Minggu, 14 Februari 2010

Tangan di Atas,lebih Baik

Oleh Danarto

Sumber : Harian Republika Kolom Hikmah


Sesungguhnya harta itu indah dan manis. Siapa yang mengambilnya dengan murah hati (rido), ia akan memperoleh berkah. Dan siapa yangmengambilnya dengan tamak, ia tak akan memperoleh berkah. la seperti orang yang makan, tetapi tidak pernah merasa kenyang. Dan tangan di atas (pemberi) lebih balk daripada tangan di bawah(peminta-penerima).Nabi Muhammad saw


Dalam masa kampanye OPP ini, rakyat kecil dirayu 'rakyat besar' habis-habisan. Para jurkam tak peduli dan tak mau tahu bahwa rakyat kecil yang sedang dirayunya untuk mencoblos tanda gambarnya itu, sedang dirundung kemelut rumahtangga yang rutin: gaji cekak, kebutuhan mahal, dan nasib yang tak menentu. Untuk meraih UMR yang sudah diperkuat perangkat perat­uran saja, para buruh dan karyawan harus berjuang setengah mati. Sekarang para jurkam menodongnya dengan sewenang-wenang: Cobloslah gambarku! Memang di balik itu ada risiko beratjika tak memenuhi anjurannya: tidak naik kelas, dicopot dari jabatan, juga dijegal kariernya. Oh, pemilu, pemilu, engkau mengharu-birujiwaku. Begitu keluh-kesah rakyat kecil.

Hadis riwayat Bukhari dan Muslim yang dikutip di atas mengingatkan kita bahwa seluruh harta yang dikandung Tanah Air wajib dikelola dengan bersandar pada keadilan, demi kemakmuran seluruh rakyat, dan bertopang pada kebenaran. Jika tidak demikian, masajabatan kita di kantor hanya sibuk rebutan harta itu yang pada akhirnya menyengsarakan rakyat. Seorang pemimpin tidak hanya bertanggungjawab kepada rakyat. Kelak ia dimintai per­tanggungjawabannya oleh Allah di akhirat kelak.

Dalam hadis di atas, Rasulullah juga menyentil, pada hari-hari kampanye ini kedudukan tangan rakyat kecil berada di atas. Artinya, rakyat kecillah yang murah hati, cerdas, dermawan, dan dengan belas kasihnya meng­ayomi seluruh kepentingan 'rakyat besar'. Subhanallah. Memang, di sepanjang sejarah bangsa dan negara, kebisaan 'rakyat besar' hanya menyusun pada rakyat kecil.

Diceritakan, di antara 100 menteri di zaman Orla, ada seorang menteri mantan preman. Suatu kali sang menteri ini dicegat para preman yang hidup menggelandang, untuk dimintai sedikit sedekah. Sang menteri mem­berikan uangnya namun ditolak para preman karena dirasa terlalu sedikit. Pak menteri tersinggung lalu membentak, "Aku jadi menteri karena kecerdasanku!" Jawab para preman, "Tidak! Kamu jadi menteri karena kamu preman!" n

Tidak ada komentar:

Posting Komentar