Selasa, 16 Februari 2010

Islam Itu Rahmat

Oleh Drs Hery Noer Aly, MA

Sumber : Harian Republika Kolom Hikmah


Allah SWT bersifat Rahman. la melimpahkan rahmat­Nya di dunia kepada semua manusia, baik muslim maupun non-muslim. Islam yang dibawa Rasulullah SAW pun merupakan risalah rahmat bagi semua manusia agar hidup bahagia penuh kedamaian dan keselamatan di dunia dan di akhirat (QS 21: 107). Manusia mempunyai kebebasan berkehendak untuk menerima atau mengingkari agama Islam (QS 18: 29). Barangsiapa mengingkarinya, maka terputuslah rahmat Allah SWT darinya bersamaan dengan putusnya kehidupan di dunia; dan barangsiapa mene­rimanya, sesungguhnya Allah bersifat Rahim: terus melimpahkan rahmat kepadanya di akhirat.

Tidak ada paksaan untuk menerima Islam (QS 2: 256-). Paksaan bertentangan dengan risalah sebagai rahmat. Rasulullah SAW pun, dalam menyampaikannya, hanya diberi wewenang untuk mengingatkan, bukan memaksakan kehendak, baik dengan menggunakan kekuasaan (QS 88: 21-22), yang bisa berbentuk kekerasan, maupun berputus asa dalam bentuk bunuh diri (QS 18: 6). Maka upayanya diarahkan kepada membangun kesadaran dengan memberi teladan, kabar gembira, peringatan, bimbingan, dialog, dan cara-cara bijak lainnya.

Watak risalah Islam ini sering dicoreng oleh tuduhan negatif Barat terhadap Islam yang dihubungkan dengan teror­isme. Negara-negara OKI (Organisasi Konperensi Islam) melalui KTM-nya (Konperensi Tingkat Meteri) ke-24 telah mengeluarkan deklarasi untuk menghapus citra negatif itu. Ironisnya,justru di negara kita, sebagai penyelenggara KTM ini, muncul gejolak-gejolak yang disebut Emha Ainun Najib sebagai budaya amuk: suatu gejolak yang menunjukkan sikap memaksakan kehendak.

Pemaksaan kehendak merupakan salah satu bentuk sikap menuruti hawa nafsu, yang sesungguhnya bertentang­an dengan keikhlasan kepada Allah SWT (QS 45: 23, 25: 43). Hawa nafsu memang diciptakan Allah di dalam diri manusia untuk, dalam batas-batas terkencali, memberikan manfaat kepadanya. Dorongannya sangat kuat. Orang yang tidak mampu mengendalikannya bisa terbalik menjadi "budak nafsu", dan bisa pula "membunuh" nafsunya dengan mengasingkan diri dari kesenangan duniawi.

Islam menghendaki agar hawa nafsu dikendalikan. Berkata dusta, bercakap kotor, mencaci-maki, marah, dan mengajak berkelahi, merupakan bentuk-bentuk paling menon­jol dari sikap menuruti hawa nafsu. Semua itu hendaknya dihindari oleh orang yang mengatakan, "Inna shalati wanusu­ki wamahyaya wamamati lillahi Rabbit 'Alamin (Sesungguhnya salat saya, ibadah saya, hidup saya, dan mati saya untuk Tuhan Penguasa Alam).

Semoga kita makin mampu mengendalikan hawa nafsu, baik dari terpancing untuk bertindak reaktif brutal maupun dari memancing lahirnya tindakan tersebut. Allah menje­laskan: Adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan mengendalikan hawa nafsunya, maka sesung­guhnya surgalah tempat tinggalnya (QS 79: 40-41). Wallahu A’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar