Oleh Danarto
Catatlah, dalam diri manusia terdapat segumpal daging. Bila benda itu dipelihara secara menyeluruh, maka tubuh secara keseluruhan akan tetap sehat. Dan kalau daging itu membusuk maka tubuh itu secara keseluruhan akan membusuk pula. Daging itulah hati. Nabi Muhammad SAW
Di bulan suci Ramadhan ini, rasanya semuanya terlihat suci. Hubungan keluarga, sanak-saudara, dan teman, menjadi jalinan yang simpulnya semakin erat, mesra, tulus, dan bermanfaat. Dianggap bermanfaat karena hubungan ini selalu memberi peluang pada hati untuk memberi makna yang lebih dalam lagi. Lewat hati, kita sambut Ramadhan— yang dianggap Nabi sebagai tamu agung yang selalu kita elu-elukan dengan meriah — tiap tahun dalarn keadaan yang berbeda-beda. Hati kita mendahului otak kita ketika kita mencoba mengerti lebih baik akan lingkungan pergaulan kita dalam berpuasa; bertarawih, dan membayar zakat. Kita menyadari benar hanya hati yang sehat yang setiap saat bisa memetik manfaat puasa kita itu.
Hadist Riwayat Bukhari di atas menunjukkan bahwa secara pisik dan mental, hati merupakan ujung pemantau yang paling piawai. Kita pekerja keras, namun juga pandai beristirahat dan menggunakan peluang untuk santai. Di kantor kita bergunjing, - namun gunjingan kita mengenai prestasi perusahaan lain yang lebih sukses, supaya kita bisa mengejar ketertinggalan kita. Imbangan-Imbangan itu untuk memelihara hati kita supaya tetap sehat di tengah pasang-surut gelombang pergaulan bebas dan total, persaingan dunia bisnis, jagat konsumerisme dan penjajahan ekonomi maupun kultural. Betapa tugas berat yang dipikul hati ketika seluruh tubuh ini betumpu hanya kepadanya semata.
Seorang sufi adalah orang yang sikapnya tulus kepada ALLAH dan mendapat berkat tulus dari Allah, begitu pernyataan seorang ahli tasawuf. Sikap tulus hanya bisa lahir dari hati yang sehat. Sementara itu kita tahu bahwa sikap tulus itu hanya bisa lahir dari kesabaran, kecerdasan, kejujuran, kedermawanan, keadilan, berjihad berhijrah dari keburukan, dan zuhud. Dalam puasa kita, sikap tulus ini mengedepan dalam menghayati makna dan harapan ibadah Ramadhan kita secara keseleruhan. Tulus berarti ikhIas tak mengharapkan balasan, kecuali ridla ALLAH.
Diceritakan bahwa sikap tulus Rasulullah tampak waktu sujud dalam salatnya. Beliau pernah sujud lama sekali sehingga sahabat Abdurrahman bin Auf RA bertanya yang dijawab Nabi, Jibril telah datang kepadaku, lalu ia berkata, 'Allah Azza wa Jalla mengucapkan sqlam kepadamu. Dan Allah juga menyatakan bahwa siapa yang bersalawat kepadamu, Aku akan bersalawat kepadanya. ' Lalu aku bersujud syukur kepada Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar