Oleh A Ilyas Ismail MA
Ibadah puasa, menurut Alquran surah Al-Baqarah 183, dimaksudkan sebagai wahana melatih diri menjadi orang takwa. Ini berarti, orang yang berpuasa pada hakikatnya adalah orang yang sedang mengupayakan peningkatan kualitas diri. Upaya ini ditempuh melalui serangkaian pemberdayaan, terutama pemberdayaan iman dan takwa.
Takwa itu sendiri, menurut pakar tafsir al-Ashfahani, berarti menjaga diri dari dosa dan kejahatan dengan melakukan perintah dan menjauhi larangan Allah SWT. Selain bermakna menjaga diri dan menepati kewajiban-kewajiban, takwa menurut Muhammad Ali, juga mengandung makna hati-hati dan waspada. Di sini, orang yang takwa (muttaq) berarti orang yang sangat hati-hati dan penuh perhitungan dalam setiap tindakannya.
Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa Abu Hurairah pernah bertanya kepada Nabi saw tentang takwa. Lalu katanya, 'Pernakah Engkau bertemu jalan yang banyak duri? Bagaimana tindakanmu pada waktu itu? Abu Hurairah menjawab, "Apabila aku melihat duri, aku mengelak ke tempat yang tidak ada durinya, atau aku langkahi, atau aku mundur." Rasulullah pun berkata, "Itulah takwa."
Alquran tidak secara eksplisit menjelaskan arti takwa. Tapi, Alquran banyak menyebutkan ciri-ciri dari orang yang takwa. Dalam surah Ali Imrah 133-136, ciri-ciri orang takwa itu ada
Di lain tempat, Alquran menyebut ciri-ciri takwa itu secara lebih lengkap, yaitu dalam Alquran surah al-Baqarah 177. Dalam ayat ini, nilai-nilai takwa itu, menurut Rasyid Ridha, mencakup empat prinsip. Pertama, prinsip keimanan yang meliputi iman kepada Allah, hari akhir, malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi. Kedua, prinsip amal saleh yang diwujudkan dalam bentuk memberikan harta kepada sanak keluarga, anak yatim, orang miskin, ibn sabil, orang yang minta-minta, dan pemberian harta untuk pembebasan budak. Ketiga, prinsip ibadah, yang ditunjukkan antara lain dengan mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Keempat prinsip akhlak yang diwujudkan antara lain dengan selalu tepat janji dan bersikap sabar dalam keadaan yang serba sulit.
Dari sini dapat dipahami bahwa nilai-nilai takwa seperti dikemukakan di atas, sesungguhnya mencakup dua dimensi, yaitu dimensi horizontal yang memperlihatkan semangat sosial dan kemanusiaan. lbadah puasa yang kita lakukan sesungguhnya dimaksudkan untuk memberdayakan nilai-nilai takwa di atas baik dalam dimensinya yang bersifat vertikal maupun horizontal.
Secara vertikal, orang yang berpuasa selalu mengingat Allah dan menginsafi secara sungguh-sungguh kehadiran Tuhan dalam dirinya. Itu sebabnya, orang yang berpuasa tetap menahan diri, tak makan dan minum, meski peluang untuk itu terbuka lebar dan tak seorang pun mengetahuinya. Sikap ini, tentu lahir dari kesadaran bahwa Allah SWT selalu mengawasi dirinya. Kesadaran inilah sebenamya yang dinamai takwa.
Sementara, secara horizontal, orang yang berpuasa dilatih untuk meningkatkan kepekaan sosialnya, dengan selalu menahan amarah, member maaf, dan memberikan perhatian dan kepedulian terhadap orang-orang miskin dan kaum lemah lainnya. Perhatian ini dapat dilihat, antara lain dari perintah mengeluarkan zakat fitrah maupun anjuran agar orang yang berpuasa banyak berbuat baik dan beramal shaleh boat sesama. Semua ini, tentu diharapkan agar puasa yang kita lakukan benar-benar dapat meningkatkan dan memberdayakan iman dan takwa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar