Minggu, 14 Februari 2010

Qana'ah dan Tamak

Oleh Husein Shahab


Krisis ekonomi yang terjadi akhir-akhir ini meninggal­kan terlalu banyak pelajaran berharga yang harus kita ambil, baik di bidang politik, ekonomi, maupun social dan juga moral. Karena harga rupiah yang semakin turun dan barang yang semakin naik, tiba-tiba saja kemampuan beli kita berkurang dan sifat konsumtivisme kita terkontrol. Mungkin saja apabila faktor ini tidak lahir, penyakit mo­dernisme (konsumerisme dan hedonisme) kita akan lebih parah dan makna kehidupan akan lebih kabur.

Sebenamya, pengontrol gaya hidup yang lebih sub­stansial ada pada sisi internal dari jiwa setiap kita. Unsur kontrol ini disebut dengan istilah al-qana'ah: rela dan puas dengan apa yang diberikan Allah SWT, baik pada masa lapang atau masa sulit. Pada masa lapang sifat qana'ah berarti rela dan puas dengan pemberian Allah sedemikian sehingga ia mampu mengontrol sifat rakus yang biasanya lahir lantaran dorongan nafsunya. Dan qana'ah pada masa krisis berarti sikap rela dan puas dengan apa yang ada sedemikian sehingga ia tidak ke­cewa dengan realitas yang dihadapinya atau menyesal karena perubahan keadaan yang dialaminya.

Sifat qana'ah seperti ini sangat disanjung dalam Islam sehingga Nabi saw pernah bersabda, "Orang-orang yang paling baik adalah mereka yang memiliki sifat qana'ah, sementara yang paling buruk adalah mereka yang me­miliki sifat tamak. "

Qana'ah dan tamak dikatakan oleh Nabi saw sebagai dua sifat yang berseberangan. Substansi sifat qana'ah adalah rela, dan substansi sifat tamak adalah kesera­kahan dan ketidakpuasan, baik di masa lapang dan lebih-lebih pada masa krisis.

Rizki melimpah yang dida­pati si tamak pada masa lapangnya tidak pernah dirasakan cukup, dan kesulitan yang dihadapinya pada masa krisis dianggapnya sebagai bencana besar yang menggoncang kehidupannya.

Untuk menghindari sifat tamak seperti di atas, Ali bin Abi Thalib ra mengajarkan agar kita melatih diri untuk merasa puas dengan rizki yang sedikit agar tidak timbul rasa serakah ketika memperoleh rizki yang banyak. Dengan kata lain, apabila kita melatih diri kita untuk qana'ah pada masa krisis seperti sekarang ini, niscaya kita akan bisa qana'ah juga pada masa pasca-krisis kelak. Sebaliknya, apabila kita masih menyimpan sifat tamak pada masa sekarang ini, niscaya kita akan lebih tamak lagi pada masa kemakmuran.

Qana'ah yang merupakan aset psikologis terbesar manusia ini akan melahirkan dampak psikologis yang besar pula. Selain dari rasa syukur yang terus menerus dia berikan pada Sang Khalik, dia juga akan merasakan suatu kehidupan yang damai dan tenteram (hayatan thayyibatan)

Firman Allah, "Barangsiapa melakukan amal saleh, laki-laki atau perempuan, dan dia adalah seorang mukmin, maka Kami akan hidupkan dia dalam sebuah kehidupan yang baik (hayatan thayyibatan) (QS 16 : 97).

Mengomentari ayat ini, Nabi SAW menjelaskan bahwa yang dimaksudkan dengan kalimat hayatan thayyibatan adalah hidup yang penuh dengan qana’ah serta rela atas pemberian ALLAH SWT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar