam benak tuan terbayang di masa lalu saya hamil, tentulah sekarang saya sudah melahirkan atau malah anak saya sudah besar"
Sekonyong-konyong Monsera menjadi cemas. "Jangan-jangan…….”
"Jangan-jangan apa, tuan Monsera?"
"Jangan-jangan aku melihat sesuatu yang belum terjadi." Ternyata benar! Seminggu setelah itu Datim muntah-muntah, pergi ke dokter dan dinyatakan hamil. Datim sangat gembira dan menceritakannya pada semua orang. Dalam tempo singkat seluruh warga negeri Kalyana tahu, bahwa sekarang Monsera bukan cuma bisa melihat kejadian yang sudah terjadi di masa-lalu, tetapi juga kejadian yang belum terjadi di masa yang akan datang, hanya dengan menatap wajah orang yang akan mengalaminya. Maka berbondong-bondonglah orang mendatangi Monsera, menanyakan masa-depan pekerjaan mereka, jabatan, jodoh, vonis hakim, nomor undian, dan segala sesuatu yang diharapkan atau tidak diharapkan oleh yang bersangkutan. Dan belakangan terbukti, bahwa yang dilihat secara maya oleh Monsera semuanya benarbenar terjadi!
Monsera kewalahan menampung imbalan berupa uang berjuta-juta, emas berkilo-kilo maupun berlian berkarat-karat, sampai ia sendiri tak sempat menghitung, apalagi menikmatinya. Sampai suatu saat ia merasa sangat lelah dan menyempatkan diri beristirahat sesaat, membasuh muka di wastafel, dan menatap wajahnya di cermin. Monsera pun tertegun. Tak lama kemudian muncul kilasan-kilasan kejadian sebagaimana selalu terjadi setiap, ia menatap, wajah seseorang...
Kali ini yang nampak ialah seorang lelaki kaya-raya berwajah letih yang merasa bosan dengan kekayaannya, menyamar sebagai rakyat bersahaja dan lari dari rumahnya sendiri di tengah malam sunyi. Sekelompok penjahat mencegatnya, menodongkan senjata mereka ke tubuh laki-laki ini dan menghardiknya keras.
"Serahkan semua uangmu!"
"Saya tidak bawa uang sesen pun. Semua saya tinggal di rumah. Ambillah sesuka kalian kalau kalian mau."
"Jangan main-main! Serahkan uangmu sekarang juga! "
Laki-laki ini mengulangi jawaban yang sama, hingga para penodongnya marah dan menghunjamkan senjata mereka berkali-kali ke tubuhnya.
"Tidaaaak!" Monsera berteriak. "Aku tak man mati dengan cara begituuu!"
Tapi kali ini Monsera tak tahu lagi kepada siapa ia harus berdoa.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar