Oleh : HA Yani Wahid
Sumber : Harian Republika Kolom Hikmah
Tidak seperti bulan-bulan lain, Ramadhan dikenal punya bagian-bagian waktu yang disebutkan dalam Hadis Rasulullah bahwa awalnya rahmah, pertengahannya maghfiroh, dan akhirnya pembebasan dari api neraka. Periodesasi seperti itu antara lain dimaksudkan untuk menarik perhatian kita terhadap keistimewaan bulan Ramadhan sebagai sarana meninggikan rohani mencapai derajat ketakwaan.
Dalam hal memperhatikan pertumbuhan rohani, Imam Ghazali membuat rumusan gelombang nafsu yang mempengaruhi jiwa manusia. Pertama, jiwa yang sangat dipengaruhi oleh nafsu ammarah, 'nafsu yang selalu menyuruh berbuatjahat'. Ini merujuk pada ayat 53
Orang yang dikuasai oleh nafsu ammarah, batinnya hanya tunduk kepada ajakan hawa nafsu seperti binatang. Nafsu hewani atau kebinatangan itu menguasai hatinya, dan setiap saat dapat melakukan kejahatan tanpa merasa menyesal sedikit pun.
Kedua, jiwa yang berada pada gelombang nafsu lawwamah, yakni nafsu yang cenderung menyalahkan diri sendiri. (QS
Alquran memperkenalkan gelombang nafsu yang harus dicapai setiap orang yang ingin menjadi ahli sorga, yaitu nafsu 'muthmainnah'. Allah berfirman: Ya ayyatuha an-nafsu al-muthmainnah, irji’I ila rabbiki raadhiyatan mardhiyah. Fadkhulii fii 'ibadii wadkhulii jannatii (Wahai nafsu yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan perasaan puas dan amat memuaskan hati. Masuklah di antara hamba-hamba-Ku dan masuklah ke sorga-Ku." (QS Ai-Fajr: 27: 30).
Pada gelombang ini manusia mencapai kemajuan rohani yang penuh dengan nuansa ketuhanan. Mereka memperoleh perasaan tenteram dan ridha dengan Tuhannya, dan hanya pada ridha Tuhan mereka menemukan ketenangan, kedamaian, kebahagiaan, dan kesenangan. Mereka menjadi sadar bahwa ibadah seperti shalat dan puasa yang tadinya dirasakan sebagai beban, kini dirasakan sebagai kebutuhan seperti makanan bagi kebutuhan kesehatan tubuh.
Puasa Ramadhan yang berlangsung sebulan lamanya, di sisi lain dapat kita jadikan cermin introspeksi diri dalam mengukur kekuatan rohani kita. Yakni, apakah kita masih suka mengumbar nafsu ammarah melalui sikap-sikap hedonistic, permisif, dan materialistic. Atau sebaliknya telah berada pada dataran nafsu lawwamah menuju gelombang nafsu muthmainnah sebagai maqom ketinggian rohani ?
Tentunya kita berharap dengan puasa Ramadhan ini, kita mampu melatih dan mengendalikan nafsu-nafsu kita ,sehingga jiwa dan rohani kita memperoleh ketenteraman dan kasih sayang Tuhan (rahmat), ampunan Tuhan (maghfirah) dan akhirnya pembebasan dari segala penderitaan ('itqun minan-nar). Wallahu a'lam bi ash-shawab. n
Tidak ada komentar:
Posting Komentar