Selasa, 18 Mei 2010

Belajar Berhenti Egois

Oleh AH Dwijuwono

Apa yang tedadi bila sebuah negara dihuni oleh orang-orang egois yang mementingkan diri sendiri?

Di Indonesia, sekelompok kecil orang egois telah menyebabkan Rp 1,3 triliun uang negara amblas dalam kasus Eddy Tansil. Dan ketika menyaksikan peristiwa, seorang ulul albab tentu tidak akan hanya berkata, "Que serra-serra, apa yang telah terjadi, ya sudahlah tak usah dipikir." Bagi hamba yang berakal akan merenung dan kemudian berkesimpulan bahwa setiap kejadian pasti mengandung hikmah. Bahwa Allah fidak pernah menciptakan sesuatu secara sia-sia (Q. S. 3:190-191).

Apa hikmah di batik kasus Eddy Tansil?

Banyak..Salah satunya ialah bahwa kita perlu mengembangkan budaya malu bersikap egois, malu mementingkan diri sendiri.

Bagaimana caranya?

Kita dapat belajar dari sekelompok anak kecil Jepang yang sempat mengejutkan Dr. Asif F. Hadipranata (pakar psikologi konsumen dari Fakultas Psikologi UGM) sewaktu menjadi konselor di Sekolah Republik Indonesia Tokyo (SRIT).

Pada saat itu diadakan lomba yang meliputi kebersihan, kejujuran, kerja sama, dan kepemimpinan antar sekolah. Sekelompok demi sekelompok siswa Taman Kanak-kanak peserta lomba tersebut dimasukkan secara bergiliran ke dalam suatu ruangan. Ruangan itu berisi berbagai alat permainan yang jumlahnya terbatas dan sejumlah kursi bagi penunggu giliran yang tidak kebagian mainan.

Lantai ruangan itu sengaja dikotori dengan sobekan-­sobekan kertas dan kotoran-kotoran lain. Di samping itu, disediakan juga sebuah kulkas berisi makanan dan minuman dengan harga yang telah dicantumkan di atasnya, serta uang receh bagi yang memerlukan kembalian.

Ketika anak-anak SRIT dimasukkan, mereka langsung berebut mainan tanpa mempedulikan kebersihan ruangan tersebut. Mereka bertengkar, bahkan ada yang sampai rnenangis. Saat mengambil makanan dan minuman, mereka juga berebut dan tidak membayarkan uang seperti harga yang tertera.

Sedangkan anak-anak Jepang, begitu masuk ruangan, secara spontan mereka membersihkan ruangan tersebut bersama-sama. Setelah itu secara tertib mereka mendekati mainan-mainan yang ada, yang tidak kebagian duduk anter di kursi. Ketika mereka haus atau lapar secara tertib mereka mendekati lemari pendingin — satu demi satu melayani kebutuhannya sendiri dan membayarkan uang sesuai harga. Tentu saja pemenang lomba tersebut adalah anak-anak Jepang ini.

Alasan mereka bersikap jujura ialah, "Kalau kami tak membayar makanan yang kami ambil, maka paman penjual akan rugi (mereka biasa menyebut paman kepada para pedagang), dan kalau paman penjual rugi maka mereka tidak akan bisa berdagang lagi?

Nah, kalo suatu saat kami butuh makanan dan minuman lagi, kami harus beli dari siapa, coba?

Demikianlah rasa malu bersikap egois dapat ditumbuhkan dalam diri setiap orang sejak dini, sejak masa kanak-kanak. Dengan menanamkan kesadaran bahwa manusia tidak mungkin hidup sendiri. Bahwa apa pun yang dilakukan oleh seseorang, baik atau buruk akan membawa dampak kepada diri sendiri dan orang lain.

Terasa ada yang salah ketika buah- buahan dan makanan yang kita lahap adalah jeruk, anggur, apel dan daging impor dengan meng­gunakan devisa asing. Sementara rumah-ru­mah orang kaya menggunakan marmer dan granit Italia, padahal di Indonesia ada. Ada yang tidak benar secara etika ketika orang-­orang miskin masih begitu banyak orang-­orang dan pejabat kaya melakukan upacara perkawinan di hotel-hotel serta gedung-ge­dung mewah dengan biaya rniliaran. Ada yang mengganggu hati nurani ketika kita meng­gunakan mobil-mobil mewah seperti Merce­dez dan BMW, padahal kita dapat menggunakan kendaraan lain yang lebih murah karena menggunakan produk lokal yang besar.

Patriotisme sebagai wujud dari nasionalis­me juga dipakai oleh Amerika Serikat dan Prancis dalam kompetisi ekonomi. Ketika ada kebijakan-kebijakan industri, perdagangan kebudayaan serta produk-produk asing yang merugikan negeri mereka secara cepat dilakukan berbagai cara untuk menangkal. Apa­kah itu soal komputer, perfilman, makanan, minyak maupun persenjataan. Dengan mem­buat proteksi, represi dan ancaman perang dagang didukung dengan intimidasi politik dan kekuatan militer untuk membungkam para musuh mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar