Kamis, 04 Februari 2010

MASUK ISLAM DENGAN CARA YANG UNIK

Boleh jadi kisah ini terasa aneh bagi orang yang belum pernah bertemu secara pribadi dengan pelakunya dan mendengarkan penuturannya dengan telinganya sendiri, serta belum melihatnya dengan mata kepalanya sendiri. Kisah ini tampak fiktif, tetapi sungguh benar-benar terjadi. Pelakunya berbicara di hadapan saya untuk menceritakan yang terjadi pada dirinya secara pribadi. Untuk mengetahui lebih jauh seluruh peristiwa yang membuat penasaran ini, marilah kita sama-sama menuju ke johanesburg, kota Saya tambang emas di Afrika Selatan. Di sanalah saya pernah bertugas sebagai direktur Rabithah Alam Islami.

Tahun 1996 adalah musim dingin di negara itu. Suatu hari, langit diselimuti awan hitam, seakan memberi peringatan akan datangnya badai musim dingin yang dahsyat. Saat itu saya berjanji bertemu dengan seseorang dan saya sedang menunggunya. Istri saya pun sedang menyiapkan hidangan makan siang untuk orang tersebut yang akan menjadi tamu kehormatan di rumah saya.

Orang itu memiliki hubungan kekerabatan dengan mantan Presiden Afrika Selatan, Nelson Mandela. Semula ia sangat concern tentang agama Nashrani. la gigih mengkampanyekan dan mendakwahkannya. Orang itu adalah Pendeta Sili.

Pertemuan itu terjadi karena perantara Sekretaris kantor Rabithah, Abdul Khaliq Miter, yang memberitahu saya bahwa seorang pendeta akan datang ke kantor Rabithah untuk suatu urusan yang penting.

Pada waktu yang sudah ditentukan, Sili datang dengan ditemani Sulaiman, seorang petinju anggota asosiasi tinju. Sulaiman masuk Islam seusai tur keliling yang diadakan oleh petinju muslim, Muhammad All. Saya menemui mereka di kantor saya. Saya pun merasa sangat bahagia karena bisa bertemu mereka.

Sili berpostur pendek, berkulit hitam legam, dan selalu tersenyum. Dia duduk di depan saya dan mulailah perbincangan kami dalam suasana yang sangat lembut. Kemudian saya bertanya, "Saudara Sili, bisakah kami mendengarkan kisah anda memeluk Islam?" Sili tersenyum dan berkata, "Ya, pasti." Saudara-saudara yang terhormat, simak dan konsentrasilah pada apa yang dia katakan kepada saya. Setelah itu, silakan anda menilainya sendiri.

Sili mengatakan, "Dulu saya adalah pendeta yang sangat aktif. Saya mengabdi kepada gereja dengan sungguh-sungguh. Tidak hanya itu, saya adalah salah satu missionaris senior di Afrika Selatan. Dan, karena aktifitas saya yang besar itu Vatikan menunjuk saya untuk melakukan kegiatan Kristenisasi dengan dukungan mereka. Saya menerima banyak kiriman dana dari Vatikan untuk tujuan tersebut. Saya berulang kali mengunjungi berbagai lembaga pendidikan, sekolah, rumah sakit, desa, bahkan hutan. Saya membagikan dana itu dalam bentuk bantuan, hibah, sedekah, dan hadiah. Hal itu saya lakukan demi mencapai tujuan saya dan agar orang-orang mau masuk ke agama Nashrani. Pihak gereja mengguyur saya dengan dana yang melimpah, sehingga saya segera menjadi orang kaya. Saya punya rumah, mobil, gaji yang bagus, dan menjabat posisi terhormat di kalangan pendeta.

Suatu hari, saya pergi ke pusat perbelanjaan. Tugas saya untuk membeli hadiah, dan di sanalah terjadi kejutan. Saya berjumpa dengan seorang laki-laki yang memakai kopiah, pedagang hadiah. Saya saat itu memakai kostum pendeta yang panjang dan berkerah putih, yang membuat kami berbeda dengan orang-orang lain. Lalu, saya melakukan tawar-menawar dengannya untuk harga hadiah-hadiah tersebut. Saya tabu bahwa dia seorang muslim. Kami di Afrika Selatan menyebut agama Islam dengan sebutan "agama orang India" bukan "agama Islam". Saya membeli hadiah yang saya inginkan, atau lebih tepatnya perangkap yang karni gunakan untuk menjebak orang-orang jelata dan orang-orang yang tanpa agama dan ruhani. Karma kami suka memanfaatkan kemiskinan yang diderita sebagian umat Islam dan warga Afrika Selatan lainnya, untuk mengelabuhi dan meng­kristenkan mereka.

Tiba-tiba pedagang muslim itu bertanya kepada saya, "Anda pendeta, bukan?!" "Ya, benar," jawab Saya. "Siapa tuhan anda?" tanyanva. "Yesus itulah tuhan saya" jawab Saya. Kemudian ia berkata, "Saya menantang anda. Tolong tunjukkan kepada saya satu ayat saja di dalam Injil yang menyatakan bahwa Yesus sendiri mengatakan, "Aku adalah tuhan, atau aku adalah anak tuhan, maka sembahlah aku!"

Ucapan laki-laki muslim itu menghantam saya seperti petir, dan saya tidak bisa menjawab tantangannya. Saya berusaha menghadirkan ingatan saya tentang kitab-kitab Injil dan kitab-kitab Nashrani lainnya untuk menemukan jawaban yang memuaskan bagi laki-laki tersebut, tapi saya tidak bisa. Ternyata, tidak ada satu ayat pun yang menyatakan bahwa Yesus pernah mengatakan dirinya adalah tuhan atau anak tuhan. Saya menjatuhkan sesuatu dari genggaman. Laki-laki itu benar-benar membuat saya tertekan. Saya merasa sangat gusar dan dada saya terasa sesak. Bagaimana mungkin pertanyaan semacam itu tidak pernah terlintas di dalam benak saya? Saya meninggalkan laki-­laki itu dengan muka sedih. Lalu saya tidak menyadari diri saya telah berjalan jauh tanpa tujuan yang jelas.

Kemudian, saya bertekad untuk mencari ayat-ayat semacam itu, betapapun besarnya kesulitan yang harus saya hadapi. Tetapi, saya tidak berdaya dan harus kalah. Maka, saya pergi ke dewan gereja dan meminta dipertemukan dengan para anggotanya. Mereka setuju.

Dalam pertemuan itu saya menyampaikan apa yang saya dengar. Konsekwensinya mereka semua menyerang saya dengan mengatakan, "Orang India itu sudah menipu anda. Sesungguhnya dia ingin menyesatkan anda dengan agama orang India itu." Lalu saya mengatakan kepada mereka, "Baiklah. Kalau begitu, jawablah pertanyaan saya! Jawablah pertanyaannya!" Tapi tidak ada satu pun yang menjawab.

Hari Minggu tiba, saya harus menyampaikan khutbah dan ceramah di gereja. Saya pun berdiri di depan jema'at untuk berbicara, tetapi lidah saya kelu. Semua orang terheran-heran melihat saya berdiri di hadapan mereka tanpa bicara sepatah kata pun. Hingga saya masuk ke dalam gereja dan meminta teman saya untuk menggantikan saya. Saya katakan bahwa saya sedang letih. Padahal, sesungguhnya saya sedang stres dan jiwa saya hancur.

Saya pulang ke rumah saya dalam kondisi linglung dan sangat resah. Saya menyendiri di rumah saya. Saya duduk saja sambil meratap. Lalu saya angkat pandangan saya ke langit dan saya berdoa. Tapi, kepada siapa saya harus berdoa?

Saya lalu menghadap kepada Tuhan yang saya yakini bahwa Dia adalah Allah Yang Maha Pencipta. Dalam doa itu saya berkata, "Tuhanku, Penciptaku, semua pintu sudah tertutup di hadapanku kecuali pintu-Mu. Maka, janganlah Engkau halangi aku untuk mengetahui kebenaran. Di manakah kebenaran dan di manakah kenyataan? Ya Tuhan, ya Tuhan, jangan biarkan aku dalam kebingunganku. Berilah aku kebenaran dan tunjukkanlah aku pada kenyataan."

Saya mengantuk dan tertidur. Dalam tidur itu saya bermimpi berada di dalam sebuah ruangan yang sangat besar. Tidak ada siapapun kecuali saya sendiri. Tapi, di bagian depan ruangan itu saya melihat ada punggung seorang laki-laki, tetapi tidak jelas raut mukanya karena cahaya yang memancar sangat terang dari tubuhnya dan di sekelilingnya. Saya mengira itu adalah Allah yang saya minta untuk menunjukkan pada kebenaran. Akan tetapi, saya merasa yakin bahwa dia adalah seorang laki-laki yang bercahaya. Laki-laki itu kemudian memberi aba-aba kepada saya dan memanggil, "Hai Ibrahim!" Saya memandangi sekeliling saya untuk melihat siapa Ibrahim itu. Namun Saya tidak menemukan siapa-siapa selain Saya di ruangan itu. Lalu laki-laki itu berkata kepada saya, "Kamu Ibrahim. Namamu Ibrahim. Bukankah kamu yang meminta kepada Allah agar kamu mengetahui kebenaran?!" "Ya, benar" jawab saya. la berkata, "Lihatlah ke sebelah kananmu." Saya pun melihat ke sebelah kanan saya, dan ternyata ada sejumlah laki-laki yang bergerak dengan memanggul barang-barangnya di pundaknya. Mereka semua memakai baju putih dan surban putih. "Ikutilah mereka, agar kamu mengetahui kebenaran," imbuhnya. Saya terbangun dari tidur dan merasakan kebahagiaan besar tengah merasuki diri saya. Akan tetapi, saya merasa tidak tenang lagi ketika saya mulai bertanya, "Di mana Saya bisa menemukan jama'ah seperti yang saya lihat di dalam mimpi saya?"

Saya bertekad untuk melanjutkan perjalanan. Perjalanan mencari kebenaran, sebagaimana dikatakan oleh orang yang datang di dalam mimpi Saya untuk memberi petunjuk. Dan saya yakin, semua itu sudah diatur oleh Allah. Maka Saya mengambil cuti dan memulai tur pencarian yang panjang. Saya terpaksa harus berkeliling ke berbagai kota untuk mencari dan bertanya tentang orang-orang berbaju putih dan bersurban putih itu. Selama pencarian dan perjalanan yang panjang itu, saya melihat hanya umat Islam yang memakai celana panjang dan kopyah.

Akhirnya perjalanan saya sampai di kota Johanesburg. Di situlah saya mendatangi kantor resepsionis Liga Muslim Afrika. Kepada petugas resepsionis, saya bertanya tentang jama'ah tersebut. Namun mereka mengira bahwa saya seorang pengemis, maka mereka memberi uang recehan kepada saya. Lalu saya berkata padanva, "Tolong, tunjukkan kepada saya sebuah masjid terdekat." Saya pergi, ternyata sungguh sebuah kejutan telah menunggu saya. Di pintu masjid itu ada seorang laki-laki yang berpakaian serba putih dan memasang surban putih di kepalanya. Saya gembira sekali. Itu adalah model yang sama persis dengan apa yang Saya lihat di dalam mimpi saya.

Saya lantas bergegas menuju ke arahnya. Hati saya sangat bahagia dengan apa yang saya lihat. Tiba-tiba laki-laki itu menyambut saya dan sebelum saya mengucapkan sepatah kata pun, ia justru berkata, "Selamat datang, saudara Ibrahim!" Saya tentu saja terkejut dan tersentak dengan apa yang saya dengar. Laki-laki itu sudah tahu nama saya sebelum saya memperkenalkan diri.

"Saya bermimpi melihat anda sedang mencari kami dan anda ingin mengetahui kebenaran. Dan, kebenaran itu terdapat di dalam agama yang diridhai Allah untuk hamba-hamba-Nya, yaitu agama Islam," tambahnya.

"Ya" "Saya sedang mencari kebenaran. Dan orang bersinar yang saya lihat di dalam mimpi itu menyarankan agar saya mengikuti jama'ah yang memakai pakaian seperti anda," Bisakah anda memberitahu saya, siapakah orang yang saya lihat di dalam mimpi itu?" tanya saya.

la menjawab, "Beliau adalah Nabi kami, Muhammad, Nabi Islam, agama yang benar. Beliau adalah Rasulullah .`

Saya tidak percaya pada apa yang saya alami. Akan tetapi, saya merasa terdorong untuk menghampiri laki-laki itu dan memeluknya. "Benarkah orang itu adalah Rasul anda dan Nabi anda, yang datang kepada saya untuk menunjukkan saya pada kebenaran?" tanya saya.

"Ya, benar," jawabnya. Kemudian laki-laki itu mengucapkan selamat datang kepada saya dan juga mengucapkan selamat atas hidayah yang diberikan Allah kepada saya untuk mengetahui kebenaran.

Hingga waktu shalat Zhuhur tiba. Lalu laki-laki itu menempatkan saya di bagian belakang masjid, sementara ia pergi melaksanakan shalat berjama'ah bersama yang lainnya. Saya menyaksikan umat Islam, yang sebagian benar memakai pakaian seperti laki-laki itu ruku' dan sujud kepada Allah. Lalu saya berkata di dalam hati, "Demi Allah, inilah agama yang benar. Saya membaca di dalam kitab-kitab bahwa para Nabi dan Rasul meletakkan kening mereka di atas tanah bersujud kepada Allah." Laki-laki muslim itu kemudian memanggil saya agar saya menyatakan keislaman saya dan mengucapkan dua kalimah syahadat. Saya menangis tersedu-sedu, karena gembira dengan hidayah yang diberikan Allah kepada saya.

Saya tinggal bersama mereka untuk mempelajari Islam. Pada akhirnya, mereka mengajak saya dalam sebuah tur dakwah. Mereka menjelajahi berbagai daerah untuk mengajak manusia kepada Islam. Saya gembira bersama mereka. Dari merekalah saya belajar shalat, puasa, qiyamul lail (shalat malam), doa, kejujuran, dan amanah. Dari merekalah saya belajar bahwa umat Islam diberi tanggung jawab oleh Allah untuk menyampaikan (tabligh) agama Allah, bagaimana saya menjadi seorang muslim yang gemar berdakwah kepada Allah. Juga dari merekalah, saya belajar hikmah dalam berdakwah kepada Allah. Dan dari mereka pula saya belajar kesabaran, kesantunan, pengorbanan, dan kesederhanaan.

Beberapa bulan kemudian saya kembali ke kota saya. Ternyata keluarga dan teman-teman saya mencari saya selama itu. Dan ketika mereka melihat saya kembali kepada mereka dengan pakaian Islami, mereka langsung protes. Sementara dewan gereja meminta saya untuk mengadakan pertemuan mendadak dengan mereka. Dalam pertemuan itu, mereka mengkritik saya karena telah meninggalkan agama leluhur dan keluarga saya. "Orang-orang India itu sudah menipu anda dan menyesatkan anda dengan agama mereka!" seru mereka kepada saya. Sava menjawab, "Tidak ada seorang pun yang menipu dan menyesatkan saya. Karena saya benar-benar didatangi oleh Rasulullah di dalam mimpi saya untuk menunjukkan saya pada kenyataan dan agama yang benar. Itulah agama Islam, bukan agama orang India seperti anggapan kalian. Dan saya benar-benar mengajak kalian kepada kebenaran dan memeluk Islam."

Mereka semua bungkam. Kemudian mereka merayu saya dengan jalan lain. Mereka menggunakan strategi iming-iming dengan harta, kekuasaan, dan jabatan. Mereka mengatakan kepada saya, "Sesungguhnya Vatikan merninta anda untuk tinggal di sana selama 6 bulan. Ada uang saku yang dibayar di muka, ditambah dengan pembelian rumah baru, mobil baru, dana yang besar untuk memperbaiki penghidupan anda, dan promosi ke jenjang yang lebih tinggi di gereja." Tapi, semua tawaran itu saya tolak dengan mengatakan pada mereka, "Apakah kalian mau menyesatkan saya setelah Allah memberi saya petunjuk?! Demi Allah, saya tidak akan melakukanriya, sekalipun tubuh saya dipotong-potong."

Kemudian saya kembali menasihati mereka dan mengajak mereka kepada Islam. Lalu -alhamdulilah- ada dua orang pendeta yang menyatakan masuk Islam. Dan ketika mereka melihat sikap ngotot saya, mereka pun mencabut seluruh gaji dan jabatan saya. Saya senang sekali dengan hal itu, karena semula saya ingin mengusulkan hal itu kepada mereka. Sava mengembalikan seluruh harta benda dan perjanjian yang ada di tangan saya. Saya meninggalkan mereka.

Kisah keislaman Ibrahim Sili itu diceritakan kepada saya di kantor saya, dengan ditemani saudara Abdul Kholiq Miter, sekretaris kantor Rabithah di Afrika Selatan, dan juga dihadiri oleh dua orang lainnya. Dan Pendeta. Sili pun berubah menjadi da'i Ibrahim Sili. Dia adalah keturunan suku Kuza di Afrika Selatan.

Karena itu saya mengundang da'i Ibrahim Sili untuk makan siang di rumah saya. Saya muliakan dia semaksimal mungkin. Setelah pertemuan itu saya pergi ke Makkah Al-Mukarromah untuk perjalanan dinas. Karena kami tengah menyongsong persiapan Dauroh Ilmu-Ilmu Syar'i di kota Cape Town.

Sewaktu saya berada di kantor yang disediakan untuk saya di Ma'had Al-Arqom, tiba-tiba da'i Ibrahim Sili datang menemui saya. Saya langsung mengenalinya dan menyalaminya. "Apa yang anda Iakukan di sini, Ibrahim?" tanya saya. la menjawab, "Saya sedang menjelajahi daerah-daerah Afrika Selatan untuk berdakwah kepada Allah dan menyelamatkan bangsa saya dari Neraka serta mengeluarkan mereka dari kegelapan dengan cara memasukkan mereka ke dalam agama Islam."

Setelah Ibrahim bercerita kepada kami tentang bagaimana dia telah menjadikan dakwah sebagai konsentrasinya, kami pun membiarkannya berkelana ke berbagai cakrawala yang luas menuju ladang dakwah dan berkorban di jalan Allah. Saya melihat wajahnya benar-benar berubah dan pakaiannya tampak lusuh. Saya merasa takjub padanya. Bahkan, dia tidak meminta bantuan dan dia tidak mengulurkan tangan untuk meminta dukungan.

Tiba-tiba saya merasa setetes air mata telah jatuh di pipi saya, hingga membangkitkan perasaan yang aneh di dalam diri saya. perasaan itu seakan-akan berbicara kepada saya, "Kalian adalah orang­-orang yang bermain-main dengan dakwah. Tidakkah kalian lihat para pejuang yang telah berjihad di jalan Allah itu?!"

Memang, saudaraku, kita terlalu malas. Kita merasa berat untuk berkelana di muka bumi ini dan sering tergoda oleh kehidupan dunia. Sementara da'i-da'i seperti Ibrahim Sili dan da'i Ahmad Said (Spanyol) terus berkorban, berjihad dan berjuang untuk menyampaikan agama ini. Ya Tuhan, rahmatilah kami.



sumber : buku "Malam Pertama setelah itu Air Mata" oleh Ahmad Salim Baduwailan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar