Oleh Fuad Rumi
Abu Mas'ud r.a., seorang sahabat Nabi Muhammad saw, menyampaikan sebuah kisah. Katanya, "Suatu ketika, saat hendak salat berjamaah, Rasulullah Muhammad saw menyentuh bahu-bahu kami sembari bersabda: Luruskan shaf kalian, jangan bengkok-bengkok. Shaf yang bengkok akan menyebabkan hatimu terpecah-belah." (HR. Muslim).
Hadis tersebut ternyata mengandung makna yang sangat dalam yang patut kita renungkan. Yakni adanya hubungan yang sangat erat antara keadaan shaf umat Islam ketika salat berjamaah dengan keadaan hati mereka. Padahal hati itulah yang menentukan rasa persaudaraan, persatuan, dan kesatuan umat.
Bahkan Alquran menyatakan, bila hati bercerai-berai, kendatipun kelihatannya ada persatuan, ia hanya persatuan semu. Allah mengatakan, "Kamu kira mereka itu bersatu, padahal hati mereka bercerai-berai." (Q.S. Al Hasyr 14).
Sayangnya, di antara sekian banyak pembicaraan mengenai persatuan umat Islam dewasa ini, hampir-hampir tidak pernah kita temukan ulasan atau analisis yang menghubungkannya dengan shaf salat. Padahal, jika ketidaksempurnaan shaf salat saja bisa mengakibatkan hati umat Islam terpecah-belah, tentu akan lebih besar lagi pengaruhnya jika salat jamaah itu sendiri memang tidak ditegakkan oleh umat Islam.
Dari sejarah Nabi Muhammad saw, kita tahu bahwa sejak salat wajib
Lalu bagaimana dengan kita sekarang? Jawaban pertanyaan tersebut dapat kita lihat di masjid-masjid setiap waktu salat. Masjid seringkali hanya penuh dengan jamaah ketika salat Jumat, salat Tarawih, dan salat led. Sedang pada saat salat
Mungkin ada yang berkata, "Salat sendirian juga sah." Memang itu benar menurut fikih. Tapi salat tidak hanya urusan fikih belaka. Buktinya, Nabi Muhammad saw sendiri menghubungkan shaf dengan masalah sosial kemasyarakatan.
Alhasil, ketika kita sering prihatin karena mudah dipecah belah dan diadu domba, salah satu sumbernya memang mungkin kita sendiri. Yakni, ketika kita tak lagi menegakkan salat jamaah seperti dicontohkan Nabi Muhammad saw.
Beberapa orang di antara kita mungkin merasa punya dalih. Misalnya, tuntutan jam kerja era moderen membuat kita harus sibuk.
Jawaban untuk dalih ini adalah sebuah pertanyaan: Adakah yang melebihi kesibukan dan kegentingan perang? Padahal pada saat seperti itu, Nabi Muhammad saw tetap menegakkan salat berjamaah? n
Tidak ada komentar:
Posting Komentar