Oleh A Ilyas Ismail
Pada era baru sekarang dakwah tak boleh dilakukan dengan cara-cara kekerasan atau cara-cara yang menimbulkan kebencian dan permusuhan. Dakwah sejatinya harus mendekatkan, bukan malah menjauhkan, manusia (mad`u) dari petunjuk Tuhan. Dakwah harus menimbulkan rasa cinta dan kasih sayang, bukan justru menanamkan kebencian dan permusuhan (al-`Adawah wa al-Baghdha') .
Dalam bukunya yang amat monumental, 'Dakwah di Era Globalisasi' (Khithabuna al-Islami fi `Ashr al-Awlamah), ulama besar dunia, Dr Yusuf al-Qaradhawi, mengimbau kaum Muslimin agar berdakwah dengan cinta. Agama, kata al-Qaradhawi, pada intinya adalah cinta, yakni cinta kepada kebenaran, kebaikan, dan kedamaian.
Dakwah, mula-mula harus dilakukan dengan mengajak manusia agar cinta kepada Allah SWT. Sebab, Allah adalah sumber segala nikmat dan Pemberi segala kebaikan. ''Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allahlah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nyalah kamu meminta pertolongan.'' (QS al-Nahl [16]: 53).
Manusia sejatinya adalah tawanan kebaikan (asir al-ihsan). Ia cenderung baik dan berbuat baik kepada siapa pun yang baik dan berbuat baik kepadanya. Lantas, bagaimana ia tidak baik dan tidak cinta kepada Allah, Tuhan yang telah melimpahkan kepadanya kebaikan dari ujung rambut hingga ujung kaki. (QS Luqman [31]: 20).
Berikutnya, dakwah dilakukan dengan mengajak manusia agar cinta kepada alam. Berbeda dengan Barat, jelas al-Qaradhawi, Islam tidak memusuhi alam, tetapi mencintainya. Dikisahkan, dalam perjalanan pulang dari suatu lawatan, Rasulullah SAW ditemani beberapa orang sahabat setiba mereka di seberang Gunung Uhud, Nabi berkata, ''Itu Gunung Uhud yang kita cintai, dan ia cinta kepada kita.''
Lalu, berikutnya lagi, dakwah dilakukan dengan mengajak dan menggelorakan rasa cinta kepada manusia dan kemanusiaan. Cinta kepada manusia berarti kita mengharapkan kebaikan, keselamatan, dan petunjuk Tuhan (hidayah) kepada mereka.
Diceritakan, ketika Rasulullah dizalimi orang-orang Thaif, banyak orang meminta agar Nabi berdoa, melaknat mereka. Akan tetapi, Nabi menolaknya, seraya berkata, ''Demi Allah, aku ingin dari kampung ini kelak lahir anak-cucu yang menyembah Allah SWT. Ya Allah, berikan petunjuk kepada kaumku, karena sesungguhnya mereka (berbuat kejahatan), lantaran mereka tak mengetahuinya.'' (HR Bukhari dan Muslim).
Jadi, Rasulullah SAW telah memulai dan memberikan uswah hasanah dakwah dengan cinta. Imam al-Syahid Hasan al-Banna melanjutkan dan mendorongnya. Katanya, Naghzu al-nas bi al-hubb la bi al-sayf (Kami akan memerangi manusia dengan cinta, bukan dengan pedang). Wa Allahu a`lam. Oleh A Ilyas Ismail
Pada era baru sekarang dakwah tak boleh dilakukan dengan cara-cara kekerasan atau cara-cara yang menimbulkan kebencian dan permusuhan. Dakwah sejatinya harus mendekatkan, bukan malah menjauhkan, manusia (mad`u) dari petunjuk Tuhan. Dakwah harus menimbulkan rasa cinta dan kasih sayang, bukan justru menanamkan kebencian dan permusuhan (al-`Adawah wa al-Baghdha') .
Dalam bukunya yang amat monumental, 'Dakwah di Era Globalisasi' (Khithabuna al-Islami fi `Ashr al-Awlamah), ulama besar dunia, Dr Yusuf al-Qaradhawi, mengimbau kaum Muslimin agar berdakwah dengan cinta. Agama, kata al-Qaradhawi, pada intinya adalah cinta, yakni cinta kepada kebenaran, kebaikan, dan kedamaian.
Dakwah, mula-mula harus dilakukan dengan mengajak manusia agar cinta kepada Allah SWT. Sebab, Allah adalah sumber segala nikmat dan Pemberi segala kebaikan. ''Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allahlah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nyalah kamu meminta pertolongan.'' (QS al-Nahl [16]: 53).
Manusia sejatinya adalah tawanan kebaikan (asir al-ihsan). Ia cenderung baik dan berbuat baik kepada siapa pun yang baik dan berbuat baik kepadanya. Lantas, bagaimana ia tidak baik dan tidak cinta kepada Allah, Tuhan yang telah melimpahkan kepadanya kebaikan dari ujung rambut hingga ujung kaki. (QS Luqman [31]: 20).
Berikutnya, dakwah dilakukan dengan mengajak manusia agar cinta kepada alam. Berbeda dengan Barat, jelas al-Qaradhawi, Islam tidak memusuhi alam, tetapi mencintainya. Dikisahkan, dalam perjalanan pulang dari suatu lawatan, Rasulullah SAW ditemani beberapa orang sahabat setiba mereka di seberang Gunung Uhud, Nabi berkata, ''Itu Gunung Uhud yang kita cintai, dan ia cinta kepada kita.''
Lalu, berikutnya lagi, dakwah dilakukan dengan mengajak dan menggelorakan rasa cinta kepada manusia dan kemanusiaan. Cinta kepada manusia berarti kita mengharapkan kebaikan, keselamatan, dan petunjuk Tuhan (hidayah) kepada mereka.
Diceritakan, ketika Rasulullah dizalimi orang-orang Thaif, banyak orang meminta agar Nabi berdoa, melaknat mereka. Akan tetapi, Nabi menolaknya, seraya berkata, ''Demi Allah, aku ingin dari kampung ini kelak lahir anak-cucu yang menyembah Allah SWT. Ya Allah, berikan petunjuk kepada kaumku, karena sesungguhnya mereka (berbuat kejahatan), lantaran mereka tak mengetahuinya.'' (HR Bukhari dan Muslim).
Jadi, Rasulullah SAW telah memulai dan memberikan uswah hasanah dakwah dengan cinta. Imam al-Syahid Hasan al-Banna melanjutkan dan mendorongnya. Katanya, Naghzu al-nas bi al-hubb la bi al-sayf (Kami akan memerangi manusia dengan cinta, bukan dengan pedang). Wa Allahu a`lam.
http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/10/05/05/114529-kiat-berdakwah-dengan-cinta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar