Olen: Syarqawi Dhofir
Sumber : Harian Republika Kolom Hikmah
Seseorang akan menyerahkan anaknya untuk suatu pekerjaan. Menjadi tradisi para sahabat, orang itu datang kepada Rasulullah saw mengajukan persoalannya. Rasulullah menjawab: "Jangan serahkan anakmu kepada penjual gandum!"
Mengapa Nabi menegaskan hal itu? Saat itu, masyarakat Arab punya tradisi menimbun gandum untuk mengubah harga pasar. "Seandainya penjual gandum itu menghadap kepada Allah sebagai pelacur atau peminum khamr," sabda Rasulullah menurut riwayat Asy-Sya'bie, "Itu masih lebih baik dibanding sebagai penimbun bahan makanan sampai empat puluh malam."
Kegiatan menimbun seperti apa yang sebenarnya dilarang keras itu? Menurut Imam Malik, menimbun yang dilarang (ihtikar] itu adalah menahan barang untuk dijual dengan mengharapkan keuntungan dari perubahan harga pasar. Sedangkan menimbun untuk memenuhi kepentingan sendiri tidak termasuk yang dilarang.
Menurut Imam Syafi'ie, apa yang dimaksud dengan ihtikar adalah menahan barang yang dibeli waktu mahal untuk dijual lebih mahal pada waktu permintaan dan kebutuhan semakin meningkat tajam. Sedangkan menimbun barang yang dibeli pada waktu murah, menimbun untuk kepentingan keluarga dan menimbun barang impor dari negeri lain untuk menjaga stabilitas harga, tidak termasuk kegiatan menimbun yang dilarang.
Walaupun asal mulanya ihtikar terbatas pada makanan pokok, mengingat perkembangan kebutuhan pokok di zaman kita tidak terbatas pada makanan pokok saja, tapi juga meliputi sejumlah barang, maka hukum ihtikar dapat diberlakukan dengan cara "qiyas" (analogi), Karena itu Imam Hanafi menambahkan pada definisinya tentang ihtikar dengan kalimat wanahwahu — yang berarti dan dan sejenisnya.
Banyak ancaman Rasulullah untuk para penimbun, di antaranya: "Tidak menimbun kecuali orang yang durhaka." (Riwayat Ma'marbin Abdullah Al-Adawi). Atau, "Siapa yang menimbun makanan selama empat puluh hari, orang itu telah putus hubungan dengan Allah dan Allah telah putus hubungan dengannya." (Riwayat Ibnu Umar). Juga, "Orang yang mengimpor makanan itu diberkati rezekinya, dan orang yang menimbun dikutuk. (riwayat Umar bin Khathab).
Akhir-akhir ini harga barang-barang naik, termasuk pangan dan papan. Harian ini (26/8) di halaman muka menurunkan pendapat para produsen semen bahwa harga naik karena ulah pedagang. Walaupun diakui ada pengaruh turunnya nilai tukar dolar terhadap rupiah dan naiknya bunga kredit yang disebabkan oleh ulah spekuIan asing, mestinya tetap tidak terjadi kenaikan harga setinggi yang ada di pasaran kali ini. Menurut temuan seorang produsen, kenaikan itu akibat ada taktik pedagang tertentu supaya semen terkesan langka. Taktik semacam itu tak menutup kemungkinan terjadi pula pada barang lain selain semen.
Rupanya penyelesaian masalah bukan saja bagaimana nilai harga rupiah stabil dan nilai tukarnya ada dalam Batas wajar, tapi meliputi pula bagaimana membina mental para pedagang. Pembenahan etika bisnis yang didengungkan akhir-akhir ini tidak terbatas hanya pada "labour skill" tapi harus pula meliputi pula "mental spritual" .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar