Jumat, 14 Mei 2010

KEBERKAHAN




Olen A.M. Fatwa


"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri berjalan dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dan langit dan burni. Tetapi mereka. mendustakan ayat-ayat Kami. Maka Kami siksa mereka dise­babkan perbuatannya. - (QS. Al-A'rof, 96).


Berkali atau "barokah" maknanya adalah karunia Allah yang luas. Dari paduan ayat di atas lahirlah istilah "Imtaq" yang sudah sangat populer sekarang ini sebagai wacana pembangunan kita. Tidak lain agar pembangunan yang kita laksanakan tetap serasi dengan hukum Allah, yang terdapat dalam alam sernesta, kehidupan masyarakat, dan sejarah. Dalam hal ini Bung Hatta, salah seorang proklamator kita, pernah menje­laskan bahwa percaya kepada Tuhan Yang Mahaesa (iman) merupakan dasar yang memimpin cita-cita kenegaraan untuk menyelenggarakan yang baik bagi rakyat.

Alquran meletakkan persyaratan iman dan taqwa bagi turunnya berkah Allah tidak lain karena ajaran ini akan mengajak manusia melaksanakan harmoni di dalam alam dan persaudaraan antar manusia, memperkuat pembentukan karakter bangsa, dan melahirkan manusia yang punya rasa tanggungjawab.

Kebalikan dari berkah adalah laknat atau la'nah yang artinya terkutuk — suatu keadaan di Iuar kelaziman yang diwarnai bencana demi bencana. Dalam menguraikan fenomena tentang berkah dan bencana, Imam Ghazali mengatakan, "Apabila manusia telah takut rnenyebut yang benar, orang-orang tidak rnampu berbicara yang bersifat nasehat, pemuda-pemuda diam bungkam, atau ada ulama yang berusaha menutup-nutupi kesalahan umaro' (penguasa), atau apabila para umaro' tidak lagi mernpunyai rasa takut berbuat munkar, atau orang-orang kaya telah diperintah oleh guridik-gundiknya, maka janganlah mengharapkan ada keberkahan dan tunggulah bencana demi bencana. (Ihya’ I 68)

Apa ya dikernukakan Imam Ghazali tersebut berin­tikan masalah akhlak sosial. Sejalan dengan ini, bebera­pa waktu yang lalu Menteri Penerangan R. Hartono pernah menyampaikan keprihatinannya terhadap kemero­sotan akhlak bangsa kita sampai perlu mendorong para ularna, melalui MUI Whususnya, agar lebih berani meme­rankan fungsinya sebagai pembimbing urnat, tidak perlu takut melakukan kritik terhadap penyimpangan.

Semua itu adalah bagian dan kesadaran tersernbunyi kita terhadap keinginan memelihara berkah Allah atas negeri kita ini. Sebab setelah Allah tidak lagi menurunkan para Nabi dan Rasul, maka fungsi perbaikan umat itu memang terpikul pada pundak para ulama.

Sejauh ini para Ulama sangat menghargai berbagai ge­rakan perbaikan oleh pemerintah dalam menangani pern­bangunan. Namun, meskipun perbaikan di sana sini itu penting, para ularna tetap berpendapat bahwa yang ter­penting haruslah menyentuh sisi akhlak manusianya.

Maka pada momen sekarang ini ada baiknya pembangunan akhlak yang luhur, di mana agama adalah unsur mutlaknya itu, memperoleh perhatian semestinya pada perumusan GBHN mendatang. Sebab, hanya-dengan cara demikian kita tidak melupakan ikhtiar kita terhadap pemenuhan persyaratan iman dan taqwa bagi terpeliha­ranya berkah Allah atas negeri tercinta ini.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar