Kamis, 11 Februari 2010

HIKMAH DI BALIK LIMA PERKARA ANEH

"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguh­ya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah seseorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik padanya. Dan bertakwalah kamu kepada Allah SWT. Sesungguhnya Allah SWT Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang" (QS. Al-Hujuraat/49: 12)

Salah satu ajaran luhur tentang tata krama pergaulan antara sesama manusia telah digambarkan pada ayat di atas, hal ini menunjukkan bahwa Islam begitu peduli dengan keharmonisan hidup bermasyarakat.

JIKA pesan-pesan yang terdapat dalam ayat ini mampu dilaksanakan oleh seluruh makhluk yang bernama manusia, tentu tin­dak kriminalitas tidak akan terjadi. Sua­sana damai dan harmonis akan muncul dan mewarnai kehidupan manusia.

Dalam ayat lain dinyatakan bahwa seluruh manusia dalam keadaan hina, ke­cuali orang yang selalu berpegang pada aja­ran Allah SWT dan selalu melakukan interaksi terhadap sesama manusia (QS. Ali Im­ ran/3:112).

Maka, tidaklah te­pat jika kita terus me­nerus melakukan hubungan kepada Allah SWT, sedang­kan hubungan kita terhadap sesama manusia terbengkalai.

Dan tidak tepat juga jika kita hanya berkonsentrasi melakukan kegiatan kemanusiaan, sedang Allah kita lupakan. Maka yang baik adalah kita harus mampu melaksana­kan kedua hubungan tersebut dengan seimbang. Berkenaan dengan ajaran prilaku manusia dalam Islam, Abu Lail al-Samarqandi, seoran ahli fiqih yang masyur pernah berkata "Suatu saat ayahku bercerita bahwa di antara Nabi-nabi yang bukan Rasul ketika menerima wahyu dari Allah SWT bisa dalam bentuk mimpi, dan ada juga yang hanya mendengar suara."

Ada sebuah kisah unik dari salah se­orang Nabi yang menerima wahyu berupa mimpi tersebut. Suatu malam sang Nabi bermimpi, dalam mimpi tersebut ia diperintahkan untuk melaksanakan lima perkara yang berbunyi:.

"Esok hari keluarlah engkau dari rumah pada waktu pagi menuju ke arah" barat. Engkau harus melaksanakan lima perkara yang Aku kehendaki, pertama; apa yang engkau hadapi harus engkau makan, kedua; engkau sembunyikan, ketiga; engkau terimalah, keempat; jangan engkau putuskan harapan, dan yang kelima; berpalinglah engkau daripadanya."

Tiba-tiba sang Nabi tersadar dari tidur­nya, dan ia meyakini bahwa lima perkara yang diperintahkan kepadanya dalam mimpi tersebut merupakan wahyu dari Allah SWT yang harus ia laksanakan.

Maka keesokan harinya, Nabi itu keluar dari rumahnya menuju ke arah barat. Kebetulan yang pertama dihadapinya ialah sebuah bukit besar berwarna hitam.

Nabi itu kebingungan sambil berkata, "Aku diperintahkan untuk memakan pertama kali yang aku hadapi, tapi sungguh aneh ini adalah sesuatu yang mustahil, dan rasanya sulit untuk dilaksanakan."

Ditengah-tengah kebingunan, Nabi itu tetap bertekad melaksanakan perintah Allah untuk memakan yang pertama kali ia hadapi, yaitu sebuah bukit berwarna hitam. Maka ia pun terus berjalan mendekati bukit itu dengan hasrat untuk memakannya.

Namun ketika ia menghampirinya, tiba­-tiba bukit itu mengecilkan diri hingga sebesar roti. Maka tanpa pikir panjang lagi, sang Nabi pun langsung mengambil roti itu lalu disuapkan ke mulutnya, ketika ditelan rasanya sangat manis bagaikan madu. la pun mengucapkan syukur, "Alhamdulillah".

Kemudian Nabi itu melanjutkan per­jalanannya, namuan tidak beberapa lama setelah itu ia menemukan sebuah mangkuk emas. la teringat akan arahan mimpinya supaya disembunyikan, lantas sang Nabi menggali sebuah lubang dan ia tanam mangkuk emas itu, lalu ia tinggalkan.

Tiba-tiba mangkuk emas itu keluar dari lubang yang sudah ditutup itu. Sang Nabi pun menanamnya kembali seperti semula hingga tiga kali berturut-turut.

Berkatalah Nabi itu, "Aku telah melak­sanakan perintahmu." Lalu ia meneruskan perjalanannya. Namun tanpa disadari oleh Nabi itu, mangkuk emas yang sudah tiga kali ditanam itu keluar kembali.

Ketika ia sedang berjalan, tiba-tiba ia melihat seekor burung elang sedang mengejar seekor burung kecil. Sambil terbang ke arahnya, burung kecil itu berkata, "Wahai Nabi Allah, tolonglah aku."

Mendengar permohonan burung itu, hati sang Nabi merasa terharu. Lalu ia mempersilahkan burung itu bersembunyi ke dalam jubahnya. Sementara burung elang ketika melihat buruannya dilindungi oleh sang Nabi, langsung menghampirinya dan memohon, "Wahai Nabi Allah, aku sangat lapar dan aku mengejar burung itu sejak pagi tadi. Oleh karena itu, janganlah engkau patahkan harapanku dari rezeki!"

Sang Nabi pun teringat oleh pesan dalam mimpinya yang keempat, yaitu tidak boleh memutuskan harapan. la pun menjadi agak kebingungan untuk menyelesaikan perkara itu.

Akhirnya ia membuat keputusan untuk mengambil pedangnya lalu memotong sedikit daging pahanya dan diberikan kepada sang elang sebagai penganti burung kecil yang menjadi mangsa itu.

Setelah mendapatkan daging itu, sang elang pun terbang dan tidak lagi memburu burung kecil tadi. Sang Nabi kemudian melepaskan si burung kecil dari dalam jubah­nya, sang burung pun tidak henti-hentinya mengucapkan terima kasih kepada hamba pilihan Allah ini.

Selepas kejadian itu, sang Nabi menerus'kan perjalannya. Tidak lama kemudian ia menemukan sebuah bangkai yang baunya sangat busuk. Sesuai dengan pesan kelima, yaitu diperintahkan untuk berpaling. Maka ia pun bergegas lari dari situ karena tidak tahan menghirup bau yang sangat menusuk hidungnya.

Maka genaplah sang Nabi melaksanakan lima perkara aneh yang diperin­tahkan Allah SWT dalam mimpinya pada malam itu, ia pun segera kembali ke kediamannya.

Pada malam harinya sang Nabi berdo'a. Dalam doanya ia berkata, "Ya Allah, aku telah melaksanakan kelima perkara yang Engkau perintahkan dalam mimpiku, maka jelaskanlah kepadaku arti dari semua ini!" Allah SWT pun memberikan penjelasan tentang hakikat mimpi sang Nabi pada malam itu. Perkara pertama yang dihadapi sang Nabi adalah hawa marah. Pada mulanya nampak besar seperti bukit, tetapi jika dihadapinya dengan bersabar dan menahan diri, maka marah itu akan terasa lebih manis daripada madu.

Adapun perkara kedua yang dihadapi sang Nabi adalah semua amal kebajikan (budi). Walaupun berusaha disembunyikan, namun dengan sendirinya ia tetap akan menampakkan diri.

Karena amal kebajikan yang dasari oleh keikhlasan dan hanya mengharap ridha Allah SWT, dengan sendirinya akan mengangkat martabat pelakunya.

Maka pesan yang Ketiga adalah jika sudah menerima amanah dari seseorang, maka janganlah kita berkhianat kepadanya. Menyampaikan amanah kepada ahlinya berarti kita digolongkan sebagai orang yang jujur, meninggalkan amanah berarti kita slap digolongkan sebagai orang munafik.

Pesan yang keempat mengandung arti bahwa jika ada orang yang meminta bantuan kepadamu, maka usahakanlah kita dapat memberikan bantuan kepada orang tersebut, meskipun kita sendiri sangat memerlukannya.

Tidaklah sempurna iman kita, hingga kita mampu mencintai saudara kita sebagaimana mencintai diri sendiri. Seorang bijak me­ngatakan bahwa dermawan sejati adalah orang yang mampu mengorbankan se­suatu yang paling berharga kepada orang lain.

Adapun pesan kelima berupa bau busuk yang me­rupakan simbolisasi dari ghibah (menceritakan keburukan seseorang,-red). Maka berpalinglah dari orang-orang yang sedang duduk berkumpul melakukan ghibah.

Dalam Al-Qur'an dinyatakan bahwa orang yang berbuat ghibah sama juga sedang memakan daging bangkai saudaranya sendiri.

Lima perkara unik dalam kisah ini baiknya kita jadikan sebagai petuah dalam diri kita, sebab kelima perkara ini bisa saja berlaku dalam kehidupan kita sehari-hari.

Perkara yang tidak dapat kita elakkan setup hari ialah senang membicarakan keburukan orang lain, hal ini agaknya sudah menjadi tabiat manusia. Lidah terasa asin jika sehari saja tidak membicarakan keburukan orang lain. Perlu kita cermati bersama bahwa mem­bicarakan keburukan seseorang itu akan menggerogoti pahala kita, laksana rayap memakan kayu yang lapuk. Dalam sebuah Hadits dikatakan bahwa di akhirat nanti ada seorang hamba Allah akan terkejut mendapat pahala yang tidak pernah dikerjakannya selama di dunia.

Lalu orang itu bertanya, "Ya Allah, sesungguhnya pahala yang Kamu berikan ini tidak pernah aku kerjakan ketika di dunia dahulu."

Maka berfirman Allah SWT, "Ini'adalah pahala orang yang selalu membicarakan tentang dirimu."

Jabir bin Abdullah telah meriwayatkan bahwa suatu saat ketika Rasulullah SAW tengah berbincang-bincang dengan para sahabat, tiba-tiba ada bau busuk yang terbawa angin. Kemudian beliau bersabda:

"Sesungguhnya ada orang-orang munafik tengah menggunjing kaum muslimin, sehingga bau busuknya tertiup ke sini."

Berkenaan dengan Hadits tersebut, kemudian seorang hukama' (ahli hukum Islam) ditanya oleh muridnya, "Kenapa bau busuk orang yang berbuat ghibah pada masa Rasulullah tercium dengan jelas, tetapi sekarang tidak bisa tercium?"

Sang hukama pun menjelaskan, "Karena saat ini sudah terlalu banyak orang yang berbuat ghibah, sehingga hidung kita tidak mampu lagi mencium bau busuk orang yang sedang menggunjing saudaranya. Sama halnya dengan orang yang baru pertama kali pergi ke pasar, maka ia tidak akan bisa tahan lama mencium bau busuk sampah pasar. Namun para pedagang di sana tidak merasakan bau apa-apa, karena hidung mereka sudah terbiasa dengan aroma seperti itu. Demikian pula dengan ghibah yang kini sudah menjadi tabiat kita."

Betapa meruginya orang yang selalu berbuat ghibah! Walaupun apa yang dibicarakannya itu memang benar, tetapi tidak layak bagi kita untuk mengunjingkannya. Maka baiknya orang tersebut diajak bicara untuk dicarikan solusinya.

Suatu saat Rasulullah bertanya kepada para sahabat, "Tahukah kamu, apakah perbuatan ghibah itu?"

Para sahabat menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui."

Kemudian Rasulullah bersabda, 'Apabila kamu menyebut saudaramu dengan apa yang ia tidak sukai, maka berarti kamu telah berbuat ghibah."

Lalu sahabat bertanya, "Bagaimana pendapat Anda, jika apa yang saga bicarakan itu ada pada orang itu?"

Beliau menjawab, "Jika apa yang kamu bicarakan itu benar ada padanya, maka berarti kamu menggunjing, dan jika kamu membicarakan sesuatu yang tidak pernah ia lakukan, maka kamu telah menuduh yang bukan-bukan."

Sungguh beruntung orang yang sibuk mengoreksi diri sendiri sehingga tak ada waktu untuk membicarakan orang lain. (Ltf, dari berbagaisumber)

Sumber : Majalah HIKAYAH EDISI. 08 TH. II • Juli 2004



Tidak ada komentar:

Posting Komentar