Minggu, 14 Februari 2010

Perjalanan ibadah Haji

Oleh HA Yani Wahid

Sumber : Harian Republika Kolom Hikmah


Perjalanan ibadah haji bisa juga dikatakan sebagai perjalanan memenuhi panggilan Nabi Ibrahim atas perintah Allah (Al-Haj: 27). Panggilan itu diteruskan oleh Nabi Muhammad saw. Kata Beliau, "Wahal manusia, Allah telah mewajibkanmu untuk melaksanakan ibadah haji. Kalian harus melaksanakannya." (HR Muslim).

Seseorang yang bersiap pergi haji, harus menetapkan dalam hatinya bahwa tujuan ibadah ini semata-mata memperoleh kebahagiaan llahiyah serta anugerah yang akan diraihnya di hari kemudian. Tidak seharusnya seorang calon haji memiliki motif-motif lain, misalnya mencari kemasyhuran, bangga diri, dan seterusnya.

Allah berfirman, "Barangsiapa mengejar kemegahan dunia dan kemasyhurannya, Kami beri ganjaran atas perbuatannya, dan mereka tidak dirugikan di dalamnya. Tetapi di akhirat, bagian mereka tinggallah api neraka. Tidak berguna hasil pekerjaannya di dunia. Dan sia-sialah amalnya." (Hud: 15-16).

Kita harus menempatkan perjalanan haji sebagai panggilan ketakwaan. Diharapkan, orang yang telah bergelar haji bisa semakin takwa dalam cara hidupnya. Dengan kata lain, kita harus membudayakan takwa dalam kehidupan sehari-hari.

Pembudayaan takwa itu menjadi relevan kita angkat, terlebih setelah tertulis secara eksplisit dalam GBHN kita. Membudayakan berarti di mulai dari kesadaran dan pemahaman kita masing-masing. Budaya takwa tidak dapat dipaksakan terhadap siapa pun, melainkan hanya dapat dimasyarakatkan agar hidup dan tumbuh subur dalam masyarakat, menjadi pandangan yang dihayati dalam sikap dan perilaku. Intinya adalah bersikap dan berperilaku mulia sebagaimana dipesankan dalam.Alquran.

Pembudayaan takwa merupakan hal yang sangat penting, mengingat nilai takwa itu menurut Alquran adalah sebuah dasar kemanusiaan yang menyatukan berbagai warna kulit, ras atau keturunan, dalam satu keluarga Allah. Allah menjelaskan, "Kami menciptakan kamu dari pria dan wanita, dan membuat kamu bersuku-suku dan berbangsa-­bangsa, agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling takwa di antara kamu." (Al-Hujurat: 13).

Di sini Alquran meletakkan kriteria paling objektif dalam hubungan antara bangsa, ras, suku maupun hubungan antar individu, yaitu takwa. Kriteria ini menjadikan hidup lebih dinamis, karena membuat orang berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan (fastabiqul khairot).

Ketakwaan sebagai ajaran can cita-cita, secara konsisten perlu kita kembangkan, dan para jamaah haji sebagai lapisan masyarakat yang relatif tergolong lebih mampu dari yang lain diharapkan tampil sebagai pelopornya. Yaitu mempelopori tradisi-tradisi mulia di tengah-tengah masyarakatnya.

Format pergerakkannya telah diajarkan dalam Alquran yaitu ta'awanu `ala al-birri wa at-taqwa, mendorong terciptanya iklim kerja sama atas dasar kebaikan dan takwa, sehingga kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi berjalan dengan lebih baik, penuh dengan nuansa kejujuran, keadilan dan penghargaan terhadap ilmu. n

Tidak ada komentar:

Posting Komentar