Selasa, 18 Mei 2010

Miskin Cinta

Oleh Toto Tasmara


Tengoklah dengan hati yang paling bening, sesungguhnya banyak di antara kita masih miskin cinta. Uluran pengemis yang ditepis, para pemimpin umat saling menyeteru, dan orang-orang kaya harta yang miskin cinta.

Dada tempat bersemayamnya mahabbah telah meni­pis diganti angkara dunia. Gunjingan dan gosip menjadi nyanyian sehari-hari. Mereka tidak sadar betapa Allah telah berfirman bahwa bagi orang-orang yang menggun­jing dan memfitnah itu, diibaratkan bagaikan manusia yang memakan bangkai sesama saudaranya sendiri.

Ini semua terjadi karena di antara kita bisa jadi sudah kehilangan nuansa cinta, dan sebaliknya sarat dengan muatan keserakahan, persaingan, dan memandang ma­nusia dari kacamata materi, untung dan rugi belaka. Dia santuni dan mencoba ingin akrab dengan manusia yang mempunyai kekuasaan. Sopan dan simpatik penampilan­nya, tetapi hanya sekadar untuk mendapatkan cipratan materi. Dan berubah wajahnya ketika dia berhadapan dengan orang yang lemah (mustad'afin) dan memaling­kan muka dari penderitaan orang-orang miskin.

Sungguh, saat ini kita membutuhkan para pemimpin yang mempunyai wibawa cinta. Dia menampakkan wajah­nya yang teduh dengan senyuman di bibir, bukan wajah yang sinis mencibir. Seharusnya dia sadar bahwa dirinya menjadi pemimpin karena adanya orang-orang yang di­pimpinnya. Dia lupa bahwa menjadi pemimpin itu adalah menjadi pelayan umat.

Simak dan resapkanlah perilaku akhlakul karimah Na­bi Muhammad saw dengan sahabat dan umatnya,yang bagaikan cahaya mentari. Perilaku akhlakul karimah be­liau itu telah menyentuh nurani umat manusia, meng­gubah peradaban yang gelap menjadi terang, dan me­ninggalkan pesan-pesan kepada kita untuk menampilkan diri sebagai umat yang santun, berakfilak, dan saling mencintai penuh kedamaian.

Pads saat Nabi saw meluruskan barisan dalam pe­rang Bacar, tanpa sengaja beliau memukul perut Sawad bin Ghazyah dengan anak panahnya. Sawad memprotes, "Ya Rasulullah, dadaku sakit karena pukulanmu. Aku ingin menuntut qishash". Mendengar ucapan Sawad, para sahabat march seraya berkata, "Betapa teganya engkau menuntut qishah kepada Rosulullah".

Namun dengan tersenyum, Rasulullah menjawab, "Biarkan dia menuntut haknya." Nabi saw menyingkap­kan pakaiannya, dan tampaklah dadanya yang bidang dan putih itu, seraya bersabda, "Balaslah!". Tetapi Sa­wad bukannya memukul, melainkan menubruk dada Ra­sulullah dan kemudian menciumnya dengan penuh hik­mat, seraya berkata, "Betapa mungkin hamba membal­asmu Ya Rasulullah. Sesungguhnya hamba sudah lama merindu mencium dacamu. Selama ini mencari kesem­patan agar kulit hamba yang kasar ini dapat menyentuh kulitmu, berilah hamba syafaatmu ya Rasulullah." Dan kemudian Nabi mendoakannya.

Rasulullah memimpin dengan cinta, dan merasa terhimpit jiwanya melihat penderitaan orang lain harapkan uluran tangan dan pantulan cinta dari sesamanya. n

Tidak ada komentar:

Posting Komentar