Manusia selalu diingatkan Alquran bahwa meskipun dunia seisinya diperuntukkan bagi manusia, namun kehidupan dunia dengan segala hiasannya jangan dijadikan satu-satunya orientasi mental dalam mempertimbangkan makna kebahagiaan hidup. Sebab di sisi Allah swt terdapat dimensi kebahagaiaan yangjauh lebih berkualitas yang diraih melalui amal yang kebajikannya berkelanjutan (QS Al-Kahfi: 46).
Alquran juga mengingatkan bahwa status perseorangan yang secara ekonomi baik tidak akan menjamin kebahagiaan tanpa dibarengi terciptanya kondisi sosial yang harmonis. Begitupun sebaliknya, kondisi sosial yang baik, stabil, dan tanpa gejolak tidak otomatis menjamin kebahagiaan yang utuh bila kondisi perseorangan-perseorangan dilanda kemiskinan dan ketidakberdayaan. Keduanya harus seimbang. Tetapi untuk keseimbangan itu diperlukan suatu pendekatan yang berorientasi pada hal-hal yang lebih tinggi dari sekadar orientasi duniawi yaitu orientasi ukhrowi atau orientasi Ketuhanan.
Allah swt menjelaskan: Bukanlah harta kekayaanmu dan bukan pula anak keturunanmu itu yang membuatmu dekat dengan Kami (Allah) sedekat-dekatnya, melainkan (kekayaan dan keturunan yang dimiliki) orang yang beriman dan beramal saleh. Mereka ini memperoleh balasan berlipat ganda atas Yang telah mereka keluarkan pada amal (sosial) dan mereka akan hidup di tempatnya yang terhormat dengan aman sentosa." (QS
Suatu kenyataan kita hadapi bahwa tidak semua orang menikmati kemerataan rezeki dan sarana-sarana pemilikan.
Hal ini bersumber dari ketetapan-Nya sebagai ujian, baik bagi kaum yang kuat maupun bagi kaum yang lemah. Firman Allah: Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian Yang lain beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. (QS Al An'am: 165).
Tetapi manusia yang percaya kepada Tuhan diingatkan bahwa harta kekayaan dan keturunan bisa membuat lengah dari berbuat kebajikan (QS Al-Munafiqun: 9). Karena itu harus dimengerti bahwa kepemilikan adalah suatu amanat yang mengandung tanggungjawab untuk ditunaikan. Salah satu tanggung jawab itu yang terpenting adalah membina kesetiakawanan sosial yang mampu mencegah kesengsaraan masyarakat. Agama memberikan jalannya melalui usaha orang-orang kaya membantu yatim piatu, fakir miskin, dan mereka yang sedang terkena musibah, melalui zakat, infak, dan sedakah. Tetapi yang lebih tersistem adalah dengan mengakhiri kesenjangan sosial, perasaan ketidakadilan dengan melindungi kepentingan ekonomi pihak yang lemah, pemerataan distribusi kekayaan dan lain-lain.
Akhir-akhir ini kita melihat keseriusan pemerintah menangani soal ini sehingga patut kita doakan semoga para aparat terkait tetap istiqomah, tetap konsisten melaksanakannya sebagai bagian dari amaliah mencari kebahagiaan sejati di sisi Allah. n
Tidak ada komentar:
Posting Komentar