Jumat, 05 Februari 2010

Muhammad Shohib MA, Nikmat Menjadi Pelayan Alquran

printSend to friend

Kumandang adzan membahana, yang bergema hingga sudut-sudut kantor Lajnah Pentashihan Alquran. Bergegas, para hafidz yang sedang sibuk bekerja, meninggalkan aktivitasnya, untuk kemudian mengambil air wudlu.

Mereka pun melaksanakan shalat fardlu berjamaah. Dan di antara mereka, tak ketinggalan Drs H Muhammad Shohib MA, Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran. Dengan khusyu', mereka pun berserah diri di hadapan Allah SWT.

Itulah salah satu kenikmatan yang dirasakan oleh Muhammad Shohib, dalam keseharian menekuni bidang profesinya. Mereka, para pentashih Alquran, punya tradisi yang lazim disebut da-imulwudlu, atau senantiasa menjaga wudlu.

Dirinya mengaku senang dan bahagia, setiap kali melihat kebiasaan teman-teman di tempat kerjanya. Begitu adzan terdengar, apapun yang sedang dikerjakan, langsung ditinggalkan, untuk selanjutnya berwudlu sebelum melaksanakan shalat jamaah.

''Ini nikmat yang sungguh luar biasa,'' katanya.
Ada lagi rutinitas yang selalu dikerjakan. Itu ketika hari Jumat tiba. Sebelum tiba waktu shalat Jumat, bila di masjid-masjid akan diputar bacaan Alquran dari kaset, maka di kantor ini, para pegawailah yang membacakan langsung kalam Ilahi.

''Alhamdulillah, kebanyakan yang bekerja di lajnah ini adalah hafidz,'' jelas dia.

Muhammad Shohib sendiri telah menekuni bidang pentashihan selama lebih 25 tahun. Waktu yang tidak bisa dibilang sebentar ini, tentu bukan tanpa kiat untuk dilalui dengan sukses.

Nah, apa rahasianya? Menurutnya, selama bekerja pada profesi ini, dirinya selalu menempatkan diri sebagai khadimul Alquran. Khadim dalam bahasa Indonesia adalah pelayan.

Tapi, ''Saya merasa bahagia, bersyukur bergelut setiap hari dengan Alquran,'' kata Muhammad Shohib. Dan ia pun ingin berbagi kebahagiaan itu, maka diajaklah teman-temannya untuk memosisikan diri sebagai khadimul Quran (pelayan Alquran) pula.

Khadimul di sini adalah yang mutawadhi'u (rendah hati) terhadap Alquran. Maka itu, dalam keseharian, dia dan rekan yang lain, selalu 'bersama' Alquran, berusaha berperilaku sesuai tuntunan Alquran.

Dengan begitu, dia berharap, ada dampak yang dirasakan dari ketekunan mentashih Alquran yang selama ini digeluti. Diakui, secara spiritual, dampak Alquran sungguh besar kepada perilaku. ''Saya mendapatkan kepuasaan batin,'' ungkapnya, penuh syukur.

Itulah pengalaman batin yang dirasakan selama lebih 25 tahun menekuni bidang pentashihan Alquran. Secara umum, ada kedamainan di dalam hati, juga istikomah sekaligus ketenangan batin.

''Karena bagi seorang hamba Allah SWT, yang diharapkan adalah kedamaian batin. Saya merasa damai sekali,'' ucap dia.

Lantas, apa hikmah terbesar yang dirasakan dari Alquran? ''Pertama, sabar. Yang kedua, berpikir positif. Jadi kalau ada sesuatu yang tidak sesuai harapan, kita bertawakkal. Yakinlah di balik itu ada rahasia Allah SWT,'' katanya.

Kadang, di sela-sela pentashihan, ayah empat anak ini juga menyempatkan membaca Alquran. Pada saat itulah, dia kerap menemukan sentuhan dan hidayah dari Alquran.

''Saya merasa, yang paling penting bagi seseorang dalam menjalani hidup ini adalah dengan kedamaian, istikomah dan ketenangan batin tadi,'' ujarnya menambahkan.

Apa yang membuat dirinya merasa tenang adalah karena produk yang dihasilkan dari Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur'an, jelas-jelas dimanfaatkan orang banyak. Sedikit saja ada kelalaian, maka akan sangat merugikan banyak orang.

''Karena itulah, pekerjaan ini memelukan kehati-hatian yang sangat tinggi dan konsentrasi penuh,'' ungkap dia lagi.

Hanya saja, Muhammad Shohib mengingatkan agar diri jangan takabbur, jangan sekali-kali mengatakan yang sudah dilakukan, pasti bermanfaat. Di sinilah, tandas dia, pentingnya filosofi hidup rajulun mutawadhi'u (menjadi orang yang rendah hati). dam


sumber : http://www.republika.co.id/berita/50534/muhammad-shohib-ma-nikmat-menjadi-pelayan-alquran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar