Minggu, 14 Februari 2010

Pemberdayaan Kekayaan

Oleh Syarqawi Dhofir

Sumber : Harian Republika Kolom Hikmah


Walaupun kesenjangan masih dirasakan, namun per­tumbuhan ekonomi telah menambah besar tetesan dan pembagian kue pembangunan kepada masyarakat luas. Sejalan dengan itu, kesejahteraan meningkat dan orang kaya pun semakin bertambah, baik jumlah orang maupun kekayaannya. Namun apakah pendidikan kesadaran mendayagunakan kekayaan secara benar telah sejalan dengan pertumbuhan itu?

Lembaga pendidikan kita masih terlalu memfokuskan per­hatian pada bagaimana mengisi otak agar bisa melakukan usaha yang menguntungkan secara ekonomis. Masih jauh dari upaya bagaimana membersihkan jiwa agar menjadi orang yang tahu benar bagaimana memahami, memproporsionalkan, dan mendayagunakan kekayaan — bukan hanya menggunakan­nya.

Menurut Rasulullah saw lewat riwayat yang disampaikan
oleh Abul Laits, setan itu selalu berusaha untuk menghiasi visi orang kaya agar enggan menjalankan kewajilban-kewajibannya. Kalau tidak, setan akan memotivasinya untuk membelanjakan dan menggunakan kekayaannya tidak pada hal yang semestinya., atau mencintakan hati si kaya pada kegigihan usaha memperbesar keuntungan dan kekayaan dengan cara­-cara yang tidak halal.

Kalau sabda Rasulullah itu diterjemah ke dalam bahasa psikologi, jiwa orang kaya sangat mudah dan peka untuk dijangkiti tiga jenis penyakit kejiwaan. Pertama, mispersepsi (salah pandang) tentang kekayaan dan kemiskinan, sehingga mudah lupa kewajiban. Banyak orang memandang kekayaan hanya sekadar sebagai hasil jerih payahnya sendiri. Mereka lupa bahwa kekayaan itu juga berfungsi sebagai fitnah atau cobaan untuk mengukur kesetiaan dan ketaatannya kepada Allah (Al-Anfal:28).

Di antara orang kaya bahkan tak jarang memandang orang miskin sebagai yang dibenci Allah. Sikap ini sama dengan sikap kafir tatkala diperintahkan oleh Allah untuk menafkahkan sebagian hartanya. Kata mereka, "Apakah kami akan memberi makan kepada orang-orang yang bila Allah menghendaki tentu Allah akan memberinya makan." (Yasin: 47).

Penyakit kedua, disfungsi, salah dalam memfungsikan dan memanfaatkan kekayaan. Kekayaannya memberi peluang untuk berbuat apa saja. Dapat melemahkan dan bahkan menghilangkan kemampuan pengendalian dirinya, sehingga menjadi orang yang konsumtif. Padahal kemampuan pengen­dalian itu sangat penting. Saking pentingnya, Rasulullah sampai berkata, "Siapa masuk pasar, lalu melihat barang yang diinginkan, tetapi ia menahan diri (bersabar) sambil meng­harap pahala dari Allah, maka yang demikian lebih balk dari sedekah seratus ribu dinar dijalan Allah."

Penyakit ketiga, takatsur, lomba adu kekayaan. Dan untuk memenangkannya, orang-orang kaya berusaha dengan semua kiat bisnis, termasuk kiat yang tidak halal. Mereka yang demikian tak terbiasa dengan fair bisnis, dan karenanya tak pernah bisa menjadi pedagang jujur yang mampu berkompetisi dalam skala internasional. Lalu,... terserah Anda! n

Tidak ada komentar:

Posting Komentar