Jumat, 21 Mei 2010

Akuntansi Kasih Sayang

Oleh : endro cahyono

Satu-satunya orang yang berani , menggedor kamar saya pada tengah malam, barangkali cuma Joy. Meski, itu hanya untuk sekadar ngobrol tentang sepak bola atau fasili­tas kost yang makin menyedihkan.

Kami memang telah akrab sejak ke­las 3 SD di Surabaya. Kini, Joy bekerja sebagai staf akuntansi di sebuah BUMN. Ia bergabung di Kompleks B 31— sebutan populer untuk rumah kost yang saya tinggali — awal 1995, setelah tempat kostnya yang lama di Rawa Bambu tergusur pembangunan ruko.

Seperti biasanya, malam itu — seki­tar tiga bulan lalu — tanpa woro-woro, Joy menggedor kamar saya. Masuk, la­lu langsung nglesot di lantai di sebelah tempat tidur, sambil cengar-cengir. Sa­ya tahu, pasti ada yang ingin dibicara­kannya. Tapi — ini masalah yang sering dialami dan sampai sekarang sulit dihilangkannya — dia selalu bingung harus memulainya dari mana.

Saya pancing dengan menanyakan bagaimana pekerjaannya sehari itu. Ter­nyata pas. Pelan-pelan, dia mulai her­cerita, betapa susahnya jadi pegawai negeri. Promosi sebagai manager ke­uangan untuk kantor perwakilan di Kuala Lumpur yang konon sudah 90 persen disetujui direksi, ternyata diba­talkan begitu saja.

Tak ada alasan yang jelas, kecuali ia dipaksa menyerahkan kursi di kuala Lumpur tadi kepada kandidat lain. Se­telah diusut, ternyata sang penggati ada­lah keponakan seorang pejabat departe­men teknis yang menaungi BUMN tempat Joy bekerja.

Tapi, sebenarnya masalah utama yang ingin dikeluhkan Joy bukan itu. Melainkan, gajinya yang pas-pasan. Itu jika ia ingin hidup enak di Jakarta. Hi­tung saja, dengan penerimaan bersih per bulan maksimal Rp 800 ribu, ia mengaku tidak mungkin membeli se­dan Daihatsu Classy bekas yang men­jadi salah satu impiannya selama ini. Dengan kredit bank sekalipun.

Karena, bank rata-rata membuat per­syaratan umur mobil yang tak lebih dari enam tahun saat kredit jatuh tempo. De­ngan self financing sekitar 10 persen, dan masa pembayaran maksimal tiga tahun, Daihatsu Classy bekas keluaran 1993 yang harganya masih di atas Rp 30 juta, harus dicicilnya sekitar Rp 750 ribu per bulan.

"Mustahil, Darimana lagi saya harus bayar kost, makan, belanja pakaian dan sebagainya," keluh Joy.

Akhimya ia alihkan skenario inves­tasinya ke rumah. Setelah memborong ratusan brosur tawaran perumahan pada setiap pameran, ia belum menemukan juga lahan yang tepat. Pasalnya, hampir semua rumah yang layak huni dan dapat dicicil dengan harga sekitar Rp 500 ribu per bulan selama 10 tahun, selalu me­masang uang muka di atas Rp 10 juta.

"Tabungan saya nggak sampai se­banyak itu," Cetus dia, lemas.

Tapi, pekerjaannya sebagai staf akun­tansi ternyata membuat Joy trampil mengatur neraca keuangan pribadi. Ia kubur dulu, impian melaju di jalan protokol Jakarta dengan Daihatsu Classy Rumah yang uang mukanya terus membumbung juga disisihkan dari prioritas belanjanya.

Sebagai gantinya, ia beli sebuah Hon­da bebek bekas keluaran 1980-an milik teman sekantomya. Dengan modal itu­lah dia mencari kerja sambilan di bebe­rapa kursus akuntansi dan bahasa Ing­gris. Skenario ini lancar, lokasi kerja pagi dan sore harinya yang berjauhan tak jadi masalah, karena bisa ditempuh dengan Honda bebek tadi.

Ternyata, dengan mobilitasnya yang tinggi, bukan cuma penghasilan tam­bahan yang diperolehnya. Tapi juga se­orang dara mains, karyawati sebuah perusahaan swasta yang menjadi afili­asi BUMN tempat Joy bekerja.

Hanya setahun pacaran, mereka lang­sung menikah. Barangkali, karena me­mang jalan nasib Joy mulai mulus, se­dikit demi sedikit apa yang diimpikan­nya mulai terwujud. Si dara, ternyata anak bungsu. Karenanya, usai menikah Joy di minta tinggal saja di rumah si dara, sekaligus menemani kedua mertua yang mulai sepuh.

Sehingga, anggaran untuk rumah pun bisa dialokasikan untuk membeli Dai­hatsu Classy yang masih terus diidam­kannya. Kini, dengan sindikasi dana dari penghasilan si dara, Joy memang tak perlu terlalu sering mengeluh keku­rangan likuiditas. Wajahnya pun mulai tampak lebih ceria.

"Inilah yang namanya akuntasi kasih sayang. Jangan Takut menikah hanya karena duit pas-pasan. Buktinya, cinta justru mempersolid kondisis keuangan kami, dermkian nasihatnya kepada teman-teman di B 31 yang masih lajang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar