Selasa, 18 Mei 2010

Kedermawanan

Dra Hj Tutty Alawiyah AS

Islam sebagai agama sangat menekankan umatnya untuk melakukan amal yang berguna bagi sesamanya, bahkan dijadikan ukuran tentang model manusia ter­baik. Nabi mengatakan: Sebaik-baik manusia adalah yang lebih manfaatnya bagi manusia lainnya (HR. Mus­lim).

Penekanan model manusia terbaik dalam Islam itu sa­ngat realistis dan objektif. Bukan hanya golongan terten­tu yang sudah pintar atau kaya atau kuasa, melainkan siapa saja yang membuat karya-karya yang mampu mem­berikan faedah bagi diri dan umat secara seimbang, an­tara kepentingan dunia dan kebahagiaan di akhirat. Di­tandaskan dalam Alquran: "Kekayaan dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia. Namun karya amali­ah yang baik yang kekal lebih bagus pahalanya di sisi Allah serta suatu pengharapan yang dapat diandalkan (QS Al-Kahfi, 46).

Amal yang baik dan kekal dijelaskan oleh nabi sebagai teman yang sebenarnya, teman yang dapat memberi ban­tuan di mana dan kapan,saja, di dunia ini dan di akhirat nanti. Diriwayatkan dalam suatu Hadits yang sahih, Nabi saw bersabda: Apabila seseorang mati diberangkatkan mayatnya ke kubur dengan ditemani tiga, teman keluar­ganya, hartanya dan amalnya, keluarganya dan hartanya kembali pulang. Yang tinggal menemaninya hanyalah amal usahanya. (Hadits Riwayat Bukhori Muslim).

Di antara amal usaha yang bergulir terus menemani orang yang sudah meninggal dunia, disebutkan oleh Nabi saw ada tujuh perkara. Yaitu ilmu pengetahuan yang dia­jarkan dan dikembangkannya, anak yang berbuat baik kepada ibu bapak yang meninggalkannya, mushaf Alqur­an yang diwariskan kepada keturunannya, bangunan masjid yang telah dibangunnya, bangunan rumah untuk orang telantar dan musafir yang telah diusahakannya, membina pengajian yang terus dialirkannya, memberikan sedekah dari harta yang diperoleh semasa hidupnya. Ketujuh perkara itu manfaat pahala amalnya akan tetap menghubungi seseorang setelah meninggal dunia. (HR. Ibnu Majah dan Ibnu Khuzaimah).

Kebajikan-kebajikan ini secara luas, biasa,nilai-nilainya masih hidup di tengah-tengah masyarakat. Sehubungan dengan kondisi bangsa kita terakhir ini yang sedang mengalami ujian dan cobaan beruntun berupa kegon­cangan moneter, kerusuhan, kecelakaan transportasi (balk di darat, laut, dan udara), gempa, kekeringan kela­paran dan kebakaran lahan hutan, dan lain-lain, rasanya kita masing-masing perlu menyadari kekurangan kita dengan introspeksi mendalam tentang amanat-amanat yang kita ambil dan selanjutnya berikhtiar menggerakkan masyarakat memenuhi kewajiban-kewajiban sosial yang telah dikenalnya dengan baik itu. Kita tidak menghendaki rentetan ujian dan cobaan membuat kita kehilangan kepercayaan diri sehingga mengendurkan pembangunan.

Umat Islam sebagai bagian terbesar bangsa sudah seharusnya menjadi pelopor untuk memberikan perto­longan, terutama melalui gerakan infaq dan shadaqoh. Umat Islam jangan berdiam diri meskipun mereka sendiri belum termasuk golongan mampu dan berlebih secara materi. Bukankah sedekah itu tetap harus dialirkan da­lam keadaan sudah maupun senang? Wallahu A'lam. n

Tidak ada komentar:

Posting Komentar