Kamis, 13 Mei 2010

MENCINTAI WANITA


oleh Idris Thaha


Abu Daud, sahabat Nabi Muhammad saw, meriway atkan hadis Bari Abu al-Thufail, Katanya: "Saya melihat Nabi saw membagi-bagi daging di Ji'ranah. Ketika datang seorang wanita dan mendekat kepada Rasulullah, dihamparkanlah selendang beiiau untuknya dan wanita tersebut duduk di atasnya." Lalu, ia bertanya kepada para sahabat lainnya, "Siapakah Wanita itu?" Mereka menjawab: "Dia adalah ibu (wanita) yang menyusui Nabi."

Hadis ini membuktikan bahwa Nabi saw menghargai dan memiliki rasa cinta-kasih-sayang yang mendalam kepada kaum wanita. Dalam kehidupan sehari-hari, Nabi juga tampak akrab bersama istri, putri, istri para sahabat dan wanita non‑muslim. Nabi pernah mengajak istri-istrinya ke sebuah pertunjukan, menyediakan tempat duduk yang enak, serta bercengkerama dengan mereka. Beliau juga tidak memenuhi undangan jika tidak disertai mereka, dan menernui para istri itu sekaligus mencium mereka. Ketika mendengar tangisan anak kecil, Nabi mempercepat salatnya karena kasihan kepada sang ibu.

Sachiko Murata, dalam The Tao of Islam, menjelaskan bahwa Nabi saw adalah manusia dan pria yang paling sempurna. Cinta yang dirasakan Nabi terhadap wanita adalah wajib ditiru bagi kaum pria sebab Nabi menjadi contoh kesempurnaan (QS 33:21). Kecintaannya kepada kaum wanita menunjukkan bahwa kesempurnaan keadaan manusia berkaitan erat dengan kecintaannya kepada manusia lain dan bukan hanya kecintaannya pada Tuhan.

Secara khusus, itu menunjukkan bahwa kesempurnaan pria terletak pada kaum wanita, dan kesempurnaan wanita terletak pada kaum pria. Sebagai umat Nabi Muhammad, kita tentu harus meneladani Rasulullah dalam mencintai kaum wanita.

Nabi dijadikan sebagai manusia yang mencintai kaum wanita, papar Murata, karena kaum wanita merupakan locus yang menerima aktivitas pemunculan bentuk yang paling sempurna; yaitu bentuk manusia yang paling sempurna dari sesuatu yang tidak berbentuk. Tidak semua locus yang menerima aktivitas punya kesempurnaan istimewa ini.

Namun, karena kurang menyadari, kita kadang mengikuti sikap, pola, dan perilaku orang Barat dalam mencintai wanita. Jika orang Barat bersikap baik kepada wanita, yang sering dilandaskan atas pertimbangan fisik, maka kita seharusnya bergaul dan mencintai wanita secara baik, sesuai dengan kode etik yang luhur dan mulia yang telah dicontohkan oleh Rasulullah.

Menurut Abu Syuqqah, dalam Jati Diri Wanita, Islam‑ melalui Nabi saw— membng telah menggariskan kode etik pergaulan pria dan wanita, yang harus tercamkan dalam akal dan hati kita. Bila kita memahami dan mengamalkan kode etik itu, kemungkinan besar tidak akan muncul kasus-kasus yang menakutkan kaum wanita, mulai dari pelecehan seksual, perzinaan; pemerkosaan, dan pembunuhan. Wallahu a'lam. n




Tidak ada komentar:

Posting Komentar