Senin, 08 Februari 2010

PENDETA AMERIKA MASUK ISLAM DI TANGAN SYAIKH BIN BAZ

Ini adalah tulisan seorang mantan pendeta, Kenneth I Jenkins, atau kini dikenal dengan nama Abdullah Al-Faruq. Dalam buku itu dia memaparkan kisahnya memeluk agama yang agung ini, sebagai berikut :

Sebagai mantan pendeta dan tokoh agama di gereja, togas saya dahulu adalah menerangi jalan manusia untuk membawa mereka keluar dari kegelapan yang mereka rasakan. Dan setelah masuk Islam, lahirlah keinginan yang kuat di dalam diri saya untuk mempubli­kasikan pengalaman saya bersama agama ini. Mudah-mudahan cahaya dan berkahnya bisa dirasakan oleh mereka yang belum pernah mengetahuinya.

Saya bersyukur kepada Allah atas rahmat-Nya kepada saya sehingga saya bisa masuk Islam dan mengetahui keindahan dan keagungan agama ini sebagaimana dijelaskan oleh Rasul yang mulia dan para Sahabatnya yang mendapat petunjuk.

Saya cukup mengucapkan, "Segala puji bagi Allah Yang Maha Agung yang memberi saya saudara laki-laki dan wanita yang memainkan peranan penting bagi tumbuhnya Islam di dalam diri saya dan juga bagi pembentukan diri saya sebagai seorang muslim."

Saya berdoa kepada Allah agar usaha yang tak seberapa ini bisa bermanfaat bagi banyak orang, dan saya juga berharap agar kaum Nashrani menemukan jalan menuju keselamatan.

Sesungguhnya jawaban atas seluruh problem kaum Nashrani tidak akan anda temukan di lingkungan kaum Nashrani itu sendiri. 'Karena, pada umumnya merekalah yang menjadi penyebab bagi problem mereka sendiri. Akan tetapi, di dalam Islam ada solusi bagi semua problem kaum Nashrani, agama. Nashrani, dan seluruh agama yang diakui di dunia ini. Kita memohon kepada Allah agar berkenan memberikan balasan kepada kita atas segala aural perbuatan dan niat kita.

Awal-nya, sebagai anak kecil saya tumbuh sebagai anak yang takut kepada Tuhan dan dididik di bawah bimbingan nenek saya. Dia adalah seorang fundamentalis yang membuat gereja menjadi bagian yang melengkapi hidup saya, sementara saya saat itu masih bocah. Seiring dengan berjalannya waktu dan usia saya sudah mencapai 6 tahun, saya pun mengetahui kenikmatan yang menunggu saya di Surga dan hukuman yang menunggu saya di Neraka. Nenek saya mengajarkan kepada saya bahwa para pendusta akan masuk Neraka untuk selama-lamanya.

Ibu saya menjalani dua profesi sekaligus, tetapi dia selalu mengingatkan saya akan ucapan nenek saya. Kakak perempuan saya dan adik laki-laki saya tidak pernah memperhatikan ucapan nenek yang berisi peringatan tentang Surga dan Neraka, sebagaimana saya yang sangat memperhatikannya.

Saya masih ingat betul saat saya masih kecil, ketika saya melihat bulan pada saat-saat mendekati warna merah. Ketika itu saya mulai menangis, karena nenek saya pernah mengatakan bahwa salah satu tanda berakhirnya dunia adalah berubahnya warna bulan menjadi merah seperti darah.

Pada usia 8 tahun saya sudah memiliki banyak pengetahuan dan rasa takut yang besar terhadap apa yang akan menunggu saya di akhir dunia. Dan saya juga sering dihantui bayangan tentang Hari Penghitungan amal dan apa yang akan terjadi nanti.

Rumah kami sangat dekat dengan stasiun kereta api. Saya masih ingat ketika saya terbangun dengan kaget karena suara kereta api dan suara peluitnya. Saat itu saya beranggapan bahwa saya mati dan sudah dibangkitkan kembali.

Pikiran-pikiran semacam itu telah mengkristal di dalam otak saya melalui pengajaran lisan dari nenek saya dan juga bacaan-bacaan, seperti kisah-kisah Al-Kitab yang suci.

Pada hari Minggu kami pergi ke gereja. Saya memakai baju yang paling bagus. Kakek saya mengantarkan kami ke gereja. Dan saya masih ingat saat berada di sana seperti puluhan jam rasanya.

Kami tiba pukul 11.00 pagi dan pulang pukul 15.00. Saya ingat, ketika itu saya tidur di pangkuan nenek saya. Kadang-kadang nenek saya mengijinkan saya keluar untuk duduk bersama kakek saya yang tidak religius. Kami berdua duduk sambil mengawasi kereta api. Dan pada suatu hari, kakek saya mengalami pembekuan darah (emboli), hingga acara kami ke gereja tidak seperti biasanya. Sebenarnya periode itu sangat sensitif di dalam kehidupan saya.

Saat itu saya mulai merasakan adanya motivasi yang tidak terkendali untuk pergi ke gereja. Dan memang benar, saya mulai pergi ke gereja sendirian. Ketika usia saya mencapai 16 tahun saya mulai pergi ke gereja yang lain, sebuah bangunan kecil yang dipimpin oleh ayah teman saya. Jema'at yang hadir hanya saya, teman saya, ayahnya dan beberapa teman sekolah saya. Kondisi tersebut berlangsung hanya beberapa bulan sebelum akhirnya gereja itu ditutup.

Setelah lulus SLTA dan mulai kuliah, saya masih ingat komitmen keagamaan saya, sehingga saya sangat aktif di bidang keagamaan. Setelah itu saya dibaptis. Dan sebagai mahasiswa perguruan tinggi, dalam tempo singkat saya menjadi anggota terbaik di gereja. Hal itu membuat banyak orang kagum terhadap saya. Saya juga merasa bahagia, karena saya beranggapan diri saya sedang dalam perjalanan menuju pembebasan.

Setiap saat, pintu gereja terbuka bagi saya. Saya juga mempelajari Al-Kitab yang suci selama berhari-hari dan kadang-kadang ber­minggu-minggu.

Saya mengikuti banyak ceramah yang disampaikan oleh para pemuka agama. Pada usia 20 tahun saya menjadi salah satu anggota gereja. Setelah itu, saya mulai berceramah, dan tak lama saya pun jadi terkenal.

Sebenarnya saya adalah orang yang sangat fanatik. Saya ber­keyakinan bahwa seseorang tidak akan bisa mendapatkan pembebasan selama tidak menjadi anggota gereja kami. Dan saya juga tidak respek kepada setiap orang yang tidak mengenal Tuhan dengan cara yang saya pakai untuk mengenal-Nya.

Saat itu sava percaya bahwa Yesus dan Tuhan adalah satu pribadi. Sebenarnya di gereja saya sudah mempelajari bahwa konsep trinitas itu tidak benar. Tetapi pada saat yang sama saya menyakini bahwa Yesus, Bapa dan Roh Kudus adalah satu pribadi. Saya sudah berusaha untuk memahami bagaimana hubungan ini menjadi benar. Akan tetapi sejujurnya saya sama sekali tidak bisa sampai kepada kesimpulan yang integral dalam membahas akidah ini. Saya kagum pada pakaian yang tertutup bagi wanita dan juga perilaku yang baik bagi laki-laki. Saya termasuk orang yang mengimani akidah yang menyatakan bahwa wanita wajib menutupi tubuhnya. Bukannya wanita yang memenuhi wajahnva dengan make up dan mengatakan, "Saya adalah duta Yesus."

Pada waktu itu saya sudah sampai pada keyakinan bahwa apa yang saya jalani sekarang adalah jalan saya menuju pembebasan. Dan juga ketika saya terlibat dalam perdebatan dengan seseorang dari gereja lain, diskusi itu selalu berakhir dengan diamnya orang tersebut secara total. Hal itu disebabkan luasnya pengetahuan saya tentang Al­Kitab yang suci.

Saya pernah menghafal ratusan teks Injil. Inilah yang membedakan saya dengan yang lain. Kendati saya memiliki kepercayaan diri seperti itu, namun ada satu bagian dari diri saya yang terus mencari. Tapi, mencari apa? Ya, mencari sesuatu yang lebih benar dari apa yang sudah saya capai.

Sava terus berkomunikasi dengan Tuhan dan memohon agar saya ditunjukkan kepada agama yang benar dan dosa saya diampuni jika saya melakukan kesalahan. Sampai saat itu saya belum pernah bergaul langsung dengan umat Islam. Saya juga belum tahu sedikit pun tentang Islam. Yang saya tahu tentang "umat Islam" hanyalah sekelompok orang kulit hitam yang memiliki agama khusus untuk mereka yang bersifat rasis (etnis) dan tidak menerima selain orang hitam. Tetapi mereka menyebutnva "umat Islam". lni membuat saya merasa yakin bahwa itulah Islam.

Pendiri agama itu bernama Elija Muhammad. Dialah yang memulai agama ini dan menamakan kelompoknya dengan sebutan "muslim kulit hitam" (Black Moslem, kelompok ini berdomisili di Amerika -pen,). Sebenarnya saya tertarik dengan seorang orator ulung dari kelompok ini, namanva Luis Farahkhan. Dia membuat saya tertarik dengan caranya berbicara. Hal itu terjadi pada era 70-an.

Setelah lulus dari universitas, saya melanjutkan aktifitas saya di bidang keagamaan ke jenjang yang lebih tinggi. Pada waktu itu para pengikut Elija Muhammad mulai tampak dengan jelas. Dan ketika itulah saya mulai mendukung mereka, terutama karena mereka berusaha mengangkat martabat orang kulit hitam dari perlakuan buruk yang mereka terima dan kondisi-kondisi lainnya secara umum.

Saya mulai menghadiri ceramah-ceramah mereka untuk menge­tahui karakter agama mereka secara tepat. Akan tetapi, saya tidak bisa menerima pendapat yang menyatakan bahwa Tuhan adalah orang kulit hitam (sebagaimana akidah para penganut "umat Islam"). Saya juga tidak menyukai cara mereka dalam menggunakan Al-Kitab yang suci untuk mendukung pemikiran mereka, karena saya mengetahui Al­Kitab dengan baik. Oleh karena itu, saya tidak antusias terhadap mereka. (Pada waktu itu saya meyakini bahwa itulah Islam).

Enam tahun kemudian saya ke Texas. Dengan cepat saya menjadi anggota di dua gereja di sana. Di salah satu gereja tersebut ada seorang remaja yang bekerja tanpa pengalaman. Sementara pengalaman saya tentang agama Nashrani sudah mencapai level yang tinggi dan juga di atas rats-rata.

Sedangkan di gereja yang lain, saya bertemu seorang pendeta yang sudah tua. Meskipun demikian dia tidak memiliki pengetahuan seperti yang saya miliki tentang Al-Kitab yang suci. Oleh karena, itu, saya memilih keluar supaya tidak terjadi masalah antara saya dan dia.

Ketika itulah saya pindah untuk bekerja di gereja lain dan di kota lain pula. Gereja itu dipimpin oleh orang yang mumpuni, berpengalaman, ilmunya luas dan memiliki metode pengajaran yang menakjubkan. Meskipun dia memiliki pemikiran-pemikiran yang tidak saya setujui, tetapi pada akhirnya ternyata dia termasuk orang yang memiliki kemampuan untuk menarik simpati orang lain.

Pada waktu itulah saya mulai mengetahui hal-hal yang belum pernah saya ketahui tentang gereja, sehingga membuat saya berpikir tentang agama apa yang saya anut saat itu.

Selamat Datang di Dunia Gereja yang Sesungguhnya

Tak lama, saya menemukan bahwa ada banyak kecemburuan yang sudah menyebar sangat luas di dalam hirarki gereja. Dan di sana juga terjadi banyak hal yang mengubah pemikiran-pemikiran yang sudah terbiasa bagi saya. sebagai contoh, kaum wanita memakai pakaian yang dahulu saya anggap sebagai penutup rasa malu, sementara semua orang memperhatikan bentuknya ketika menarik perhatian lawan jenis, tidak lebih.

Sekarang, saya tahu bagaimana harta memainkan peran terbesar di dalam gereja. Mereka menyampaikan kepada saya bahwa apabila gereja tidak memiliki anggota dalam jumlah tertentu, maka tidak ada gunanya membuang-buang waktu untuk mengurusnya. Sebab, tidak akan ada imbalan materi yang layak untuk itu. Ketika itulah saya katakan kepada mereka bahwa saya ada bukan karena harta. Saya bahkan siap melakukan pekerjaan itu tanpa imbalan apapun. Dan, sekalipun hanya ada satu orang anggota saja.

Saya mulai berpikir tentang orang-orang yang semula saya anggap sebagai orang bijak. Ternyata mereka bekerja hanya untuk harta saja. Saya benar-benar menemukan bahwa harta, kekuasaan dan keuntungan menjadi lebih penting bagi mereka daripada menyampai­kan kebenaran kepada umat.

Saya juga mulai menanyakan beberapa masalah kepada para guru, secara terang-terangan, saat mereka menyampaikan ceramah. Saya menanyakan kepada mereka, bagaimana Yesus bisa menjadi tuhan dan pada saat yang sama ada roh kudus, bapa dan anak? Akan tetapi, tidak ada jawaban apapun dari mereka.

Banyak di antara pendeta dan penceramah itu yang mengatakan kepada saya bahwa mereka sendiri juga tidak tahu bagaimana cara menjelaskan masalah tersebut. Tetapi, pada saat yang sama, mereka meyakini bahwa mereka diperintahkan untuk beriman kepadanya.

Ada pula temuan yang menunjukkan banyaknya kasus perzinaan dan pelacuran di lingkungan gereja. Juga ada temuan tentang maraknya peredaran dan perdagangan narkoba di antara mereka. Pula ada temuan lain yang menunjukkan bahwa banyak pendeta yang melakukan penyimpangan seksual. Itu semua membuat saya mengubah pola pikir saya dan mencari sesuatu yang lain. Tapi, apakah itu?

Pada hari-hari itu saya berhasil mendapatkan pekerjaan baru di Kerajaan Arab Saudi.

Awal yang Baru

Saya tidak perlu waktu lama untuk mencermati cara hidup yang berbeda pada diri kaum muslimin. Mereka sangat berbeda dengan para pengikut Elija Muhammad yang rasis dan tidak mau menerima selain orang kulit hitam. Islam yang ada di Arab Saudi menghimpun semua kelas dan ras. Ketika itu timbullah keinginan yang kuat di dalam diri saya untuk mengenal lebih jauh tentang agama yang istimewa ini. Saya sangat kagum terhadap kehidupan Rasulullah, dan saya ingin tahu lebih banyak tentangnya.

Saya meminta sejumlah buku kepada salah satu kawan yang aktif dalam dakwah Islam. Saya berhasil mendapatkan semua buku itu. Saya pun membaca seluruhnya. Setelah itu mereka memberi saya Al-Qur'an Al-Karim. Saya membacanya berulang kali selama beberapa bulan. Saya mengajukan banyak sekali pertanyaan, dan saya selalu mendapatkan jawaban yang memuaskan. Yang membuat saya semakin kagum adalah tidak adanya sikap ngotot dari seseorang untuk menjawab. Melainkan, apabila ia tidak tahu jawabannya, maka secara terus terang ia menyampaikan kepada saya bahwa ia tidak tahu. Ia akan menanyakan masalah itu untuk saya, kemudian menyampaikan jawabannya kepada saya pada saat berikutnya. Ia benar-benar datang kepada saya pada hari berikutnya untuk menyampaikan jawabannya. Dan satu hal lagi yang juga menarik simpati saya kepada orang-orang yang mencengangkan itu adalah tingginya rasa percaya diri mereka.

Saya merasa sangat terkejut melihat kaum wanita yang menutup tubuhnya mulai dari wajah sampai telapak kaki.

Saya tidak menemukan hirarki atau persaingan di antara orang-­orang yang bekerja untuk kepentingan agama, seperti yang terjadi di lingkungan gereja di Amerika. Semua itu sangat indah. Tetapi ada satu hal yang sangat mengganggu, yaitu bagaimana mungkin saya meninggalkan agama yang saya anut sejak kecil? Bagaimana mungkin saya meninggalkan Al-Kitab yang suci? Saya berkeyakinan bahwa kitab suci tersebut mengandung kebenaran, kendati banyak sekali perubahan dan revisi. Ketika itulah saya diberi sebuah kaset video yang berisi dialog, "Apakah Injil Kalam Allah?" antara Syaikh Ahmad Deedat dan pendeta Jimmy Swagart. Setelah mendengarkan saya langsung menyatakan keislaman saya.

Saya dibawa ke kantor Syaikh Abdul Aziz bin Baz, untuk mengucapkan kalimat syahadat dan menyatakan bahwa saya menerima agama Islam. Saya diberi nasihat tentang apa yang akan saya hadapi di masa mendatang. Saat itu benar-benar merupakan kelahiran baru bagi saya setelah sekian lama hidup dalam kegelapan. Saya sempat berpikir tentang komentar kawan-kawan saya di gereja ketika mereka mengetahui berita saya memeluk Islam.

Tidak perlu waktu lama bagi saya untuk mengetahuinya. setelah saya pulang ke Amerika Serikat untuk liburan, berbagai kritikan mulai menghantam saya dari berbagai penjuru atas "minimnya iman saya." Itulah persepsi mereka.

Mereka menyebut saya pengkhianat dan bermoral bejat. Hal yang sama juga dilakukan oleh para pimpinan gereja. Akan tetapi, saya tidak menggubris apapun perkataan mereka. Karena, saya sekarang merasa gembira dan bahagia dengan karunia Allah kepada saya, yaitu agama Islam.

Sekarang, saya ingin memanfaatkan hidup saya untuk melayani Islam seperti yang dahulu saya lakukan dalam agama Nashrani. Tetapi, bedanya, di dalam Islam tidak ada monopoli bagi pengajaran agama, melainkan semua orang dituntut untuk belajar.

Saya mendapat hadiah kitab Shahih Muslim dari seorang pengajar Al-Qur'an. Saya perlu mempelajari sejarah hidup Rasulullah , Hadis-­Hadisnya dan apa yang beliau kerjakan selama hidupnya. Saya pun membaca Hadis-Hadis yang tersedia dalam bahasa Inggris sebisa mungkin.

Saya juga merasakan bahwa pengetahuan saya tentang agama Nashrani sangat berguna bagi saya dalam berinteraksi dan beradu argumen dengan orang-orang Nashrai.

Hidup saya berubah total. Hal terpenting yang saya pelajari adalah bahwa hidup ini adalah persiapan bagi kehidupan ukhrawi. Saya juga mempelajari bahwa kita akan mendapat balasan, bahkan dengan niat kita. Maksudnya, bila anda berniat untuk mengerjakan amal shalih dan anda tidak dapat mengerjakannya karena, kondisi tertentu, maka pahala amal itu akan menjadi milik anda. Ini benar-­benar berbeda dengan ajaran Nashrani.

Sekarang, inilah salah satu target terpenting saya untuk mempelajari bahasa Arab dan lebih banyak belajar tentang Islam. Saya bekerja di bidang dakwah untuk non muslim dan non pemakai bahasa Arab. saya ingin menunjukkan kepada dunia tentang paradoks‑paradoks (pertentangan-pertentangan), kesalahan-kesalahan, dan kebohongan-kebohongan dalam Al-Kitab (kitab suci umat Nashrani) yang diimani oleh jutaan orang di seluruh dunia.

Selain itu, juga ada sisi positif dari apa yang saya pelajari dari agama Nashrani, bahwa tidak ada seseorang yang mampu beradu argumen dengan saya. Karena saya mengetahui sebagian besar tipu daya yang berusaha dipergunakan oleh para misionaris untuk menipu umat Nashrani dan lainnya yang tidak berpengalaman. Saya memohon kepada Allah agar berkenan menunjukkan kita semua kepada jalan yang lurus."

Semoga Allah berkenan merberikan balasan yang baik kepada Abdullah Al-Faruq, pemilik kisah ini. Ucapan ini sejatinya tidak bisa keluar kecuali dari orang yang jujur, mengenal Allah, lalu beriman kepada-Nya. Dari sanalah iman di dalam hatinya menjadi besar. Sehingga tujuan hidupnya adalah untuk memberikan petunjuk kepada semua orang.

Orang ini sangat pas dengan ayat-ayat Al-Qur'an berikut ini, "Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati orang­-orang yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman adalah orang-orang yang berkata, 'Sesungguhnya kami ini orang-orang Nashrani.' Yang demikian itu disebabkan karena diantara mereka (orang-­orang Nashrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, juga karena mereka sesungguhnya tidak menyombongkan diri. Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul, kamu melihat mata mereka mencucurkan air mata karena kebenaran (Al-Qur'an) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri). Seraya berkata,'Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran AI-Qur'an dan kenabian Muhammad).'Mengapa kami tidak beriman kepada Allah dan kepada kebenaran yang datang kepada kami, kami sangat ingin agar Tuhan kami memasukkan kami ke dalam golongan orang-­orang yang shalh " (QS. Al-Ma'idah:82-84)


sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar