Oleh : YUSUFMANSUR
YUSUF MANSUR WWW.WISATARATI.COM
GATRA 18 MARET 2006
Kita semua bisa berbagi, bahkan kadang tidak perlu besar.
Hanya perlu kreasi agar bisa menyenangkan banyakorang.
DALAM beberapa tulisan di majalah kesayangan Anda ini, cukup banyak saya menulis tentang pengalaman berbagi atau bersedekah. Dan, dalam bersedekah itu, ada seninya. Secara iseng, saya menyebut "The Art of Giving". Cobalah berbagai cara dalam berbagi, dan bisa jadi Anda akan menemukan kebahagiaan kala melakukan aktivitas tersebut.
Di kampung saya tinggal, tersebutlah seorang bidan bernama Eti. Dia termasuk bidan yang disenangi anak saya. Salah satu penyebabnya, bidan ini selalu menyediakan makanan kecil buat anak-anak yang tengah diajak oleh orangtuanya.
Rasanya Bidan Eti memahami psikologi anak. Selain itu, setting ruang periksa diatur sedemikian rupa sehingga tidak tampak menyeramkan. Maka, tidak jarang, jika ada orangtua yang memeriksakan diri, si anak tetap ingin diajak. Anak-anak tersebut —termasuk anak saya, Wirda— ingin mencicipi makanan yang disediakan Bu Bidan.
Pada satu kesempatan mengantar istri saya untuk pemeriksaan pada Bidan Eti, Wirda langsung bilang, "Ikut dong, Pahl"
Mendengar keinginan itu, istri saya kontan menggoda Wirda, "Wuuh, Wirda pengen ikut karena ingin biskuit Bidan Eti, ya ... ?" Yang diledek tertawa, karena pas dengan harapan dia. Sesampai di tempat praktek bidan itu, Wirda seperti sudah paham. Dia langsung masuk dan menunggu di ruang tamu. Wirda langsung saja mengambil satu demi satu kue-kue tersebut.
Apa yang dilakukan Bidan Eti termasuk seni berbagi. Hanya dengan uang yang tidak begitu banyak, ia membahagiakan tamunya Setiap hari.
Sebetulnya, Selain Bidan Eti, di tempat tinggal saya di Kampung Ketapang, Kalideres, yang memperlakukan pasien seperti sahabat atau bahkan keluarga sendiri tidak sedikit. Sebut misalnya Bidan Suli, yang dikenal sangat sabar dan berwajah sejuk.
Semua bidan yang saya sebutkan itu kadang membebaskan sama Sekali beberapa pasien dia dari biaya. Apalagi bila yang datang orang kampung yang tidak berduit. Mereka tidak hanya dibebaskan dari membayar biaya pemeriksaan, malah diberi sangu pulang.
Inilah salah satu bentuk "The Art of Giving"; seni berbagi. Bila Anda, katakanlah, pemilik warung yang ingin laris, cobalah terapkan ilmu seni berbagi ini. Misalnya, Anda sediakan permen-permen kecil untuk anak-anak yang ikut ibunya berbelanja di warung. Hadiah tersebut akan mengesankan si anak, dan akan selalu meminta ibunya berbelanja di warung itu. Dan, pasti dia ingin ikut. Motif dia sederhana: agar dapat permen!
Jadi, kita semua bisa berbagi, dan kadang-kadang tidak perlu besar. Hanya perlu kreasi agar bisa menyenangkan banyak orang. Misalnya, ada seorang ibu yang suka membagibagikan makanan. Sekali waktu, dia memasak bubur kacang hijau. Modalnya tidak seberapa. Hanya dengan uang Rp 20.000 sudah tersajikan sepanci bubur kacang hijau.
Kemudian sepanci bubur itu dibagi-bagi menjadi 100 mangkuk kecil. Lalu dia berkeliling memberikan bubur kacang hijau itu kepada anak para tetangga. Dia bilang, "Kalau saya bagikan kepada orangtuanya, mungkin mereka tersinggung. Kok, membagi hanya semangkuk? Makanya, saya bagi pada anak-anak. Saya panggil mereka, lalu saya beri semangkuk kecil bubur kacang hijau lengkap dengan satu iris roti tawar...."
Dengan rasa puas yang dalam, ibu itu melanjutkan ucapannya, "Wah, saya dapat kebahagiaan dari satu keluarga anak tersebut." Benar juga. Secara materi, yang dikeluarkan tidak seberapa, tapi kepuasan dan kebahagiaan yang diperoleh luar biasa.
Rupanya, konsep serupa juga diterapkan sahabat baru saya, Bu Hajah Dedeh. Dia bidan, dokter, sekaligus pemilik Rumah Sakit Bakti Asih di wilayah Cileduk, Tangerang. Setiap Ahad pagi, saya membuka Pengajian Ahad Pagi di Pondok Pesantren Wisatahati di Kampung Bulak Santri, Kelurahan Pondok Pucung, Karang Tengah, Cileduk, Tangerang.
Nah, Bu Hajah Dedeh ini jamaah aktif saya. Saat saya berkesempatan ke rumah sakitnya, subbanallab, saya juga menemukan "The Art of Giving". Salah satu yang dia lakukan adalah mendirikan sekolah gratis untuk anak-anak tidak mampu dan putus sekolah. Sampai saat ini, sudah hampir 200 orang yang belajar di sekolah bebas biaya tersebut.
Saya yakin, Anda pembaca G.kTRA pun sudah melakukan hal serupa. Dan, apa yang saya tulis hanya sebagai penambah keyakinan dan melapangkan kebahagiaan Anda. Saya berdoa, semoga Anda makin sering berbagi dan yakin pada janji Allah mengenai manfaat bersedekah.
Kembali pada kisah Bidan Eti tadi, sebagaimana Wirda yang senang ikut ibunya, saya pun jadi senang mengantar istri ke Bidan Eti. Dan, sebagaimana kesenangan dulu,
Sambil menikmati lanting dan jipang, saya mengobrol dengan suami Bidan Eti. "Ini termasuk sedekah." Sedekah makanan yang bisa membuahkan senyuman anak-anak dan para orangtua. Ketika kami pamit, suami Bidan Eti malah menyuruh Wirda mengambil lanting dan makanan lain untuk dibawa pulang. Wah, alhamdulillah....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar