Selasa, 18 Mei 2010

Umur dan Tahun Baru

Oleh D Zawawi Imron


AIlah bersumpah, "Demi waktu...," dalam surat Al­'Ashr (QS 103: 1). Itu artinya waktu itu amat penting dan harus diperhatikan oleh manusia. Jika tak ada waktu, tidak akan ada perjalanan umur manusia. Tidak memperhatikan waktu dan umur, akan membuat kehidupan sia-sia.

Karena itu pads ayat selanjutnya Allah mengingatkan kita, "Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang ber-iman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat-menasihati supaya menaati kebenar­an, dan nasihat-menasihati dalam menetapi kesabaran." (QS 103: 2-3).

Artinya, umur yang baik harus dijalani dengan penuh keimanan serta diisi dengan takwa, yang berupa amal saleh, kebenaran, dan kesabaran. Jika umur atau per­jalanan hidup tidak diisi dengan takwa, hidup akan menjadi hampa dan sia-sia.

Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah yang termulia, perlu menjaga dan rnenghargai umurnya dengan bertak­wa agar kemuliaan itu tetap bertahan menjadi haknya. Jika tidak, manusia akan turun harga menjadi lebih rendah dari binatang.

Ada sebuah kisah sufi, yaitu ketika seorang guru ditanya oleh muridnya, "Guru, berapa lama umur atau hidup kupu-kupu itu?"

"Kira-kira hanya seminggu," jawab sang guru.

"Ah, sayang sekali. Padahal kupu-kupu itu binatang yang sayapnya sangat indah melebihi lukisan. Saya senang sekali memandangnya. Mengapa Allah tidak memperpanjang umur kupu-kupu itu sampai tiga bulan atau satu tahun?"

"Itu rahasia Allah. Tapi yang jelas, umur kupu-kupu yang menurut kita pendek itu tidak pernah digunakan untuk merusak. Bahkan, sayapnya yang indah itu bisa menyenangkan hati kita yang memandangnya. Berarti kehadirannya ke dunia tidak sia-sia."

Jika direnungkan, kisah di atas jelas menyindir kita agar umur atau kehadiran kita ke dunia ini menjadi punya arti. Umur, yang beranjak dari detik ke detik, dari detik ke menit, dari n1enit ke jam, sampai satu putaran menjadi satu tahun, perlu dikaji dengan mengadakan introspeksi.

Sekarang kita baru memasuki tahun 1998. Tahun 1997 sudah menjadi masa lalu, tidak akan terbentang lagi sebagai masa depan. Tahun yang menunggu di hadapan adalah tahun yang lain, yang merupakan kelan­jutan dari sisa umur kita.

Agaknya, untuk rajin mengisi umur dan waktu dengan amal saleh memerlukan kesadaran yang cukup tinggi. Kesadaran itu tidak lain ialah "iman" kepada Yang Maha Pencipta, yang memberi hidup dan umur serta memberi potensi atau kekuatan kepada manusia untuk berbuat dan beramal.

Jika disadari, dengan berakhirnya tahun 1997 dan masuk ke tahun baru, berarti kita bertambah- umur satu tahun. Alhamdulillah, Allah telah memperpanjang umur kita. Namun, kalau kita mengingat syairnya Abu Nawas: Umurku makin berkurang setiap hari, dengan masuk ke tahun 1998 berarti sisa umur kita makin berkurang. Otomatis, maut semakin dekat.

Sisa umur itulah yang masih terbentang di hadapan, dan kita tidak tahu kapan akan berakhir. Sebelum umur berakhir, akal sehat yang bersandar kepada "iman" akan bangkit untuk semakin memacu diri rajin bertakwa, mengisi sisa umur dengan amal saleh. Akal sehat memandu kita agar sisa umur tak sia-sia dan hidup tak boleh rugi. n

Tidak ada komentar:

Posting Komentar