Senin, 03 Mei 2010

HADIAH ORANG HIDUP SAMPAI KEPADA ORANG MATI


Diceritakan daripada setengah-setengah kaum salihin radhiallahu­anhum katanya:

Saya lihat di dalam tidurku, seolah-olah ahli kubur itu telah bangun dan keluar dari kubur mereka, kemudian mereka sedang memungut-mungut sesuatu yang pada mulanya saya sendiri tidak tabu apa dia. Saya sungguh hairan memikirkan hal keadaan mereka itu.

Pada sudut yang lain, saya lihat ada seorang lelaki sedang duduk bersendirian, dan dia tidak mengambil apa-apa pun seperti orang yang lain-lain di situ. Saya pun mendekatinya dan memberi salam kepadanya, lalu dia menjawab salamku. Saya kemudian bertanya kepadanya:

`Apakah yang dikutip oleh orang-orang itu?' tanyaku kepada lelaki itu.

`Mereka itu sedang mengutip apa yang dihadiahkan oleh kaum Muslimin kepada orang-orang yang sudah Mati berupa bacaan AI-Quran, sedekah dan doa,'Jawabnya,

`Kenapa kau tidak mengutip seperti mereka,' tanyaku lagi. `Apakah kau tidak perlu kepadanya?!'

`Ya, aku sudah kecukupan, dan tidak perlu kepada yang itu.' `Kecukupan bagaimana? Bukankah orang mati itu memerlukan hadiah orang yang hidup?' kataku kepadanya.

`Betul itu, tapi bagian yang aku dapat sudah cukup,'Jawabnya lagi.

, Sudah cukup?!'

`Ya sudah cukup, sebab anakku menghadiahkan kepadaku setiap hari pahala satu khatam bacaan Al-Quran,'j'awabnya.

`Di mana anakmu sekarang?'

`Dia menjual kacang di pasar kampung ini.'

Pada besok harinya, saya pergi ke pasar itu untuk melihat anak orang yang saya mimpikannya pada malam tadi. Saya berputar-putar sehingga saya terlihat seorang pemuda yang menjual kacang, sedang bibirnya bergerak-gerak membaca sesuatu. Kata hatiku, mesti dia inilah anak orang itu. Saya datang kepadanya seraya bertanya:

`Kenapa kau menggerak-gerakkan bibirmu itu?'

`Saya membaca Al-Quran,'Jawabnya. 'Belum ada orang datang membeli, saya membaca Al-Quranlah.'

`Berapa juz satu hari kau baca?'

`Saya baca satu hari satu khatam, yakni tiga puluh juz. Kemudian saya hadiahkan pahalanya untuk roh ayahku,'Jelasnya lagi.

`Wah bukan main rajin kau,' komentarku. 'Tentulah ayahmu senang di dalam kuburnya,' saya memujinya.

Lama sesudah itu, saya bermimpi lagi suatu mimpi yang sama mengenai penghuni-penghuni kubur itu. Saya lihat mereka sedang giat mengumpulkan hadiah-hadiah pahala yang dikirimkan oleh orang hidup untuk orang mati. Kali ini saya lihat orang yang duduk dulu itu sama-sama mengutip hadiah-hadiah itu. Ajaib pula, mengapa dia kini ikut mengutip. Dulu dia kata dia tidak perlu kepada hadiah­-hadiah itu lagi.

Pada besoknya, saya bergegas-gegas pergi ke pasar untuk mencari pemuda yang dikatakn anak kepada orang yang saya mimpikan itu. Saya dapati tempatnya telah diduduki oleh orang lain. Saya cuba berputar lagi, barangkali saya terkhilap tempat, tetapi kali ini saya sudah pasti dia sudah tidak ada di situ lagi.

`Di mana pemuda yang menjual kacang di sini?' tanyaku kepada orang yang mengganti tempatnya.

`Oh pemuda itu sudah meninggal dunia,'Jawab orang itu. Bila?' tanyaku.

`Baru beberapa hari dulu,'jawabnya lagi.

Saya terus merasa insaf! Patutlah, kataku di dalam hari, saya lihat orang itu sekarang sudah ikut mengutip-ngutip pahala kiriman kaum Muslimin itu, kerana kiriman anaknya telah terputus. Sebab anaknya sudah meninggal dunia dan tidak ada orang lain yang membaca untuknya lagi.

Kemudian saya memohon Allah Ta'ala supaya memperlihatkan kepadaku derajat-derajat ahli kubur dan kedudukannya di sana. Maka saya bermimpi lagi, melihat keadaan dunia seakan-akan sudah kiamat. Kubur telah terbelah, lalu saya dapat melihat orang-orang di balik kubur itu; ada yang tertidur di atas lihaf sundus, ada yang tidur di atas sutera yang halus, ada yang tidur di atas wangi-wangian, ada yang tidur di atas kasur, ada yang ketawa dan ada yang menangis. Saya lalu berkata di dalam hatiku: Ya Tuhanku! Kenapa Engkau tidak samakan saja mereka itu dalam pengurniaanMu?!

Dengan serta-merta saya mendengar satu seruan dari para penghuni ahli kubur itu: Hai fulan! Hanyasanya semua itu adalah dengan tingkatan-tingkatan amal. Adapun pemilik lihaf sundus itu ialah orang-orang yang berbudipekerti yang luhur, pemilik sutera yang halus ialah para syuhada, orang yang tidur di atas wangi-­wangian ialah orang-orang yang benar, dan orang-orang yang ketawa itu ialah orang-orang yang sudah bertaubat, manakala orang­orang yang menangis ialah mereka yang banyak memikul dosa.

Di waktu itulah saya tersedar dari mimpiku, dan saya terus teringat tentang apa yang saya lihat dari berbagai-bagai keajaiban itu.

Moga-moga Allah menurunkan rahmatNya ke atas mereka sekalian dengan berkat penghulu sekalian Rasul, Amin!



Kisah ini terdapat pada buku”Untaian Kisah Para Wali ALLAH” yang disusun oleh Syed Ahmad Semait.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar