Kamis, 13 Mei 2010

JAHILIYAH


Oleh : Dra. Hj Tutty Alawiyah AS


Memperingati Maulid Nabi Muhammad saw mengingatkan kita pada suatu kurun zaman yang disebut `jahiliyah'. Kata sifat itu menandai bahwa kebodoh­an mewarnai cara hidup bangsa Arab saat itu. Dikatakan ja­hiliyah bukan lantaran mereka tidak berilmu, melainkan me­nandai ketidakmampuan manusia menjangkau kebenaran.

Nabi Muhammad saw sedih menyaksikan akibat-akibat kejahiliyahan itu di masyarakatnya. Betapa kebodohan telah memangkas begitu banyak nilai-nilai kebajikan yang seharus­nya tumbuh subur di tengah masyarakat. Keprihatinan terhadap situasi kemanusiaan yang jatuh itu membuat Nabi saw tidak henti-hentinya berjuang memanggil manusia agar mengikuti kebenaran dan menegakkan keadilan.

Nabi Muhammad saw juga tidak suka kepada, penguasa yang bertindak sewenang-wenang karena mendampingkan kekuasaan dengan kezaliman. Ketidaksukaan Nabi pada kekuasaan yang zalim tecermin dalam sabdanya: Jauhilah pintu-pintu penguasa dan kaki tangannya. Ulama yang mendekati penguasa (yang zalim) sesungguhnya mereka itu adalah pencuri.

Tetapi Beliau juga sangat menghargai penguasa yang adil, antara lain melalui sabdanya: Di antara yang dilindungi Allah pada had ketika tidak ada perlindungan kecuali perlindungan­Nya, adalah penguasa yang adil. Dengan kekuasaannya orang lemah dilindungi dan orang tertindas dibela.

Ketidaksenangan Nabi saw tidak hanya tertuju pada penguasa yang zalim, tetapi pada setiap bentuk kezaliman. Misalnya Beliau marah ketika mendengar ada suami memukuli dan menganiaya istrinya. Ketika berkhutbah pada Haji Wada', Beliau berwasiat: Wahai manusia, dengarkanlah pembicaraanku dan renungkan baik-baik. Aku wasiatkan untuk berbuat baik pada istri-istri kamu. Kamu tidak memiliki mereka dan mereka tidak memilikimu.

Beliau juga marah kepada orang kaya yang tidak meno­long orang miskin, serta mereka yang menganiaya anak-anak yatim. Sabda Beliau: Tidaklah orang-orang menjadi miskin, lapar, dan telanjang, kecuali disebabkan orang-orang kaya. Tuhan akan mengadili orang-orang kaya (yang membiarkan kemiskinan) dengan pengadilan yang berat dan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih. Selanjutnya Beliau me­ngatakan: Tangisan anak-anak yatim menggoncangkan `Arasy'.

Berbagai ketidakadilan dan penganiayaan terhadap orang miskin dan anak-anak yatim itu, disebutnya sebagai kezalim­an. Karena itu masyarakat diseru untuk menghentikan keza­liman karena perbuatan zalim itu adalah kemungkaran. Kata Beliau: Siapa Baja di antara kamu yang melihat kemungkaran, hendaklah mengubah dengan tangannya. Bila tidak sang­gup. ubahlah dengan lidah. Bila tidak sanggup juga. ubahlah dengan hati. Dan itu adalah selemah-lemah iman (Muttafaq 'alaih). n



Tidak ada komentar:

Posting Komentar