Oleh : endro cahyono
Satu-satunya orang yang berani , menggedor kamar saya pada tengah malam, barangkali cuma Joy. Meski, itu hanya untuk sekadar ngobrol tentang sepak bola atau fasilitas kost yang makin menyedihkan.
Kami memang telah akrab sejak kelas 3 SD di
Seperti biasanya, malam itu — sekitar tiga bulan lalu — tanpa woro-woro, Joy menggedor kamar saya. Masuk, lalu langsung nglesot di lantai di sebelah tempat tidur, sambil cengar-cengir. Saya tahu, pasti ada yang ingin dibicarakannya. Tapi — ini masalah yang sering dialami dan sampai sekarang sulit dihilangkannya — dia selalu bingung harus memulainya dari mana.
Saya pancing dengan menanyakan bagaimana pekerjaannya sehari itu. Ternyata pas. Pelan-pelan, dia mulai hercerita, betapa susahnya jadi pegawai negeri. Promosi sebagai manager keuangan untuk kantor perwakilan di
Tak ada alasan yang jelas, kecuali ia dipaksa menyerahkan kursi di
Tapi, sebenarnya masalah utama yang ingin dikeluhkan Joy bukan itu. Melainkan, gajinya yang pas-pasan. Itu jika ia ingin hidup enak di
Karena, bank rata-rata membuat persyaratan umur mobil yang tak lebih dari enam tahun saat kredit jatuh tempo. Dengan self financing sekitar 10 persen, dan masa pembayaran maksimal tiga tahun, Daihatsu Classy bekas keluaran 1993 yang harganya masih di atas Rp 30 juta, harus dicicilnya sekitar Rp 750 ribu per bulan.
"Mustahil, Darimana lagi saya harus bayar kost, makan, belanja pakaian dan sebagainya," keluh Joy.
Akhimya ia alihkan skenario investasinya ke rumah. Setelah memborong ratusan brosur tawaran perumahan pada setiap pameran, ia belum menemukan juga lahan yang tepat. Pasalnya, hampir semua rumah yang layak huni dan dapat dicicil dengan harga sekitar Rp 500 ribu per bulan selama 10 tahun, selalu memasang uang muka di atas Rp 10 juta.
"Tabungan saya nggak sampai sebanyak itu," Cetus dia, lemas.
Tapi, pekerjaannya sebagai staf akuntansi ternyata membuat Joy trampil mengatur neraca keuangan pribadi. Ia kubur dulu, impian melaju di jalan protokol
Sebagai gantinya, ia beli sebuah Honda bebek bekas keluaran 1980-an milik teman sekantomya. Dengan modal itulah dia mencari kerja sambilan di beberapa kursus akuntansi dan bahasa Inggris. Skenario ini lancar, lokasi kerja pagi dan sore harinya yang berjauhan tak jadi masalah, karena bisa ditempuh dengan Honda bebek tadi.
Ternyata, dengan mobilitasnya yang tinggi, bukan cuma penghasilan tambahan yang diperolehnya. Tapi juga seorang dara mains, karyawati sebuah perusahaan swasta yang menjadi afiliasi BUMN tempat Joy bekerja.
Hanya setahun pacaran, mereka langsung menikah. Barangkali, karena memang jalan nasib Joy mulai mulus, sedikit demi sedikit apa yang diimpikannya mulai terwujud. Si dara, ternyata anak bungsu. Karenanya, usai menikah Joy di minta tinggal saja di rumah si dara, sekaligus menemani kedua mertua yang mulai sepuh.
Sehingga, anggaran untuk rumah pun bisa dialokasikan untuk membeli Daihatsu Classy yang masih terus diidamkannya. Kini, dengan sindikasi dana dari penghasilan si dara, Joy memang tak perlu terlalu sering mengeluh kekurangan likuiditas. Wajahnya pun mulai tampak lebih ceria.
"Inilah yang namanya akuntasi kasih sayang. Jangan Takut menikah hanya karena duit pas-pasan. Buktinya, cinta justru mempersolid kondisis keuangan kami, dermkian nasihatnya kepada teman-teman di B 31 yang masih lajang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar