Selasa, 18 Mei 2010

H ara m

Oleh D Zawawi Imron



Makanan halal itu sangat penting, karena sari-sari makanan itu akan menjadi daging, tulang, dan sumsum. Kalau makanan yang kita santap itu haram, maka sari-sari makanan haram itu akan menjadi daging, sumsum, tulang dan lain-lain. Karena tumbuh dari makanan haram, maka daging, sumsum, dan tulang itu juga dan menjadi daging haram, tulang haram, dan sumsum haram.

Orang yang benar-benar beriman dan bertakwa pasti akan merasa tidak enak dan juga sangat gelisah kalau tubuhnya tumbuh dari makanan haram. Sebab ia akan selalu ingat pada sabda Rasulullah saw: Tidak akan 'masuk surga seseorang yang dagingnya tumbuh dari makanan haram.

Namun yang juga harus diingat, musti makanan itu halal, tapi kalau cara untuk mendapatkannya tidak halal, misalnya makanan yang dibeli dengan hasil berjudi dan korupsi, maka makanan itu akan berubah menjadi haram. Ini, karena Islam tidak menghalalkan segala cara di dalam mendapatkan rezeki atau harta. Cara dan proses mencari rezeki itu harus dengan cara yang halal pula, tidak dengan cara menipu, merampas milik orang lain, dan tindakan lainnya yang merugikan orang lain.

Bahkan bukan hanya makanan, pakaian yang kita bell dengan hasil pungli misalnya, juga haram kita pakai, apalagi untuk shalat. Begitu pula, misalnya, dengan tempat tidur atau rumah yang dibeli dengan uang haram, maka haram pula kita tempati dan kita tuduri.

Mungkin ada yang usil bertanya, mengapa Allah mengadakan hukum haram, kok sepertinya mempersulit kehidupan? Orang yang bertanya seperti itu barangkali sudah terbiasa hidup dengan harta haram. la sudah cocok dengan makanan dan tempat tinggal yang serba haram. Analoginya, ibarat orang senang makan terasi. la akan merasa kurang nikmat ketika makan.nasi kalau tidak disertai dengan sambal terasi — meski terasi itu sendiri baunya sangat busuk.

Bagi orang yang tidak pernah makan terasi, tidak makan terasi tidak apa-apa, tidak akan ketagihan. Makanan haram, atau perbuatan haram, memang banyak membuat orang yang terbiasa menjadi ketagihan, meski tidak selalu.

Allah menerapkan hukum haram sebenarnya karena Allah sangat menghargai manusia. Manusia sebagai makhluk yang dimuliakan Allah, sangat tidak pantas kalau makan makanan yang diperoleh dengan cara-cara kotor, seperti menipu, pungli, judi, mencuri, dan lain-lain, yang jelas-jelas merupakan pekerjaan yang bisa merugikan manusia yang lain. Manusia yang melakukan larangan itu jelas tidak menghargai dan tidak menghor­mati manusia yang lain.

Larangan itu semua dimaksudkan agar tak seorang pun dirugikan dan disakiti hatinya oleh orang lain. Di sini Allah sangat menghargai hak manusia. Begitu ada manusia yang dilanggar haknya, Allah yang tersinggung. Maka berlakulah hukum 'haram' itu. Untuk lebih bisa diresapi, hal ini sebaiknya dikaitkan dengan paham 'kemanusiaan', bahwa kalau dirinya dicubit orang merasa sakit, hendaknya tidak mencubit orang lain. Kalau haknya dilanggar orang lain tidak suka, hendaklah­ tidak melanggar hak orang lain. Kalau dirinya tak suka ditipu, ya jangan menipu. Semoga kita dijauhkan dari ' perbuatan dan makanan haram. n

Tidak ada komentar:

Posting Komentar