Selasa, 18 Mei 2010

Hak-hak Anak

Oleh H.A. Yani Wahid

Tak sedikit ayat Alquran yang menjelaskan bahwa se­sudah kewajiban mengabdi kepada Allah adalah perso­alan hubungan antara anak dan orang tua. Yaitu kewa­jiban anak berbuat ihsan (baik) kepada ibu dan bapaknya, ter­masuk mendoakan keduanya agar bahagia dengan rahmat dan ampunan Allah (QS AI-Isra': 23-24). Alquran juga menegaskan bahwa seorang anak, bagaimana pun juga tidak bo­leh sekali-kali menyakiti orang tuanya (QS AI Baqarah: 223).

Sebaliknya, Islam pun menegaskan bahwa orang tua juga tidak boleh menyakiti anak-anaknya. Bahkan harus penuh perhatian memikirkan kesejahteraan mereka, sehingga dengan demikian anak-anaknya pun akan memberikan peng­hargaan yang serupa kepada orang tua mereka.

Di sini kita lalu menangkap prinsip moral yang ingin dite­gakkan Islam, yaitu baik anak maupun orang tua, memiliki hubungan sendin dengan Allah SWT. Tak seorang anak pun di Hari Pengadilan nanti akan memberi bantuan kepada orang tuanya. Begitu sebaliknya, orang tua tidak dapat ber­buat apa-apa untuk menolong anaknya di depan Mahkamah Ilahi itu. Masing-masing tetap akan dibalas sesuai dengan aural yang dilakukannya.

Seorang anak dihargai oleh Allah dengan pembalasan yang baik atas bakti yang dibenkannya kepada orang tua (QS AI-An'am: 151). Demikian pula usaha-usaha orang tua dalam membentuk kepribadian anaknyajuga sangat dihargai, sam­pai-sampai Rasulullah SAW bersabda, "Tiap anak dilahirkan menurut fitrahnya yang suci. Orang tuanyalah yang akan men­jadikannya Yahudi, Nasrani, Majusi atau lainnya." (HR. An­Nasa'i). Banyak hadis yang juga menceritakan bahwa Rasulullah SAW sangat menyayangi anak-anak, dan Beliau menginstruksikan kepada seluruh umatnya untuk mem­berikan hak-hak anak.

Di antara hak-hak itu, pertama, adalah hak akan identitas hidupnya, yaitu untuk diakui sebagai anak oleh kedua orang tuanya. Dengan demikian ia mesti memiliki seorang ayah dan ayahnya hanya satu orang, tidak boleh lebih. Termasuk hak ini adalah memperoleh pemberian nama yang baik setelah anak itu berumur tujuh hari.

Kedua, hak akan kasih sayang dan bimbingan spiritual yang baik, antara lain melalui proses pendidikan. Pemenuh­an terhadap hak ini tak hanya menjadi tanggungjawab orang tuanya, meskipun pada awalnya tanggungjawab itu di tangan mereka. Ada atau tidak ada orang tuanya, diketahui atau ti­dak diketahui ayah ibunya, meninggal atau belum, seorang anak tetap harus diperlakukan sebaik-baiknya dan dengan

penuh kasih sayang. Jika masih ada kaum famili yang dekat, maka kewajiban untuk membimbing dan mendidik anak men­jadi tanggungjawab sosial seluruh kaum muslimin.

Lingkungan terdekat, apalagi yang tergolong mampu diang­gap mendustakan agama bila tidak memberikan pengakuan sosial terhadap hak anak melalui bimbingan spiritual serta pemberian kesempatan dalam kegiatan-kegiatan urnum lain­nya (QS. Al-Maa'un: 1-3). Maka, dalam masyarakat beraga­ma seharusnya tidak boleh ada anak yang telantar. n

Tidak ada komentar:

Posting Komentar