Selasa, 18 Mei 2010

Pemimpin Berkurban

Oleh Danarto

Tidak ada hari yang paling banyak digunakan oleh Allah untuk membebaskan seorang hamba dari neraka, seperti hari Arafah. Sesungguhnya Allah mendekat dan membanggakannya kepada malaikat. Nabi Muhammad saw


Padang Arafah memutih oleh ribuan tenda. Zikir dari mulut mengagungkan Asma Allah. Gema suaranya diantar para malaikat menuju langit lepas. Jamaah yang sakit terbaring memandangi langit-langit tenda sambil telapak tangannya menyentuh tanah Arafah. Yang meninggal dikuburkan keluarganya. Para dokter yang keku­rangan tangan beredar terus sambil memainkan tasbihnya. Bagian konsumsi membagi-bagikan nasi dan lauk-pauknya. Kontainer-kontainer membagi-bagikan air. Hari Arafah hari pengampunan. Hari dipertemukannya kembali Adam dan Hawa setelah berpisah selama 200 tahun. Hari kejayaan manusia.

Para jamaah menyuguhkan hewan kurban sebagai lambang kepasrahan. Dengan kepasrahan itulah para jamaah menyadari bahwa jiwa-raganya merupakan bagian dari belas-kasih Allah. Berusaha terus untuk menjadi baik, lewat peneladanan atas Nabi Ibrahim a.s., para jamaah me­lontar jumrah sebagai lambang perlawanan terhadap nafsu dan kejahatan yang senantiasa memburu manusia. Bahkan pelontaran jumrah itu diulang-ulang supaya benar-benar ter­pateri di hati manusia bahwa ritual fisikal itu punya pengaruh dan dorongan yang kuat untuk menciptakan ibadah yang sebenarnya. Akhirnya para jamaah dikaruniai haji mabrur.

Hadis riwayat Muslim di atas mengingatkan kita bahwa meski Allah Maha Pengampun, pembebasan manusia dari dosa merupakan pekerjaan yang harus diupayakan manusia sendiri. Jika perlu, menyeberangi lautan dan mengarungi angkasa untuk berburu kebenaran. Maka mendayunglah jiwanya tanpa mempedulikan rintangan dan bahaya, menuju Tanah Suci. Allah membanggakan manusia —juga di hadapan para malaikat — sebagai makhlukNya yang terpuji yang wajib memelihara dirinya dan dunia sekeliling yang dihidupinya. Di samping rakyat kecil, wukuf di Arafah jamak bagi para pejabat merupakan lambang solidaritas social dan keberanian untuk berkorban demi kejayaan rakyat yang dipimpinnya. Subhanallah.

Inilah tahun-tahun berat bagi para pemimpin kita karena pengabdian semakin krusial. Perbenturan kepentingan, pem­bagian kue yang tidak merata, tuntutan demokrasi, dan warisan kekuasaan yang berat. Menatap semuanya itu, para pejabat biasanya lalu sering melakukan perjalanan ke Tanah Suci untuk memohon petunjuk dan pertolongan dari sumber kebenaran di tempat yang paling suci. n

Tidak ada komentar:

Posting Komentar