Selasa, 16 Juni 2009

SURAT RASUL KEPADA KAISAR ROMAWI

Kisah ini merupakan salah satu dari sekian banyak kejadian yang menarik dari Sejarah Hidup Nabi MUHAMMAD -SIRAH NABAWIYAH- buku ini aku beli sekitar tahun 2005, sepertinya sahabat zaameed harus beli bila mengaku di face book religion-nya MOSLEM atau ISLAM, masa bayar operator buat online bisa tapi ga bisa beli buku ini…..he3333x kata pepatah dari sobat ku yang telah lama hilang yaitu : “ada mangga di atas dinding, just kidding”……he33x

Buku ini merupakan pemenang pertama lomba karya tulis dalam muktamar di Pakistan 1396 H, pengarangnya mendapatkan hadiah sebesar lima puluh ribu rial Saudi (SAR).

Seharusnya buku ini dimasukkan dalam kurikulum SMA/ SMU dalam bidang agama ISLAM, agar sifat-sifat Rasul dapat menjadi tauladan bagi kita semua. Kita tidak mungkin mampu seperti BELIAU, tetapi setidaknya ada satu atau beberapa sifat yang bisa kita contoh. Walaupun Ahlak Rasul kita yang cintai sudah begitu mulia, masih saja banyak orang yang menghina, mencaci maki, mem-fitnah dan lain sebagainya, apalagi kita ummatnya, walaupun kita sudah merasa berbuat baik, pasti ada orang yang tidak suka…….. itulah hidup, seperti kata grup rock QUEEN “SHOW MUST GO ON” & group hair band rock POISON “LIFE MUST GO ON”. YANG PENTING KITA SUDAH BERBUAT BAIK…………………

SURAT KEPADA QAISAR, RAJA ROMAWI

Al-Bukhari meriwayatkan dalam sebuah hadits yang panjang teks surat yang ditulis oleh Nabi shallallhu 'alaihi wasallam kepada raja Romawi, Heraklius, yaitu :

"Bismillahi Rahmanir Rahim.

Dari Muhammad bin Abdullah dan Rasulullah, kepada Heraklius pemimpin Romawi. Salam sejahtera kepada siapa pun yang mengikuti petunjuk. Masuklah ke dalam Islam, niscaya Anda akan selamat. Masuklah ke dalam Islam, niscaya Allah akan memberikan pahala kepada Anda dua kali lipat. Jika Anda berpaling, maka Anda akan menanggung dosa orang-orang Arisiyyin. Wahai Ahli Kitab, marilah kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kalian bahwa kita tidak menyembah kecuali Allah dan kita tidak mempersekutukan Dia dengan sesuatu apa pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain dari Allah. Jika mereka berpaling, maka katakanlah kepada mereka, "Saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang yang menyerahkan diri (kepada Allah). (Ali Imran : 64)

Kurir yang diplih untuk menyampaikan surat ini adalah Dihyah bin Khalifah al-Kalabi. Beliau memerintahkan agar surat ini disampaikan kepada pemimpin Bashrah untuk diteruskan kepada Qaishar. Al-Bukhari telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Abu Sufyan bin Harb menceritakan kepadanya bahwa dia pernah dipanggil oleh Heraklius bersama rombongan Quraisy untuk menghadap. Ketika itu, mereka sedang berdagang ke Syam pada masa perjanjian damai (perjanjian Hudaibiyyah), yakni ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sedang dalam perjanjian damai dengan Abu Sufyan dan orang-orang Quraisy.

Mereka mendatangi Heraklius yang ketika itu mereka berada di Ilia (Baitul Maqdis). Heraklius memanggil Abu Sufyan beserta rombongannya ke majelis pertemuannya yang dihadiri oleh para pembesar Romawi. Melalui penerjemahnya, Heraklius bertanya, "Siapakah di antara kalian yang paling dekat nasabnya dengan lelaki yang mengaku sebagai nabi ini?" "Akulah orang yang paling dekat hubungan nasabnya," jawab Abu Sufyan. Kemudian Heraklius berkata (kepada juru bahasanya), "Suruh dia mendekat kepadaku, dan suruh pula para sahabatnya berdiri di belakangnya.

Setelah itu, dia berkata kepada juru bahasanya, "Katakan kepada mereka bahwa saya akan bertanya kepada orang ini (Abu Sufyan). Jika dia berdusta suruhlah mereka mengatakan bahwa dia berdusta."

Abu Sufyan berkata (kepada Ibnu Abbas), "Demi Allah, seandainya aku tidak malu dikatakan sebagai seorang pendusta, niscaya kulakukan dusta kepadanya." Lalu, Abu Sufyan berkata, "Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan Heraklius kepadaku adalah:

Heraklius

:

Bagaimana nasabnya di tengah-tengah kalian ?

Abu Sufyan

:

Dia orang yang terpandang di antara kami.

Heraklius

:

Sebelumnya, apakah ada orang lain yang menyebutkan seperti yang telah ia serukan ?

Abu Sufyan

:

Tidak ada.

Heraklius

:

Adakah di antara nenek moyangnya yang menjadi raja ?

Abu Sufyan

:

Tidak ada.

Heraklius

:

Pengikutnya terdiri dari orang-orang yang terpandang ataukah orang-orang lemah ?

Abu Sufyan

:

Orang-orang yang lemah.

Heraklius

:

Pengikutnya semakin bertambah ataukah semakin berkurang ?

Abu Sufyan

:

Semakin bertambah.

Heraklius

:

Di antara pengikutnya adakah yang murtad karena benci terhadap agama itu setelah dia memasukinnya ?

Abu Sufyan

:

Tidak ada.

Heraklius

:

Pernahkah Anda menuduh dia berdusta sebelum dia menyerukan apa yang diucapkan sekarang ?

Abu Sufyan

:

Tidak.

Heraklius

:

Pernahkah dia berkhianat?

Abu Sufyan

:

Tidak pernah, dan sekarang kami dalam perjanjian damai dengannya. Kami tidak tahu apa yang akan dia lakukan terhadap perjanjian itu.

Abu Sufyan berkata kepada Ibnu Abbas, "Tidak ada kata-kata lain yang memungkinkan bagiku untuk saya sisipkan di dalamnya selain kalimat tersebut diatas."

Heraklius

:

Pernahkah kamu berperang dengannya ?

Abu Sufyan

:

Pernah.

Heraklius

:

Bagaimana peperanganmu itu ?

Abu Sufyan

:

Menang dan kalah silih berganti di antara kami dan dia.

Heraklius

:

Apa yang dia perintahkan kepada kamu ?

Abu Sufyan

:

Dia berkata, "Sembahlah Allah semata dan jangan mempersekutukan-Nya, serta tinggalkan apa yang diajarkan oleh nenek moyangmu!" Kami juga di­suruh menegakkan shalat, berlaku jujur, menjauh­kan hal-hal yang tidak baik dan menghubungkan tali persaudaraan.

Kemudian, Heraklius berkata kepada juru bahasanya, "Katakan kepada (Abu Sufyan), aku bertanya kepadamu tentang keturunannya (Muhammad), lalu kamu jawab dia adalah orang Yang terpandang. Begitulah rasul-rasul terdahulu, diutus dari kalangan yang terpandang di antara kaumnya. Lalu, aku tanyakan apakah sebelumnya ada orang lain yang menyerukan seperti yang telah dia serukan. Kamu menjawab, tidak. Kalau sebelumnya ada orang yang menyerukan ucapan yang diucapkannya sekarang, niscaya aku katakan bahwa dia meniru­niru ucapan yang diucapkan orang sebelumnya itu. Aku juga menanyakan, adakah di antara nenek moyangnya yang menjadi raja. Kamu menjawab, tidak ada. Kalau di antara nenek moyangnya ada yang menjadi raja, niscaya kukatakan, dia hendak menuntut kembali kerajaan nenek moyangnya. Aku juga menanyakan kepadamu, pernahkah kamu menuduh dia berdusta sebelum menyerukan apa yang diucapkannya sekarang. Kamu menjawab, tidak. Karena itulah saya yakin apabila dia tidak pernah berdusta kepada manusia pasti dia tidak akan pula berdusta kepada Allah. Kemudian saya tanyakan, pengikutnya terdiri dari orang-orang yang terpandang ataukah orang-orang Yang lemah. Kamu menjawab, terdiri dari orang-orang lemah. Memang, merekalah yang menjadi pengikut para rasul. Lalu aku juga bertanya, pengikutnya semakin bertambah ataukah semakin berkurang. Jawabmu, semakin bertambah. Begitulah halnya iman sampai sempurna. Aku bertanya pula kepadamu, diantara pengikutnya adakah yang murtad karena benci terhadap agamanya setelah dia memasukinya. Kamu menjawab tidak ada. Begitulah iman apabila telah mendarah daging sampai ke ujung hati. Aku tanyakan juga, pernakah dia berkhianat. Jawabmu, tidak. Begitulah para rasul terdahulu ; mereka juga tidak pernah berkhianat. Aku tanyakan kepadamu, apa yang dia perintahkan kepadamu. Kamu menjawab bahwa dia menyuruh kamu agar menyembah Allah semata, tidak menyekutukan-Nya, melarang kamu dari menyembah berhala, menyuruh kamu menegakkan shalat, berlaku jujur dan menjauhi hal-hal yang tidak baik. Jika yang kamu katakan itu benar, niscaya dia akan menguasai sampai di tempat berpijaknya kedua kakiku ini. Sesungguhnya aku telah mengetahui bahwa dia akan muncul, tetapi aku tidak me­ngira akan lahir dari kalangan kamu. Seandainya aku mengetahui bahwa aku akan sampai kepadanya, aku lebih memilih bertemu dengannya. Andaikan aku berada di hadapannya, tentu akan kubasuh kedua telapak kakinya."

Setelah itu, Heraklius meminta surat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan membacanya. Setelah selesai membaca surat terdengar suara gaduh di dalam ruangan tersebut. Heraklius memerintahkan agar kami dibawa keluar dari ruangan tersebut. Ketika kami dibawa keluar, aku berkata kepada rekan-rekanku, "Kekuasaan Ibnu Abi Kabsyah (Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam) telah kokoh; ia ditakuti oleh raja Bani Ashfar." Sejak saat itu, aku selalu yakin terhadap kekuasaan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bahwa kekuasaannya akan menang, hingga Allah memasukkan Islam ke dalam hatiku.

Demikianlah pengaruh surat tersebut terhadap diri Qaishar yang dilihat oleh Abu Sufyan. Karena pengaruh itulah, Abu Sufyan memberikan sejumlah harta dan pakaian kepada Dihyah bin Khalifah al-Kalabi, pembawa surat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Ketika tiba di Hasma, dalam perjalanan pulang, Dihyah berpapasan dengan segolongan orang dari Judzam, yang kemudian merampoknya dan tidak menyisakan sama sekali harta yang dibawanya. Dihyah kemudian langsung menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan mengabarkan kepada beliau tentang peristiwa yang telah dialaminya, sebelum dia pulang ke rumahnya sendiri. Maka, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengutus Zaid bin Haritsah bersama lima ratus orang untuk pergi ke Hasma, di belakang Wadil Qura. Zaid melancarkan serangan terhadap Judzam dan bertempur melawan mereka dengan dahsyat. Akhirnya, Zaid berhasil membawa binatang ternak dan tawanan wanita. Yaitu, seribu ekor onta, lima ribu ekor kambing, dan seratus tawanan wanita dan anak-anak.

Sebelumnya, antara Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan kabilah Judzam ada ikatan perjanjian. Maka salah seorang pemimpin kabilah ini, Zaid bin Rifa'ah segera menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan mengemukakan beberapa alasan kepada beliau. Sebelumnya, ia dan beberapa orang telah masuk Islam; dan mereka telah berusaha untuk menolong Dihyah ketika dirampok. Beliau menerima alasan ini dan memerintahkan agar mengembalikan seluruh harta rampasan dan tawanan.

Mayoritas pakar kisah peperangan menyebutkan bahwa peristiwa ini terjadi sebelum Hudaibiyyah. Ini jelas salah. Sebab, pengiriman surat kepada Qaishar terjadi setelah perjanjian Hudaibiyyah. Oleh karena itu, Ibnul Qayyim berkata, "tidak diragukan lagi bahwa peristiwa ini terjadi setelah perjanjian Hudaibiyyah.



xxsxxsx

Tidak ada komentar:

Posting Komentar