Rabu, 10 Februari 2010

Penjual kipas dengan wanita penggoda

Sebahagian orang salih pula bercerita:

Saya mempunyai seorang teman yang sangat salih, yang takut kepada Allah dengan arti yang sesungguhnya. Ia tampan, berbudi luhur, dan hidup bersama isterinya dengan penuh kesederhanaan, dan kelihatan gayanya amat bahagia dan cukup tenteram.

Ia bekerja membuat kipas dari bulu-bulu burung. Saya sering menziarahinya di samping mengharapkan doanya.

Setup kali saya datang ke rumahnya, saya selalu menemui bulu-bulu burung yang sangat langka, bertumpuk-tumpuk di sana­-sini. Saya sangat heran, mengapa dia membiarkan barang-barangnya tidak teratur. Maka pada suatu ketika, saya memberanikan diri untuk bertanya:

Wahai saudaraku! Siapakah yang mencari bulu-bulu burung yang sangat langka itu, sementara saya tidak pernah melihat anda pergi ke mana pun?'

Temanku itu menjawab dengan tersenyum, katanya:

`Allah s.w.t. telah menugaskan seorang MalaikatNya untuk mengirimiku bulu-bulu burung ini setiap hari jum'at, sebagai rezeki bagiku sekeluarga. Dari bulu-bulu inilah aku membuat kipas untuk aku jual kepada siapa yang memerlukannya. Inilah belas-kasihan Allah kepadaku, dan dari penjualan kipas itulah aku membeli semua haj'at dan keperluanku!'

, Oh, alangkah bahagianya saudara ini!' kataku kepadanya.

Kemudian, pada suatu hari soya mencari saudaraku itu di tempat penjualannya, tetapi tidak menemuinya. Orang-orang di situ mengkhabarkan bahwa temanku itu tidak datang-datang lagi ke pasar sejak beberapa minggu ini.

Saya pun segera pergi ke rumahnya, lalu mengetuk pintu rumah itu. Isterinya bertanya:

`Siapakah yang di luar itu?'

`Saya sahabat dari suamimu,' jawabku. 'Saya amat rindu kepadanya dan sudah mencarinya di pasar, namun tak menemuinya.

Adakah la di rumah?'

`Ya, la ada di rumah,' jawab sang isteri, `akan tetapi la sedang sibuk beribadat dan berzikir kepada Allah azzawajalla.'

Isterinya membukakan pintu dan mempersilakanku masuk. Saya segera masuk ke dalam rumah, seraya bermohon: 'Saya minta izin untuk melihatnya, kerana saya sangat merinduinya.'

Sang isteri pun pergi masuk untuk mendapatkan suaminya, kemudian kembali lagi kepadaku seraya berkata: 'Marilah masuk!'

Saya pun masuklah menuju ke arah yang ditunjuk oleh isterinya, dan saya lihat temanku itu di suatu tempat yang khusus dibangunkan untuk ia beribadat di situ, dan kelihatan pada wajahnya nur dan cahaya kebahagiaan. Apabila ia melihatku, segera la bangun dan memelukku erat-erat, kemudian la bersalaman pula denganku selaku salaman orang yang merindui temannya yang sudah lama tidak dilihatnya.

Kemudian kami pun duduk berbicara lama juga, dan sedang kami rancak beromong-omongan, tiba-tiba dikeluarkan hidangan makanan serta minuman yang sangat lazat sekali. Sungguh lazat rasanya, yang selama ini saya belum pernah merasakan makanan atau minuman yang selazat itu. Entahlah, dari mana temanku mendapat makanan dan minuman itu, kerana benda-benda itu tidak mungkin berasal dari dunia kita ini, kalau tidak tentulah la berasal dari syurga. Entahlah!

`Wahal saudara!' Saya pun memulakan perbicaraan kepadanya. `Mengapa kau sudah lama tak pergi menjajakan daganganmu di pasar seperti biasanya, sudah payahkah sekarang?'

`Bukan itu sebabnya,'Jawabnya pendek.

`Habis apa?' ulangku bertanya lagi.

Dia tersenyum lebar, kemudian dia menjawabku:

`Saya baru saja mengalami suatu peristiwa yang aneh,' katanya.. `Peristiwa aneh apakah yang kau maksudkan?'

Dia lalu bercerita kepadaku peristiwa itu secara terperinci, katanya:

Suatu hari saya pergi ke pasar untuk menjajakan kipas dari bulu-bulu burung itu, tetapi tidak satu pun yang laku. Padahal di hari itu saya tidak memiliki sesuatu apa pun untuk memenuhi keperluan rumahtanggaku. Saya terus menjajakan kipas itu sampai ke sana ke mari, namun tidak seorang pun yang mahu membelinya. Dan saya pun meneriakkan dagangan itu ke sebuah kampung tempat tinggal orang-orang kaya. Tiba-tiba kedengaran ada suara yang memanggilku. Saya mencari-cari sumber suara itu serta mendongak ke atas. Oh, rupa-rupanya di atas gedung yang tinggi itu saya lihat seorang wanita duduk sambil memandang kepadaku. Wanita itu menyuruh pelayannya untuk membawaku ke ruangan atas dengan alasan ingin melihat kipas-kipas dagangan itu. Saya pun ikut si pelayan itu mendaki beberapa tingkatan hingga sampailah saya di ruang yang paling atas sekali. Kemudian saya pun dibawa masuk ke suatu ruangan. Oh, alangkah indahnya ruangan itu! la dilengkapi perabot yang indah dan sangat menakjubkan. Lantainya dilapisi oleh kain tebal yang empuk, bau ruangan tersebut sangat harum sekali. Dan di tengah ruangan itu terdapat tempat tidur berukir indah, dihias dengan permata, dan diberi pula kelambu indah berbunga dari emas dan perak. Saya sangat terharu dari segala apa yang saya lihat di situ. Wah, alangkah indahnya!

Tiba-tiba pandanganku telah disergahi oleh seorang wanita muda yang sangat cantik parasnya, indah rupanya, seolah-olah dia itulah seorang hurul-ein, atau wanita dari bidadari yang bersalut seluruh tubuhnya dengan segala macam perhiasan indah yang tidak terhingga banyaknya, sampai saya sendiri tidak mampu mensifatkannya.

Wanita itu datang menghampiriku seraya merenungiku dengan mata yang tidak berkedipan. Badanku gementar rasanya, lalu saya pun memejamkan mata.

`Selamat datang, wahai tamuku!' katanya. 'Aku akan menjamu anda selama tiga hari tiga macam di ruangan ini. Aku akan memberikan kepuasan kepada anda dengan berbagai-bagai macam kenikmatan yang tidak akan anda lupakan sepanjang usia anda.' katanya seterusnya.

Saya terkejut mendengar bicaranya yang cukup indah-indah itu, tetapi saya masih belum faham apa maksudnya, maka saya pun bertanya:

`Apa maksud anda?'

`Aku akan memberi anda kenikmatan syurga, dan aku jamin dan pasti anda akan merasa puas menerimanya,' berkata wanita itu lagi.

Saya merasa takut sekali, dijauhkan Allah aku tersungkur ke dalam maksiat yang terkutuk itu, maka saya terus berusaha untuk menghindarkannya dengan berbagai alasan, namun ia terus memaksa dan berkata tegas supaya saya mahu menuruti kehendak hatinya.

`Anda mesti menerima jamuanku ini, dan tak boleh buat alasan apa pun.' dia memaksaku menerima pelawaannya.

Saya tidak dapat mengelak diri lagi, dan akhirnya saya bersetuju:

Balklah jika itu yang anda inginkan, izinkanlah saya terlebih dulu naik ke atas gedung ini, kemudian nanti saya akan kembali ke sini lagi.'

`Anda mau ke tandas untuk menunaikan hajatmu?' tanyanya pula. 'Biarlah saya sendiri yang membantumu!'

`Tidak,'Jawabku tegas. 'Saya cuma hendak naik ke atas saja.'

`Tidak boleh, kerana semua pintu-pintu gedung ini telah terkunci rapat, dan anda sama sekali tidak dapat melarikan diri lagi,' tegasnya.

Setelah saya memujuknya beberapa kali, dan berjanji akan kembali semula kepadanya, barulah dia membenarkanku naik ke atas menerusi sebuah pintu yang dibukakan, lalu dia pun menyuruhku naik segera, dan kembali segera.

`Nalklah sekarang, dan jangan lama-lama. Saya menunggu di bawah,' katanya.

Saya cepat-cepat naik ke atas, lalu saya melihat ke bawah ke arah bumi, saya dapatinya terlalu jauh, kecut segala isi perutku. Kemudian saya menengadah ke arah langit, sambil merayu dan berdoa kepada Allah azzawajalla: 'Ya Allah! Engkau amat mengetahui tentang urusanku. Mati adalah lebih balk bagiku daripada aku memberanikan diri untuk membuat maksiat yang terkutuk terhadapMu!'

Saya berfikir sejenak apa yang harus saya lakukan sekarang. Rupa-rupanya tercetus di dalam hatiku suatu keputusan, bahwa lebih baik saya melontarkan diriku dari atas gedung itu saja. Saya pun menerjunkan diriku dari atas gedung itu, maka dengan tidak disangka-sangka ada suatu lembaga yang datang untuk menyambut­ku, yang tentu sekali tiada lain melainkan Malaikat yang dikirim Allah untuk menyelamatkanku. Saya tersadung di atas sayapnya, dan sebentar saja saya mendapati diriku berada di pintu rumahku. Saya memanjatkan puji dan syukur yang tidak terhingga kepada Allah s.w.t. atas pertolonganNya kepadaku serta menyelamatkanku dari maksiat yang terkutuk itu.

Saya pun menceritakan hal tersebut kepada isteriku, dia sangat bersyukur kepada Allah. Dan dari saat itulah saya berjanji tidak akan pergi ke pasar lagi untuk selama-lamanya.

`Oh, alangkah bahagianya saudaraku ini!' aku menyatakan hatiku yang gembira kepadanya. `Memang tepatlah firman Allah s.w.t. yang berbunyi:


Barangsiapa benar-benar takut kepada Allah, maka akan dibukakan jalan kemudahan kepadanya, dan Allah akan memberinya rezeki dari jalan yang tak terkirakan.'(Ath--Thalaq: 2-3)

Temanku ini benar-benar menepati janjinya hingga la kembali kepada Tuhannya dengan penuh ketenangan dan keikhlasan.

Ya Allah, jadikanlah kami ini sebagaimana Engkau menjadikan mereka itu. Amin!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar