Oleh Makmun Nawawi
Suatu hari, sebagaimana dituturkan Abu Hurairah r.a., Rasulullah Muhammad saw menjelaskan kepada para sahabatnya, "Barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Allah, maka muliakanlah Ahlullah (famili Allah)."
"Benar,"jawab Beliau.
"Siapakah gerangan, ya Rasulullah?"
Rasulullah menjelaskan, "Ahlullah di dunia adalah orang-orang yang membaca Alquran. Ingat, barang siapa yang memuliakan mereka, Allah sungguh akan menghormatinya dan memberinya sorga. Dan barang siapa yang menghina mereka, Allah sungguh akan merendahkannya can memasukkannya ke neraka."
Di tengah trend dunia modern yang ditengarai dengan serbuan informasi yang demikian gencar, sugesti hadis yang termaktub dalam kitab Dzurratun Naashihin di atas makin terasa sekali. Kini banyak orang makin loyal memburu informasi global, namun kian pelit saja meluangkan waktu untuk mengorek ilmu dan informasi melalui tilawah (membaca) Alquran.
Menurut pakar tafsir kontemporer, Mutawali Sya'rawi, Alquran sebagai mukjizat punya kekhasan tersendiri jika dibandingkan dengan mukjizat para rasul terdahulu. Mukjizat mereka berbeda dengan manhaj (sistem ajaran) mereka; mukjizat adalah satu aspek, sedang manhaj mereka adalah aspek yang lain. Mukjizat Nabi Isa adalah menyembuhkan orang yang buta dan pencerita penyakit kusta, sementara manhaj-nya adalah Kitab Injil. Mukjizat Nabi Musa adalah tongkatnya, dan Manhajnya adalah Kitab Taurat. Namun mukjizat dan manhaj Rasulullah saw adalah sama, yaitu Alquran.
Dengan begitu, manhaj bisa terus terjaga dengan mukjizat dan mukjizat bisa hadir dalam manhaj.
Itulah sebabnya, mengapa para sahabat dan ulama demikian terpesona dengan isi Alquran dan terus membacanya. Mereka percaya sepenuhnya pada sabda Rasulullah: Bila seseorang ingin berdialog dengan Tuhannya, maka bacalah Alquran! (HR Al-Dailaml dan AlBaihaqi).
Bahkan tidak harus dengan membacanya, dengan mendengarnya pun mereka tersentuh sekali dan membuat iman mereka kian meningkat (QS 8: 2). Pengaruh Alquran terhadap sang mukmin tidalk hanya dalam bahasa metafora, namun betul-betul harfiyah sekali. Itulah yang terjadi dengan Masruq. Seperti yang dituturkan oleh M Amin Al-Jundi dalam bukunya Mi'ah Qishshah wa Qishshah, ketika Masruq ra mendengar seseorang membaca ayat (QS. 19:85-86) Yauma Nashyurul-muttaqfina ilar-Rahmaani wafdaa. Wa Nasuuqul-mujrimiina ilaa jahannama wirda (Pada waktu Kami himpun orang-orang yang bertakwa kepada Allah yang Maha Pemurah, sebagai utusan terhormat. Dan Kami halau, para penjahat ke dalam neraka jahannam, seperti ternak kehausan yang dihalau ke air), ia tergunjang dan menangis.
Masruq lalu mengatakan kepada qari, "Ulangilah bacaanmu untukku!" Dan selagi sang qari mengulangi bacaan ayatnya, Masruq kembali menangis tersedu-sedu saking terkesannya mendengar ayat-ayat Alquran. n
Tidak ada komentar:
Posting Komentar